Laki-Laki Jadi Korban Kekerasan Seksual, Bisakah?
Kalian udah pada tau beritanya belum? Baru-baru ini publik dibuat heboh oleh kekerasan seksual berupa pelecehan seksual yang terjadi pada penyanyi terkenal Dikta Wicaksono, dilansir dari berbagai berita Dikta mengalami pelecehan seksual setelah manggung di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, beberapa waktu yang lalu.
Tak hanya itu belakangan ini dalam media sosial banyak menunjukkan ojol yang ternyata beresiko jadi sasaran kekerasan seksual. Contohnya kisah Ahmad driver ojol yang viral setelah video ceritanya diunggah di Youtube. Pria itu mengaku pernah diajak berhubungan badan oleh seorang pelanggan perempuan pemesan jasa GO-Send.
Dari dua kasus tersebut membuktikan bahwa walau kerap dianggap remeh oleh masyarakat nyatanya kekerasan seksual memang dapat menimpa Laki-Laki, bukan? Lalu bagaimana jika itu terjadi dan sudahkah ada payung hukumnya? Pada tulisan ini saya bakal coba ulas satu persatu ya!
Kekerasan seksual pada laki-laki nyata namun dibungkam dan diabaikan
Pada awal tulisan saya telah memberikan contoh kasus-kasus kekerasan seksual yang berupa pelecehan seksual yang dialami oleh laki-laki sehingga dapat dibuktikan bahwa kekerasan seksual memang bisa saja menimpa laki-laki. Namun yang menjadi masalah kemudian adalah kecenderungan laki-laki yang jarang dianggap sebagai korban kekerasan seksual, hal ini dikarenakan karena pada umumnya korban kekerasan seksual memang kebanyakan perempuan. Selain itu, ternyata beberapa data juga menunjukkan terjadinya pelecehan seksual pada laki-laki seringkali diacuhkan karena laki-laki cenderung tidak melaporkannya.
Salah satu faktor besar yang membuat laki-laki sering bungkam walau menjadi korban kekerasan seksual adalah toxic masculinity. Toxic masculinity membuat kita meyakini bahwa kasus laki-laki yang menjadi korban pelecehan adalah hal yang tidak mungkin. Hal ini dikarenakan di dalam budaya patriarki laki-laki dianggap selalu menginginkan hubungan seksual yang bersifat dominan.
Sehingga banyak opini yang menyimpulkan bahwa laki-laki tidak dapat dilecehkan. Apalagi secara fisik laki-laki dianggap sebagai kaum yang kuat yang wajarnya bisa melawan jika terjadi pelecehan seksual. Yap, dari sini tentu kita bisa simpulkan bahwa pelecehan seksual dapat terjadi pada siapa saja, tidak memandang gender korbannya.
Hukum memandang Kekerasan seksual yang terjadi pada laki-laki
Hadirnya UU TPKS memang membawa secercah cahaya tentunya berkaitan mengenai masalah kekerasan seksual. Hal ini jelas membawa dampak besar karena pada KUHP tidak memuat istilah pelecehan seksual secara tersurat, Namun definisi pelecehan seksual secara tersurat dan jelas diatur dalam UU TPKS.
Secara jelas di dalam UU TPKS, pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non fisik.
Baca Juga: Kekerasan dalam Film Picu Kekerasan di Dunia Nyata, Masa Sih?
Pelecehan seksual non fisik
Diatur dalam pasal 5 UU TPKS yang pada intinya adalah Pelecehan seksual nonfisik merupakan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.
Pelecehan seksual fisik
Pelecehan seksual fisik diatur jelas dalam pasal 6 UU TPKS yang kemudian terdiri dari 3 bentuk yaitu:
- Perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya;
- Perbuatan seksual fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan.
- Penyalahgunaan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau orang lain.
Selain itu UU TPS juga memberikan penjelasan didalam pasal 1 ayat 4 yaitu korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa berdasar ketentuan itu makna orang berarti tidak memandang jenis kelamin dan gender sehingga laki-laki juga bisa saja menjadi korban sama seperti perempuan.
Berdasarkan hal tersebut kita sudah dapat mengetahui bahwa kekerasan seksual bisa saja yang menjadi korban laki-laki, Dan sudah saatnya kita lebih berpikiran terbuka mengenai hal itu. Catatan selanjutnya sudah seharusnya ditujukan kepada korban (baik laki-laki maupun perempuan) untuk tidak takut bersuara karena di mata hukum korban memiliki hak yang sama.
Stigma masyarakat yang didasarkan pada toxic masculinity juga sudah seharusnya dibuang karena pada faktanya kekerasan seksual memang bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang status dan jenis kelamin, dan lain sebagainya.
Jadi gimana, udah pada tau faktanya kan? Jangan disepelekan lagi ya!
Baca Juga: Mengapa Perempuan Belum Merdeka?
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.