Ibu Guru Linda membagikan kertas-kertas putih kepada setiap anak di kelas, termasuk kepada Maruta. Setelah setiap anak mendapatkan satu kertas, lalu Ibu Guru Linda menulis di papan tulis menggunakan kapur: “Bagaimana Bayanganmu Tentang Masa Depan?” Kemudian dia berbalik dan menatap kepada setiap anak didiknya. Setelah memastikan bahwa setiap anak didiknya memerhatikannya, dia pun berkata, “Tulislah bayangan kalian tentang masa depan. Kondisinya, orang-orangnya, benda-bendanya, apa pun itu. Gunakanlah imajinasi kalian.”
Beberapa anak terbengong, beberapa yang lain langsung mengambil pensil dan menuliskan segala yang ada di kepala mereka. Maruta adalah salah satu dari kelompok yang terakhir. Tiba-tiba saja dia terkenang ayahnya dan berniat menulis ingatan terakhir tentang ayahnya itu.
***
Di masa depan, dunia akan bersatu. Hanya ada satu negara di dunia ini. Seorang pria tua berbadan tambun bertangan besi—tangan kanannya benar-benar terbuat dari besi dan bergerak dengan sambungan kabel—akan memimpin dunia. Dia akan duduk di singgasananya dan memerintah orang-orang dengan tangan besinya. Setiap orang yang diperintah, tanpa bertanya tentang detailnya lebih lanjut, segera melaksanakan titah sang Baginda (begitulah sebutan yang ada di kepala Maruta untuk pemimpin dunia itu). Ada pun bagi mereka yang membangkang akan segera melihat neraka di kehidupan mereka. Para pembangkang akan dikumpulkan pada sebuah jeruji besi dan menunggu panggilan untuk melakukan kerja paksa di kamp-kamp yang tersedia. Jika di kamp-kamp tersebut ada pekerja yang mati, giliran merekalah kemudian untuk mengisi kekosongan tersebut. Tidak boleh ada ruang kosong di dunia ini. Setiap kekosongan yang timbul harus segera diisi oleh sesuatu yang lain untuk mengisinya. Para pembangkang itu seolah tidak ada habisnya. Mereka terus bermunculan dari berbagai wilayah, seperti kuman atau bakteri atau virus yang dapat segera menyebar jika terjadi kontak fisik.
Kota-kota akan dipenuhi gedung pencakar langit—dan memang gedung-gedung itu sedikit lagi akan mencakar langit. Tidak ada mobil terbang, tetapi ada sebuah elevator yang dapat membawa setiap orang mencapai stasiun antariksa untuk kemudian terbang dengan pesawat menuju koloni-koloni yang menjadi tempat tinggal alternatif karena membludaknya jumlah umat manusia di bumi. Perang-perang besar memang sudah dilalui, bahkan berkali-kali. Tapi dari satu kematian lahirlah seribu anak. Umat manusia sadar, meskipun masih terus saja berperang dengan alasan yang kurang jelas, bahwa umat manusia tidak boleh sampai punah seperti kebanyakan binatang; yang konon merupakan saudara jauh mereka.
Perang-perang itu kebanyakan timbul di daerah gurun atau kota-kota yang telah ditinggalkan. Sebenarnya, disebut perang juga kurang pas. Barangkali, nama yang sesuai untuk menyebut situasi tersebut adalah penumpasan. Penumpasan itu dilakukan untuk menghabisi sejumlah pembangkang yang terus mengobarkan semangat kebebasan dan kesetaraan. Kebebasan, pada masa depan nanti, telah menjadi sesuatu yang tabu. Kebebasan, menurut otoritas yang berkuasa, adalah sesuatu yang berdampak pada penderitaan pemiliknya. Paham itu diamini oleh mayoritas umat manusia dan mereka memilih untuk mendapatkan jaminan kehidupan, pekerjaan, makanan, dan sebagainya dari otoritas yang berkuasa alih-alih memiliki kebebasan. Karena hal itu, banyak buku-buku dilarang beredar.
Ada sejumlah daftar buku yang dilarang untuk dibaca masyarakat. Buku-buku dalam daftar itu tidak dimusnahkan sepenuhnya. Mereka tetap dipelajari dan dijadikan contoh bagi generasi selanjutnya bahwa buku-buku itu adalah contoh buruk sehingga mereka kemudian bisa berkata bahwa buku yang mereka produksi adalah buku bagus dan dapat menjamin kebahagiaan hidup sampai akhir hayat.
Diperlukan izin khusus dan rumit untuk dapat mengakses buku-buku tersebut. Seseorang harus dinyatakan steril oleh pihak yang bersangkutan agar dapat masuk ke sebuah jeruji besi tempat buku-buku dalam daftar itu disimpan.
Bagi siapa pun yang berani membacanya tanpa izin tertulis dari otoritas setempat, akan dikenai sanksi, minimal kurungan selama lima tahun dan maksimal adalah hukum gantung. Hukuman gantung akan dilaksanakan di tengah alun-alun dan mayat yang tergantung itu akan dipajang selama sehari penuh dengan penjagaan ketat sebelum kemudian mayat itu dilemparkan ke kandang anjing untuk dikoyak-koyak menjadi santapan malam oleh binatang itu. Orang-orang akan menunjuk mayat yang tergantung itu dan memberitahu anak-anak mereka, jika mereka kebetulan bersama anak-anak mereka melalui tempat penggantungan itu, bahwa itu adalah manusia bebas. “Jika kau menjadi manusia bebas, kau akan berakhir seperti orang yang tergantung di sana. Tapi jika kau menjadi manusia tak bebas, segalanya akan lebih baik. Segalanya akan berjalan lancar seperti kehidupan kita selama ini. Kau mengerti?” Anak yang diberitahu itu akan mengangguk tanpa berkedip. Dia akan melihat mayat yang tergantung itu baik-baik dan merekamnya di dalam ingatannya dan barangkali akan sesekali muncul dalam mimpi mereka sebagai mimpi buruk.
***
Halaman kertas putih itu telah terisi sepenuhnya. Tulisan Maruta, sebagaimana yang diajarkan ayahnya, kecil-kecil dan tertata rapi. Hampir tidak ada yang melenceng seperti jalan menurun atau jalan menanjak. Semuanya lurus.
Maruta membacanya sekali lagi sebelum maju ke meja Ibu Guru Linda untuk mengumpulkan karangannya tersebut. Selama dia membaca kembali tulisannya, pikirannya kembali kepada kenangan tentang ayahnya yang dijemput paksa oleh segerombolan orang berpakaian preman karena di rumahnya kedapatan buku yang berada dalam daftar buku terlarang. Sehabis isya, pintu rumah digedor dan suara beberapa lelaki dewasa terdengar berteriak memanggil ayah Maruta. Ayah Maruta keluar dan langsung dihajar. Ketika sudah tak sadarkan diri, mereka memasukkannya ke mobil berkaca gelap. Mereka tidak peduli apakah ada orang lain di dalam sana dan pergi begitu saja dengan mobil. Semenjak saat itu, Maruta tidak dapat menemui ayahnya kembali. Yang bisa dia lakukan hanyalah mendoakan keselamatan ayahnya dan berharap, pada suatu malam, ayahnya pulang dengan senyuman di wajahnya. Dia tidak berharap akan dibawakan oleh-oleh karena keselamatan ayahnya adalah oleh-oleh terbesar baginya. Hanya itu yang bisa dia lakukan.
31 Mei—18 Juli 2022
Baca Juga: Kisah Penulis yang Resah Mencari Judul Cerpen