MENYUSUR JALAN SEPI


Di sebuah kotak persegi dengan cat yang sudah memudar

Ku termenung menatap nanar jauh menembus penghalang apapun

Masih terngiang dengan jelas riuh rendah suara teman-teman masa kecilku

Bermain berlarian tanpa menghiraukan lelah dan peluh

Sungguh masa-masa yang terlalu manis untuk dilupakan

 

Layar ilusi mulai bergulir

Pada sebuah kisah segerombolan remaja dengan berseragam gagah

Mengitari sebuah bangunan angkuh tempat menimba segala pengetahuan

Tempat mengasah semua budi dan keterampilan

Para remaja yang sedikit pongah seolah menantang dunia yang dianggap kecil

Masa-masa memuncak yang tak gentar oleh apapun

Kulihat tubuh mungilku tegak diantara barisan pejuang idealisme

 

Hingga waktu terus melaju

Tubuh setengah dewasa yang merasa mampu menaklukan dunia

Selalu sesumbar lantang

Datanglah wahai tantangan

Kulibas habis tanpa sisa dengan segala daya dan kekuatan

Menggetarkan jiwa-jiwa muda yang haus akan makna

Hingga terbawa ke dunia lain

Yang dipenuhi oleh sindiran dan rasa tak lazim

Dari orang-orang yang mencibir saat diri mulai mengukir sejarah

Tetap bertahan dengan kekuatan yang kadang entah

 

Hingga tiba di penghujung kisah

Saat kaki mulai menyusuri jalan sepi

Sendiri tanpa teman berbagi untuk mengisi hari

Sungguh

Rasa ini masih sama

Waktu berlarian dalam suasana ceria

Saat berkejaran dengan segala energi memuncak

Kala menyentuh titik nadir dan kembali menyusuri jalan menuju keabadian

 

Namun jauh di sudut hati yang telah penuh dengan fatamorgana

Kerinduan akan rasa damai sungguh menyiksa

Seperti senja yang cantik dan berwarna jingga

Senja yang punya cara eksotik untuk mengucapkan selamat tinggal

Pada dunia terang benderang menuju gelap gulita

Hitam putih dan abu berpendar dalam campuran warna jingga

Akankah diri ini seperti senja saat melakukan hal yang sama

 

Dengan penuh harap kaki terus melangkah meski sunyi

Menuju sebuah titik putih nun jauh disana

Melambai memanggil seolah menjanjikan sebuah damai yang nyata

Namun jarak kian terbentang

Semakin melangkah serasa semakin tak tergapai

Tenggorokan sudah kering peluh pun membanjir

Mata menyipit hampir terpejam

Hingga sebuah tangan dingin mengusap kening

Menyuguhkan secangkir minuman surga

Luruh segala gundah

Terukir senyum indah di tengah letih yang mendera

 

Baca Juga: Rindu dan Puisi Lainnya

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Like it? Share with your friends!

Explorer

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *