Mengambil Kisah Ketegaran Hidup Dari Novel Bidadari Bermata Bening


Membaca kisah Ayna tentu tidak akan lepas dari kejadian-kejadian yang mengharukan. Masalah demi masalah datang pada Ayna yang menginjak dewasa. Tawaran menikah dengan seorang Kyai muda bernama Yusuf Badrudduja yang statusnya adalah duda dengan dua anak, ternyata tidak disetujui keluarga Pakdhe dan Budhenya. Padahal, dengan menikah dengan Kyai Yusuf, tentu Ayna bisa hidup lebih baik dan melanjutkan pendidikannya. Namun, ternyata Tuhan memiliki rencana lain untuk Ayna.

Ayna seperti terkungkung di rumahnya sendiri. Bagaimana tidak, Pakdhe dan Budhenya akan menjodohkannya dengan pemuda desa kaya raya yang menjadi anggota DPRD di daerahnya. Sungguh, ujian batin bagi Ayna, antara tetap menuruti keinginan keluarga ibunya tersebut atau meninggalkan mereka dengan resiko bahwa ia tidak akan diakui sebagai keponakannya lagi.

Di tengah pergolakan batinnya, datanglah Gus Afif, anak bungsu Kyai Sobron dan Bu Nyai Fauziah yang menyatakan perasaanya dan berniat mempersuntingnya. Inilah kondisi yang menguras energi batin Ayna. Selama mengabdi menjadi Khadimah di pesantren, Ayna diam-diam juga menyimpan rasa pada anak Kyai yang dihormatinya tersebut. Namun, Ayna sadar, siapalah dirinya yang hanya seorang Khadimah. Apalagi, ia pernah mendengar Bu Nyai nya mengatakan bahwa anak bungsunya tersebut harus terus melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Mesir setelah lulus Aliyah. Ayna adalah gadis dengan kesetiaan dan penghormatan yang tinggi kepada Bu Nyai Fauziah yang ia anggap sebagai ibunya sendiri.

“Gus Afif, mohon dengarkan. Setelah ibuku wafat, saat itu aku kelas satu aliyah, aku lalu memutuskan tetap di pesantren dengan menjadi Khadimah. Sejak itu, Ummi sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri. Sabda beliau, sakral bagiku, seperti sabda ibuku sendiri. Aku pulang kesini karena sabda Ummi. Demi Allah, kalau yang meminta aku menjadi istrimu adalah Bu Nyai Nur Fauziyah, Ibundamu, aku tidak akan menolaknya. Tapi jika beliau tidak merestui, seribu kali kau minta, meskipun jujur aku memiliki perasaan yang sama dengan Njenengan, aku tidak bisa mengabulkannya.” (hal. 154)

Sungguh, menelusuri kehidupan Ayna seperti dilemparkan ke dunia dimana Ayna berada, menguras emosi dan gejolak jiwa. Lamaran Gus Afif yang tidak kunjung datang, membuat Ayna terpaksa menerima Yoyok, sang anggota DPRD yang kaya raya karena tekanan dari Pakde dan Budenya. Bagi Ayna, dengan menikahi Yoyok, ia bagaikan tokoh pewayangan Shinta yang tengah diculik Rahwana. Ayna menunggu sang Rama yaitu Gus Afif suatu saat menjemputnya.

Perjalanan Ayna dan Gus Afif dalam mencapai ridho Allah SWT begitu panjang. Mereka berdua dihadapkan pada kenyataan hidup yang berkebalikan dengan keinginan hati. Gus Afif yang sempat koma setelah cintanya pada Ayna kandas oleh pernikahan Ayna dengan Yoyok, memutuskan pergi mencari kehidupan yang hakiki dengan menjadi pedagang kaki lima di jalanan. Sementara Ayna yang telah bercerai dengan Yoyok dengan segala upaya, mencoba menjalani hidup baru sebagai pelayan kafe, juga petugas cleaning service di sebuah kantor. Di sinilah, kegigihan dan keimanan mereka berdua ditempa sebelum dipertemukan kembali.

Pesan yang disampaikan dalam Novel Bidadari Bermata Bening

Novel Bidadari Bermata Bening memang dihadirkan Kang Abik di tengah kehidupan modern yang syarat akan godaan duniawai. Pesan yang ingin disampaikan Kang Abik adalah ketakwaan kepada Allah SWT dan pencarian ilmu hingga akhir hayat. Bahwa mencari ilmu bisa dilakukan dimana pun sesuai dengan kegigihan kita. Segala ujian yang kita lalui sebagai manusia tidak lain hanyalah ujian dari Allah untuk meningkatkan derajat hambaNya. Membaca novel ini seperti melihat kejadian-kejadian penuh hikmah yang dapat dijadikan pembelajaran dalam hidup.

Namun, tentu dibalik kelebihan sebuah novel, masih ada kekurangannya. Sejak awal membaca novel Bidadari Bermata Bening, ada banyak sekali kata yang tidak ada spasi atau kata yang kurang hurufnya. Saya menemukan lima belas halaman lebih dengan kata tanpa spasi ataupun kurang hurufnya. Semoga saja, kekurangan ini bisa diperbaiki ke depannya sehingga pembaca akan merasa nyaman ketika membacanya.

Terlepas dari kekurangan di atas, novel Bidadari Bermata Bening ibarat sumber mata air di tengah padang pasir. Isinya yang memberikan pemahaman tentang dunia pesantren, adab dalam pergaulan laki-laki dan perempuan, juga ketakwaan pada Allah SWT adalah oase yang melegakan di tengah suasana negeri yang panas ini. Negeri ini butuh generasi muda yang memiliki budi pekerti yang baik, juga pengetahuan yang luas serta agama yang kuat. Novel Bidadari Bermata Bening menyuguhkan segala aspek itu dengan bahasanya yang renyah dan tidak terkesan menggurui.

Baca Juga: Review Novel Asiyah: Sang Mawar Gurun Fir’aun, Kisah Tangguh Pengasuh Nabi Musa

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Senior

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *