Benteng Kuto Besak Palembang, Dari Keraton Menjadi Basis Kekuatan Belanda


Benteng Kuto Besak (googlemaps/Adhika Atyanta)

Setelah runtuhnya kerajaan maritim terbesar se-nusantara Sriwijaya sekitar abad 13 praktis Palembang tidak menjadi tempat yang ramai seperti kalah Sriwijaya berkuasa. Namun selang berpuluh tahun kemudian berdiri lagi sebuah kerajaan yang kelak cukup disegani dengan nuansa islami yang begitu kental yaitu Kesultanan Palembang Darussalam.

Kerajaan islam Palembang inilah yang kembali menghidupkan denyut nadi kehidupan di Palembang khususnya dan Sumatera Selatan pada umumnya. Pengaruh kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam terasa bukan hanya di kawasaan Sumatera Selatan bahkan hingga seluruh kepulauan nusantara.

Jejak peninggalan besar dari Kesultanan Palembang Darusalam yang masih bisa kita saksikan saat ini hanyalah Masjid Agung (Masjid Sultan dahulu) dan Benteng Kuto Besak Palembang yang hingga sekarang masih berdiri kokoh dipinggiran sungai musi dimana benteng ini menyimpan begitu banyak kisah dari sebuah kerajaan besar yang pernah berdiri di bumi Palembang.

Kesultanan Palembang Darussalam pun melahirkan tokoh nasional yang turut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan mengibarkan semangat perjuangan guna mengusir penjajah Belanda dari bumi nusantara, diantara tokoh nasional yang cukup disegani diantaranya adalah Sultan Mahmud Badaruddin I dan Sultan Mahmud Badaruddin II .

Masa kejayaan Kesultanan Palembang

Kesultanan Palembang Darussalam adalah sebuah kerajaan islam yang cukup besar pengaruhnya dalam pengembangan ajaran islam di bumi nusantara tidak hanya itu kesultanan ini pun cukup disegani dan bisa disejajarkan dengan kerajaan islam lain yang lebih dahulu berdiri seperti kerajaan islam di Pulau Jawa maupun yang ada di Sumatera.

Baca Juga:

Kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam bisa dikatakan terjadi sekitan tahun 1700an hingga awal 1800an sebelum penjajah Belanda mulai mengusik ketentraman yang ada di bumi Palembang.

Sebelum Belanda masuk keadaan Palembang di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam begitu tentram dimana rakyat hidup bahagia dan makmur. Perdagangan yang merupakan tombak utama keberlangsungan hidup rakyat di wilayah Palembang pada khususnya dan Sumatera Selatan pada umumnya berlangsung dengan adil dan makmur dibawah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam, Sungai Musi yang menjadi urat nadi kehidupan ekonomi rakyat pun turut menunjang kemakmuran daerah ini.

Dalam catatan sejarah ditulis bahwa keraton pertama yang dimiliki oleh Kesultanan Palembang Darussalam merupakan Keraton Kuto Gawang terletak di lokasi yang saat ini dijadikan Pabrik Pupuk Sriwijaya (PUSRI). Pada tahun 1651 karena ada perselisihan dengan pihak Belanda akhirnya keraton ini diserbu dan dibumi hanguskan oleh kompeni.

Kemudian Kesultanan Palembang Darussalam kembali membuat sebuah keraton baru yang bernama Keraton Beringin Janggut terletak di tepian Sungai Tengkuruk di sekitar pasar 16 Ilir sekarang. Lalu selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I atau Jayo Wikramo (1724-1758) dipindahkan ke Keraton Kuto Lamo (Keraton Kuto Tengkuruk) yang didirikan pada tahun 1737 di lokasi yang sekarang menjadi lokasi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke lokasi baru yang sampai sekarang dikenal dengan nama Kuto Besak. Dahulu keberadaan Keraton Kuto Lamo di sisi Timur (Sekarang berdiri Museum Sultan Mahmud Badaruddin II) dan Keraton Kuto Besak di sisi Barat berdampingan dengan dilindungi oleh dinding benteng yang kuat dan kokoh.

Sejarah Benteng Kuto Besak

Benteng Kuto Besak sendiri merupakan lapisan dinding tebal yang melindungi keberadaan Keraton Kuto Baru dan Keraton Kuto Lamo di dalamnya. Benteng Kuto Besak sendiri dibangun selama kurang lebih 17 tahun, dimulai pada tahun 1780 dan diresmikan pemakaiannya pada hari senin tanggal 21 Februari 1797.

Pemprakarsa pembangunan Benteng Kuto Besak adalah Sultan Mahmud Badaruddin I yang diteruskan dan diselesaikan oleh anaknya Sultan Mahmud Badaruddin II.  Adapun arsiteknya konon merupakan berasal dari Eropa dengan pengawas pembangunan adalah orang-orang Cina. Biaya pembangunan benteng ini sendiri berasal dari kas pribadi sultan.

Maksud dan tujuan dari pembangunan benteng ini dapat diperkirakan adalah usaha sultan agar keberadaan keraton sebagai pusat pemerintahan kerajaan tetap aman saat sewaktu-waktu Belanda datang menyerang, sultan tampaknya tidak ingin kecolongan lagi seperti yang terjadi saat Keraton Kuto Gawang diserang dan dibumi hanguskan oleh Kompeni Belanda.

Pendirian benteng yang berada di lahan yang dikelilingi oleh sungai-sungai jelas menunjukkan bahwa siapapun yang ini masuk ke Keraton Sultan tidak dapat secara langsung mendekati bangunan tersebut tetapi harus melalui titik-titik tertentu sehingga mudah dipantau dan cepat diantisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan antara lain seperti penyerangan mendadak.

Beberapa tahun berselang setelah peresmian pertama Benteng Kuto Besak, pada tahun 1819 Belanda kembali ingin mengusik ketentraman di Palembang, mereka berusaha menaklukan Kesultanan Palembang Darussalam yang saat itu sedang berada dimasa puncak, akan tetapi kali ini Kesultanan Palembang Darussalam sudah jauh lebih siap dengan adanya benteng pertahanan yang kokoh siap untuk membendung serangan Kompeni Belanda.

Belanda pun tidak mengira bahwa saat itu Kesultanan Palembang Darussalam sudah jauh lebih siap dengan adanya Benteng Kuto Besak, terbukti saat perang Palembang pertama tahun 1819 itu Belanda dibuat kewalahan, Benteng Kuto Besak dicoba oleh peluru-peluru korvet Belanda tetapi tidak ada satu pun peluru yang dapat menembus, baik dinding maupun pintunya.

Akibatnya Belanda kehabisan peluru dan mesiu, armada Belanda pun dipukul mundur, mereka melarikan diri kembali ke Batavia yang saat itu memang sudah menjadi pangkalan utama Kompeni Belanda.

Benteng Kuto Besak Palembang dikuasai oleh Belanda

Saat perang Palembang kedua pada tahun 1821, Belanda datang dengan armada perang yang jauh lebih siap dan tangguh, mereka datang kali ini untuk membalaskan dendam atas kekalahan yang mereka alami saat perang pertama di tahun 1819.

Pada perang Palembang kedua ini, Belanda datang dengan persiapan yang jauh lebih tangguh dengan tujuan untuk menjatuhkan kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam dari Bumi Palembang. Dengan persiapan yang jauh lebih siap mereka membabi buta dan mengila, Belanda menyerang habis-habisan Benteng Kuto Besak, benteng yang tangguh itupun akhirnya jatuh ditangan Belanda dan Kesultanan Palembang Darussalam akhirnya ditaklukan Belanda pada tahun 1821. Hal ini ditandai ditangkapnya Sultan Mahmud Badaruddin II dan kemudian diasingkan di Ternate hingga akhir hayatnya Beliau dimakamkan di sana.

Setelah kekalahan Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1821 itu, Palembang akhirnya dikuasai penuh oleh Belanda. Keraton Kuto Lamo yang berada di sisi Timur Benteng Kuto Besak (Keraton Kuto Baru) dibumi hanguskan dibuat rata dengan tanah, tetapi tidak untuk Benteng Kuto Besak. Belanda menganggap Benteng Kuto Besak Palembang merupakan bangunan kokoh yang sangat hebat dan sayang untuk dihancurkan sehingga mereka dapat menggunakannnya sebagai basis kekuasaan mereka di Palembang.

Di atas reruntuhan puing Keraton Kuto Lamo dibangun rumah Komisaris Belanda (regeering commisaris). Adapun Komisaris Belanda yang pertama kali menempati bangunan ini pada tahun 1825 adalah J.L. van Sevenhoven.

Baca Juga:

Benteng Kuto Besak Palembang dijadikan museum dan tempat wisata

Keadaan Benteng Kuto Besak saat ini telah mengalami banyak perubahan. Peninggalan arkeologi yang berada di Benteng Kuto Besak berasal dari masa Kesultanan Palembang Darussalam dan Kolonial Belanda.

Peninggalan sejarah yang berasal dari masa Kesultanan Palembang Darussalam adalah tembok sekeliling benteng dan pintu gerbang bagian barat daya.

Kawasan Benteng Kuto Besak Palembang sekarang lebih dikenal dengan nama Plaza Benteng Kuto Besak. Kawasan disekitaran Benteng Kuto Besak yang tadi kumuh dibersihkan dan dibuat blok-blok batu yang tertata rapi, terciptalah kemudian sebuah lapangan luas yang bersih menghadap Sungai Musi dan Jembatan Ampera.

Plaza Benteng Kuto Besak Palembang menjadi magnet baru dikalangan masyarakat Palembang baik lokal maupun pendatang karena tempat ini memang strategis berhadapan langsung dengan Sungai Musi dan Jembatan Ampera, dan terdapat bangunan sejarah Benteng Kuto Besak juga Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang kokoh tegak berdiri di sekitarannya.

Baca Juga: Berwisata dan Belajar Sejarah Benteng Vredeburg Yogyakarta, Dekat Dengan Malioboro