5 Ciri Pola Asuh Helicopter Parenting dan Dampaknya Untuk Anak


Ilustrasi orang tua helikopter (pexels.com/august-de-richelieu)

Menjadi orang tua dengan tugas mendidik anak bukanlah hal yang mudah. Tidak ada sekolah yang mengajarkan cara menjadi orang tua yang baik dan tidak ada yang namanya orang tua yang sempurna. Dan setiap orang tua memiliki pola asuh yang berbeda karena anak-anak pun memiliki kepribadian yang tidak sama satu dengan lainnya.

Salah satu gaya pengasuhan yang tidak baik untuk anak adalah pola asuh helikopter atau dikenal dengan helicopter parenting. Pola asuh ini menerapkan perlindungan dan kontrol yang berlebihan terhadap anak.

Agar tidak terjebak dengan gaya pengasuhan ini, berikut 5 ciri pola asuh helicopter parenting yang perlu orang tua ketahui.

1. Pola asuh helicopter parenting memiliki aturan yang sangat ketat untuk anak

Ilustrasi orang tua yang terlalu disiplin terhadap anak (freepik.com/freepik)

Anak-anak membutuhkan disiplin, tetapi aturan yang terlalu ketat dan kaku dari orangtua akan membuat mereka stres dan tertekan. Orang tua helikopter biasanya punya segudang batasan untuk anak dan siap memberikan hukuman untuk setiap pelanggaran aturan yang dilakukan anak.

Padahal masa anak-anak adalah masa belajar segala hal, dan sudah pasti mereka akan membuat kesalahan karena minimnya pengetahuan. Aturan dan hukuman yang diterapkan pada anak harus bersifat fleksibel dan bersifat mendidik, agar anak mendapat pelajaran dari kesalahan yang dibuatnya dan tidak mengulangi lagi.

Baca Juga:

2. Selalu mengawasi dan mengoreksi anak

Ilustrasi orang tua yang terus mengawasi anak (freepik)

Orang tua helikopter selalu merasa harus terus menerus mengawasi setiap kegiatan dan perilaku anaknya, terutama ketika berada di luar rumah. Bahkan saat anak di sekolah pun, orang tua tipe ini akan sering menghubungi guru untuk mengecek kondisi dan progres anaknya. Mereka juga akan selalu mengoreksi setiap langkah anak yang dianggap tidak sesuai.

Sikap seperti ini akan membuat anak tertekan dan tidak percaya diri, karena merasa tidak dipercaya. Anak akan bersikap pasif, tidak berani mengambil resiko dan mengeksplorasi peluang baru karena takut untuk berbuat kesalahan. Akibatnya, anak akan sulit berkembang baik dari segi keterampilan maupun segi sosial.

3. Menyelesaikan masalah yang dihadapi anak

Ilustrasi orang tua helikopter (freepik)

Walaupun masih kecil, pada tahun-tahun awal kehidupannya, anak juga akan menghadapi konflik. Tentu saja masalah yang ditemui adalah masalah yang sederhana, seperti rebutan mainan dengan teman atau tidak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan. Seiring bertambahnya usia, masalah yang dihadapi pun akan semakin banyak dan besar.

Ketika anak menghadapi masalah, sebenarnya itu adalah waktu yang tepat bagi anak untuk belajar problem-solving. Tetapi jika orang tua turun tangan ikut membantu menyelesaikannya, padahal hanya berupa masalah kecil, maka ini akan  membuat anak sangat tergantung kepada orang tuanya, bahkan sampai dewasa kelak. Ke depannya, mereka akan menjadi orang yang menghindari konflik dan cenderung untuk melemparkan masalah ke orang lain, bukan mencari solusinya sendiri.

4. Terlalu terlibat di segala bidang kehidupan anak

Ilustrasi orang tua helikopter (freepik.com/dcstudio)

Ada masanya anak tidak mau lagi dibantu orang tua dalam hal tertentu, terutama jika anak menjelang remaja. Di usia pra remaja dan remaja, anak mulai mencari jati diri dengan belajar membuat keputusan sendiri, terkadang tanpa melibatkan orang tua.

Orang tua helikopter biasanya akan terus terlibat dalam kehidupan anak, bahkan hingga mereka dewasa. Bahkan saat mereka sudah di bangku SMA atau kuliah pun bisa saja orang tua masih membayangi anaknya dengan mengatur pertemanan atau menghubungi guru jika nilai anak jelek. Pengasuhan seperti ini selain membuat anak malu dan harga dirinya turun, juga membuat anak terkekang dan merasa tidak dipercaya.

Baca Juga:

5. Selalu merasa khawatir akan keselamatan anak

Ilustrasi orang tua khawatir berlebihan (freepik)

Orang tua helikopter memiliki kekhawatiran berlebih terhadap anaknya, termasuk keselamatannya saat berada di luar rumah. Untuk memastikan anaknya baik-baik saja, mereka akan berusaha terus berkomunikasi dan merasa harus mengetahui keberadaan anaknya setiap menit.

Sikap membayang-bayangi (seperti helikopter) ini tentunya sangat mengganggu anak, terutama yang sudah dewasa dan butuh keleluasaan bergerak untuk menjalankan kegiatannya. Saat anak kecil mungkin hampir setiap orang tua bersikap protektif, tetapi semakin anak besar dan dewasa, orang tua harus mulai bisa melepas dan membiarkan anak menjalani kehidupannya, tanpa perlu diawasi setiap menit.

Ada nasihat yang mengatakan bahwa orang tua mendidik anak agar satu hari nanti anak bisa hidup mandiri tanpa orang tua. Tetapi dengan gaya pengasuhan helicopter parenting yang disebutkan di atas, anak tidak akan mampu berdiri sendiri, tidak percaya diri, selalu takut berbuat kesalahan dan tidak bisa membuat keputusan sendiri.

Sebagai orang tua, wajib mempelajari red flag dalam pengasuhan agar anak tumbuh dengan didikan yang baik dan menjadi orang dewasa yang baik pula.

Baca Juga: Menurut Islam, 7 Sikap Ini Wajib Diajarkan Kepada Anak Laki-laki

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Senior

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *