Saat ini istilah doom spending semakin sering kita dengar dan mungkin sebagian dari kita sering mengalaminya.
Tingginya tekanan hidup menyebabkan stress dan kecemasan semakin memicu perilaku doom spending di kalangan masyarakat terlebih gen Z yang begitu dekat dengan media sosial.
Doom spending merupakan cara seseorang untuk meredakan stres dan kecemasan yang menimpanya karena beratnya tekanan hidup. Perasaan bahagia yang cenderung bersifat sementara inilah yang membuat seseorang merasa ketagihan untuk melakukannya lagi dan lagi.
Pertanyaannya, apakah doom spending solusi yang tepat untuk meredakan stres, atau justru menjadi lingkaran setan yang bisa merusak kesehatan mental dan finansial?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita pahami dulu apa itu doom spending, penyebab, dampak dan solusinya.
Pengertian Doom Spending
Doom spending adalah perilaku belanja yang dilakukan sebagai bentuk pelarian dari kecemasan atau stres.
Misalnya, ketika kita merasa merasa cemas terhadap masa depan, ketidakpastian pekerjaan, atau perasaan kewalahan dengan berita-berita negatif di media sosial dan berita, kita kemudian menghibur diri dengan cara berbelanja. Kegembiraan saat berbelanja inilah yang membuat kita merasa ketagihan untuk melakukannya.
Namun, sayangnya, meskipun awalnya ada perasaan happy, lega atau bahagia tetapi itu hanya bersifat sementara. Karena pada akhirnya perilaku doom Spending ini sangat merugikan. Karena doom Spending cenderung pada belanja impulsif semata.
Terlebih lagi ketika kebiasaan belanja impulsif ini terus dilakukan tanpa pengelolaan yang baik, bukan hanya rekening yang bisa terkuras habis tetapi stres akibat masalah finansial pun bisa semakin membebani kesehatan mental. Untuk itu perilaku ini harus dikelola dengan bijaksana hal tersebut demi untuk menjaga kesehatan mental dan finansial.
Baca Juga:
Penyebab Perilaku Doom Spending
Ada beberapa penyebab seseorang melakukan doom spending, yaitu:
1. Kecemasan terhadap masa depan
Kondisi ekonomi negara kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Tentu saja mempengaruhi kehidupan kita sebagai warga negaranya. Ketidakpastian ekonomi, pandemi, atau isu-isu global inilah yang membuat banyak orang berasa tertekan dan cemas. Untuk kemudian, belanja seolah menjadi cara untuk mendapatkan kendali atas situasi tersebut.
2. Media sosial
Bukan hal aneh lagi jika platform seperti Instagram atau TikTok banyak memamerkan gaya hidup glamor yang mempesona. Akibatnya banyak yang terpancing FOMO (Fear of Missing Out) atau ketakutan tertinggal. Hal ini semakin menjerumuskan pada perilaku doom Spending dengan terus mengikuti tren berbelanja. Bahkan ketika tidak membutuhkannya walaupun rekening bersaldo minimal.
3. Tekanan sosial
Lingkungan pergaulan sangat memengaruhi perilaku belanja seseorang. Karena setiap kelompok pergaulan biasanya memiliki standar penampilan tersendiri. Sehingga seseorang akan terpacu untuk menenuhi standar pergaulannya. Meskipun melihat saldo rekening kepala menjadi semakin pusing.
4. Belanja sebagai pelarian
Belanja menjadi cara pelarian instan untuk melupakan sejenak masalah yang dihadapi. Baik karena stres kerja, masalah keluarga, atau kesehatan mental yang lemah.
Baca Juga:
Dampak Doom Spending Terhadap Kesehatan Mental
Untuk sesaat doom spending dapat mengurangi kecemasan. Akan tetapi jangka panjangnya dapat memperburuk kondisi mental dan finansial:
1. Stres Finansial
Setelah berbelanja dan menyadari ternyata banyak uang yang dikeluarkan, tentunya menjadi masalah keuangan tersendiri. Misalnya hutang menumpuk atau sulit menabung.
2. Rasa Bersalah dan Penyesalan
Setelah belanja impulsif seseorang akan merasa bersalah dengan perilakunya sendiri. Belum terpenuhi kebutuhan pokok tetapi banyak barang tidak penting yang banyak menguras rekening.
3. Kehilangan Kendali
Ketika doom spending terjadi, seseorang akan merasa tidak berdaya. Sehingga ia akan semakin terpuruk dan meratapi keadaannya. Perasaannya ini juga akan berdampak pada aspek kehidupan lainnya sehingga kondisi mentalnya semakin buruk saja.
Mengelola Doom Spending dengan Bijak
Bagaimana pun juga berbelanja tidak bisa dihentikan sepenuhnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan emosional, belanja bisa dilakukan sesekali tetapi tidak boleh menjadi kebiasaan yang terus-menerus tanpa pengelolaan.
Untuk itu, kita harus bisa mengelola doom spending agar tidak merusak kondisi finansial:
1. Identifikasi Pemicu Doom Spending
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari akar permasalahan. Mencari sebab, kenapa ingin berbelanja?
Apakah stres karena pekerjaan, atau FOMO gara-gara scroll instagram atau hanya sekadar menghibur diri karena lelah dengan rutinitas harian?
Setelah mengidentifikasi permasalahan awal, selanjutnya kita bisa antisipasi dengan hal tersebut. Misalnya mengurangi main medsos, memanajemen waktu dan lain-lain.
2. Buat Anggaran Khusus untuk Self-Care
Terkadang kita perlu untuk menyenangkan diri sendiri. Hal ini bisa dilakukan sesekali sebagai self-care, asalkan dilakukan dengan batasan yang jelas.
Misalnya dengan cara membuat aturan belanja. Berapa persen untuk kebutuhan pokok, berapa persen untuk menabung dan berapa persen untuk self-care. Dengan begitu kita bisa memenuhi hasrat berbelanja tetapi tabungan terjaga.
3. Mengalihkan pada Kegiatan Lain
Doom spending terjadi karena kita membutuhkan pengalihan dari pikiran dan perasaan negatif. Hal tersebut kita bisa melakukannya dengan membuat kegiatan baru yang positif.
Kita bisa mencoba melakukan hobi kita seperti membaca buku di perpustakaan, olahraga, dan kegiatan positif lainnya yang kita sukai. Dengan begitu stres dapat berkurang tetapi saldo rekening tetap aman.
4. Pertimbangkan Pembelian Secara Matang
Ketika hendak berbelanja, kita harus mengevaluasi alasan berbelanja. Apakah butuh atau tidak? Apakah penting atau tidak. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kita sejenak menjadi berpikir ketika hendak berbelanja. Sehingga bisa mempertimbangkan dan kita menjadi lebih bijaksana.
5. Batasi Paparan Media Sosial
Selain doom spending banyak hal negatif lain dari seringnya bermain media sosial. Untuk itu kita harus bijaksana dalam bermedia sosial. Dengan mengurangi jam bermain media sosial atau memilih dan memilah konten-konten tertentu saja.
Baca Juga:
6. Membuat dan Menetapkan Tujuan Finansial
Menghindari doom spending mungkin tidak mudah tetapi kita tidak boleh menyerah. Dengan membuat target tabungan atau tujuan finansial kita bisa menahan perilaku doom spending. Misalnya menabung untuk beli rumah atau biaya menikah.
Mengelola doom spending bukan hanya tentang menjaga keuangan tetapi juga tentang menjaga kesehatan mental dan meraih masa depan yang mapan. Karena kesehatan mental yang baik membutuhkan kestabilan finansial, demikian juga sebaliknya.
Baca Juga: Doom Spending Gen Z dan Milenial Bisa Terjadi di Indonesia, Angka Kemiskinan Bakal Bertambah!
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.