PuisiSastra

Di Satu Tempat Bernama Kesalahan

Syair Penuh Lumpur

Oleh: Mentari Eka

Nektar telah tertuang
dari kelopak-kelopak bunga yang selalu kaupuja
Pagi terasa indah
berhias kicauan merdu isi semesta

Syair-syair luruh dari puncak
Berkumpul di telaga
Kau mereguknya hingga tandas
Tak bersisa

Katamu, “Ini syair paling indah.”
Semua orang mendengar
Semua berbondong-bondong datang

Untukmu, syair tidak pernah habis
Ia tumbuh dari sela-sela kalimat pujian yang menguar dari mulutmu

Lalu datang rintik gerimis
Gigil menjelang tak berkesudahan
Mendung gelap enggan melenggang
Badai mengamuk suntuk semalam

Syair-syair memilih berjuang
Ia tak pernah berhenti luruh
Terus menerjang untuk sampai di telagamu
Ia selalu rindu akan pujimu
juga senyum saat mereguk syair itu

Namun, belati terselip di kantung kiri
Di belakang, orang-orang meniupkan benci
Kaupercaya,
telaga tidak pernah benar-benar indah
Ia hanya bisa memberimu syair berlumpur
Mengotorimu, juga seluruh jalan setapakmu

Semarang, 11 Januari 2023

Di Satu Tempat Bernama Kesalahan

Oleh: Mentari Eka

Gerbang nan indah, tidak mencerminkan dalamnya
Kelopak-kelopak yang mekar, tidak mencerminkan akarnya

Di tempat yang tinggi, mata-mata asik mengawasi
Mencari mangsa seperti elang kelaparan:
Semua adalah mangsa, kecuali sanak saudara

Di bawah sana, kaki-kaki menginjak tanah baru
Pemandangan baru
Langit yang baru

Di kepala mereka, puisi mentah tengah disunggi
Katanya, puisi butuh dimasak untuk dinikmati
Tempat itulah dapur paling bergengsi

Dua gulung aturan menyapa
Seragam jadi yang nomor satu
Semua harus dipatuhi
Mau melanggar?
Puisimu dicap hambar

Dapur mulai memanas
Yang di atas mulai mengganas

Soal kepercayaan:
jangan pernah percaya siapa pun

Hitam berbalut putih
Musang menjelma domba
Semua sulit dibedakan
Berjuang untuk diperhatikan

Yang di atas menyiapkan lembar-lembar
Satu nama ditandai
Seragamnya beda
Pisau yang dibawanya kelewat tajam
Puisinya terlalu matang
Bisa mengancam
Apalagi statusnya bukan sanak saudara

Tanduk-tanduk bermunculan
Disembunyikan dengan sangat rapi
Tunggu, kata salah satu dari mereka
Tunggu mangsa menggali lubangnya sendiri

Kelas demi kelas dilewati
Ujian kelulusan tinggal setahap lagi
Puisi pun sudah setengah jadi

Lalu, bruk!
Tanduk-tanduk bermunculan
Puisi berhamburan
Satu sisi diinjak, satu sisi dicaci:
Mati!

Semarang, 12 Januari 2023

Baca Juga: Getaran Hati dalam Pena

 

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button