Jangan Remehkan Masalah Pada Telinga. Ketahui 5 Jenis Gangguan Pendengaran Ini!
Telinga merupakan salah satu alat indra yang penting. Sebagai indra pendengaran, telinga dapat menyerap sebesar dua puluh persen informasi dari kehidupan sehari-hari. Bisa dibayangkan bagaimana jika indra yang juga berfungsi sebagai keseimbangan ini terganggu?
Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat gangguan di telinga luar (daun telinga, liang telinga), telinga tengah (gendang telinga, rongga telinga), telinga dalam (rumah siput), dan otak. Gangguan pun dapat mengenai satu telinga atau dua telinga sekaligus yang disebabkan oleh banyak faktor dan dialami semua umur dari sejak lahir sampai usia lanjut.
Tidak ada salahnya mengenal jenis-jenis gangguan telinga berikut ini sebagai referensi kewaspadaaan untuk kesehatan telinga yang lebih baik.
1. Gangguan Pendengaran Kongenital
Gangguan ini biasa disebut juga gangguan pendengaran alami atau tuli kongenital. Bila tidak segera dideteksi dan ditangani, gangguan pendengaran ini bisa menyebabkan gangguan perkembangan kognitif, psikologis, dan sosial.
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap gangguan pendengaran kongenital ialah riwayat keluarga dengan tuli saraf, lahir prematur dan berat badan lahir rendah, persalinan yang sulit dan gawat janin pada saat kelahiran, bayi kuning, mengonsumsi obat-obat yang mengganggu fungsi telinga, dan adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubella, campak, parotis, meningitis, ensefalitis, perdarahan telinga tengah, serta trauma wajah.
Pemeriksaan ke dokter sedari dini dimulai dari kelahiran berumur satu hari sampai satu bulan adalah langkah tepat untuk kemudian dapat diberikan penanganan secara lebih lanjut jika faktor resiko gangguan pendengaran konginetal memang benar-benar dirasakan sebelum merambat pada terjadinya gangguan lain seperti proses bicara, perkembangan kemampuan berbahasa, komunikasi dan proses belajar, serta perkembangan inteligensi.
2. Presbikusis
Presbikusis terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan berjalannya waktu dikerenakan penurunan pendengaran akibat penuaan. Gejala jenis gangguan pendengaran ini biasanya dimulai dengan penurunan kemampuan mendengar suara bernada tinggi, merasa suara tertentu terlalu keras, kesulitan mendengar dalam lingkungan yang bising, kesulitan membedakan suara ‘s’ dan ‘th’, mengalami telinga berdenging, menyetel suara televisi atau radio lebih kencang dari biasanya, meminta orang lain untuk mengulang apa yang mereka katakan, dan tidak dapat memahami percakapan di telepon.
Sayangnya, penurunan pendengaran ini tidak dapat disembuhkan alias bersifat permanen. Penderita presbikusis biasanya ditangani dengan pemakaian alat bantu dengar supaya dapat meningkatkan kualitas hidup. Dan pada kasus berat jika tidak dapat teratasi dengan alat bantu dengar, maka dapat menggunakan bahasa isyarat dan belajar membaca gerakan bibir.
Adapun beberapa langkah pencegahan bagi penderita presbikusis agar tidak semakin parah sehingga bisa menimbulkan kecemasan maupun depresi, yaitu menghindari paparan berulang terhadap suara kencang, menggunakan pelindung telinga di tempat-tempat yang bising, dan mengontrol gula darah jika menderita diabetes.
Baca Juga:
3. Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang terbanyak, terutama di negara-negara berkembang, dan permasalahan telinga yang paling sering dialami oleh banyak orang. Gangguan ini biasanya pada kalangan umum dikenal sebagai telinga berair atau congek yang disebabkan berbagai faktor seperti infeksi peradangan pada lubang telinga luar atau infeksi telinga tengah.
Pada banyak kasus, infeksi telinga luar disebabkan karena terlalu sering membersihkan telinga dengan menggunakan kapas telinga (cotton bud) atau benda tajam lain seperti peniti, jepitan rambut, dan lain sebagainya. Penggunaan benda-benda tersebut berdampak sehingga terjadinya luka di kulit liang telinga, atau bahkan yang paling fatal mengakibatkan robeknya gendang telinga. Luka tersebut dapat terinfeksi dan terkontaminasi dengan air yang masuk dari luar telinga, sehingga menyebabkan kondisi telinga berair.
Gejala gangguan pendengaran ini biasanya timbul berupa demam, hidung tersumbat, telinga terasa nyeri atau penuh, berdengung, sakit kepala, masalah pendengaran, dan keluarnya cairan dari telinga seperti cairan kuning, bening, atau berdarah.
Penanganan yang diberikan untuk mengatasi telinga berair haruslah optimal agar sembuh dengan tuntas. Selain segera berobat ke dokter, perlu perhatian khusus selama perawatan di rumah, yaitu telinga tidak boleh dikorek-korek terlalu sering, telinga tidak boleh kemasukan air selama mandi, dan penderita tentulah harus rutin kontrol ke dokter.
Baca Juga:
4. Sumbatan Serumen
Telinga manusia memiliki kelenjar (bagian tubuh yang menghasilkan produk tertentu) yang menghasilkan zat seperti lilin. Zat ini dikenal dengan nama serumen atau bisa disebut kotoran telinga.
Pembentukan serumen atau kotoran telinga sesungguhnya sangat bervariasi pada tiap individu, baik dari segi jumlah maupun komposisi materinya. Faktor yang mempengaruhi yakni anatomi (bentuk normal) liang telinga, jumlah kelenjar yang sangat bervariasi pada tiap individu, hingga faktor kebiasaan mengorek liang telinga yang beresiko menyebabkan terdorongnya kotoran ke dalam liang telinga.
Kotoran telinga dapat menimbulkan penyumbatan liang telinga yang dapat berujung pada gangguan pendengaran atau dapat juga disebut impaksi serumen (kotoran telinga yang terjebak di dalam liang teliga) atau serumen obturans (kotoran telinga yang menimbulkan sumbatan di liang telinga). Penyumbatan ini terkadang dapat menimbulkan rasa tertekan di telinga, penurunan ambang dengar (penurunan fungsi pendengaran), dan hingga rasa berdenging pada telinga.
Alat yang sering digunakan untuk membersihkan serumen umumnya adalah cotton bud (kapas pembersih telinga).
Namun sayangnya, cotton bud menjadi pemicu banyaknya kasus cedera pada telinga, terutama dialami oleh anak- anak. Sebaiknya liang telinga tidak perlu dimasukkan atau disodok jenis alat apa pun untuk dibersihkan, karena telinga memiliki mekanisme sendiri dalam membersihkan dirinya.
Adapun alternatif pembersih telinga lainnya ialah bisa menggunakan obat tetes telinga yang tersedia di apotek, atau langsung melibatkan pihak medis seperti berkonsultasi dengan dokter spesialis THT sebagai langkah yang paling tepat.
5. Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan
Paparan suara keras yang terlalu sering dapat membuat kemampuan pendengaran jadi berkurang, apalagi suara keras yang kekuatannya lebih besar dari 90 dB bisa-bisa menyebabkan gangguan fisik pada organ telinga.
Sumber kebisingan ini bisa bermacam-macam, misalnya dari lingkungan kerja, dari musik yang didengarkan, pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), dan lain sebagainya.
Gangguan pendengaran ini dapat menimbulkan sejumlah disabilitas seperti masalah dalam percakapan, menurunkan kemampuan untuk mendeteksi, mengidentifikasi, serta melokalisasi suara dengan cepat dan tepat.
Gangguan pendengaran yang tidak dikoreksi dapat menimbulkan penurunan kualitas hidup, isolasi diri, penurunan kegiatan sosial, dan perasaan seperti tidak diikutsertakan yang dapat meningkatkan prevalensi gejala depresi.
Agar kesehatan pendengaran tetap terjaga dari kebisingan, kita-kiat seperti tidak terlalu dekat dengan mesin atau benda apa pun yang mengeluarkan suara bising, jangan terlalu sering menggunakan headphone untuk mendengarkan musik dan mengatur volumenya sampai tingkatan enam puluh persen saja, serta menggunakan menggunakan pelindung atau penyumbat telinga untuk mengantisipasi kebisingan yang sangat mengganggu dapat diterapkan sebagai upaya pencegahan.
Demikianlah pembahasan mengenai lima jenis gangguan pendengaran yang sangat memungkinkan akan dialami oleh manusia. Tidak salahnya mencoba hidup dengan menghindari berbagai rincian yang membuat telinga terganggu sebelum benar-benar merasakan ketidaknyamanan abadi dan menimbulkan gejolak emosi yang semakin tak terkendali.
Baca Juga:
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.