Membangun Filantropi Santri Mandiri Melalui Hidroponik
Kemajuan dalam bidang teknologi membawa dampak positif maupun negatif terhadap peradaban manusia terutama santri. Adanya teknologi yang canggih menjadikan dunia seolah tiada batas, segala informasi bisa diakses secara cepat dan mudah. Di sisi lain, perkembangan teknologi yang sangat pesat ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap moral anak bangsa.
Kurangnya filter terhadap budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia mengakibatkan terjadinya degradasi moral anak bangsa. Perilaku amoral anak bangsa mulai bermunculan, seperti kurangnya tanggung jawab terhadap studinya, tawuran, bahkan kehidupan bebas antara laki-laki dan perempuran. Fenomena yang memprihatinkan ini membawa kekhawatiran tersendiri pada orang tua, segala upaya dilakukan untuk menghindarkan anaknya dari perilaku amoral.
Pondok pesantren adalah salah satu solusi yang saat ini dianggap sebagai tempat yang cocok untuk pembinaan moral anak-anak muda. Mayoritas orang tua berharap penuh kepada pola pendidikan pondok pesantren. Mereka berharap anak-anaknya bisa menjadi anak yang berakhlaqul karimah dan juga mandiri. Sehingga selepas dari pesantren, mereka langsung bisa bertanding dalam kehidupan. Ada satu hal yang menjadi pertanyaan, benarkah selepas dari pesantren, seorang anak bisa menjadi pribadi yang mandiri? Dan apakah parameter dari kemandirian ini?
Pesantren sering diartikan sebagai asrama tempat santri mengaji dan menimba ilmu. Kata pesantren berasal dari kata dasar ‘santri’ yang diberi awalan ’pe’ dan akhiran ‘an’. Selanjutnya kata itu berubah menjadi ‘en’ (pesantren), yang dikarenakan pengucapan. Pondok pesantren muncul pertama kali di Indonesia adalah Ampel Denta dalam asuhan Sunan Ampel, pada abad ke-16 M. Santri-santri dalam asuhan Sunan Ampel dikader untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok tanah air.Sebagian bahkan ada yang ditugaskan untuk menyebarkan ajaran Islam hingga ke negara-negara tetangga.
Upaya penyebaran Islam oleh murid-murid Sunan Ampel ini yang akhirnya pesantren-pesantren mulai menjamur di seluruh penjuru tanah air. Puncaknya yaitu pada masa Syekh Kholil Bangkalan, awal pertengahan abad ke-19 serta awal abad ke-20. Melalui tangan beliaulah muncul kiai-kiai besar nusantara yang kemudian dapat melahirkan kiai-kiai besar lainnya. Satu pesantren bahkan lebih berdiri hampir di setiap kecamatan bahkan desa.
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang mencetak santri menjadi pribadi yang mandiri, tidak hanya dari segi keilmuan tetapi juga dalam manajemen diri. Intensitas santri dan kiai dalam belajar tak terbatas selama dua puluh empat jam menjadikan pembelajaran dalam pesantren menjadi lebih matang. Kemandirian dari seorang santri bisa dilihat dari rutinitasnya setiap hari di pesantren yang jauh dari orang tua, misalnya memasak sendiri, mencuci baju, menyiapkan segala kebutuhannya setiap hari dan sebagainya.
Apakah kemandirian santri hanya sebatas ini? Sebagian pesantren tidak hanya sekedar mengajarkan kemandirian sebatas manajemen diri, tetapi juga mempersiapkan santrinya untuk menjadi entrepreneur. Sehingga apabila seorang santri telah lulus, maka dia telah siap untuk terjun di masyarakat, tidak hanya sebatas sebagai pekerja, tetapi menciptakan lapangan pekerjaan.
Terdapat delapan bidang terkait kemandirian santri di pondok pesantren, yaitu kesadaran belajar mandiri, kognitif agama tentang kemandirian, percaya diri, harapan untuk mandiri, teguh pendirian, manajemen diri, membantu orang lain, dan menolong diri sendiri. Sebanyak lima bidang kemandirian yang dianggap paling tinggi, yaitukesadaran belajar mandiri, kognitif agama tentang kemandirian, percaya diri, harapan untuk mandiri, dan teguh pendirian. Sedangkan tiga bidang yang dianggap masih rendah yaitu manajemen diri, menolong diri sendiri, dan membantu orang lain.
Kemandirian yang diulas di atas adalah sebatas pada manajemen diri. Di sisi lain, beberapa pesantren telah memberikan bekal skill yang bisa diterapkan seorang santri apabila sudah terjun di masyarakat, seperti tata boga, jahit-menjahit, pertanian, bengkel dan sebagainya. Seorang santri yang ingin mencapai tingkat kemandirian haruslah menguasai manajemen diri dan juga penguasaan skill yang nantinya bisa diterapkan di masyarakat.
Sebagai makhluk yang memiliki rasa cinta terhadap sesama, seorang santri harus bisa berbagi dan mengajak dalam kemaslahatan umat. Jiwa entrepreneur yang dimiliki seorang santri akan mempermudah terwujudnya konsep filantropi santri mandiri. Istilah filantropi bisa diartikan sebagai cinta sesama, filantropi dalam islam bisa diartikan sebagai rasa berbagi, contoh dalam kegiatan zakat, sedekah. Seorang entrepreneur bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain. Dalam hal ini akan terbentuk rasa cinta dan berbagi terhadap sesama dengan landasan ajaran islam.
Upaya untuk mencetak santri mandiri berskala entrepreneur bisa dilakukan dengan berbagai hal, salah satunya dengan teknologi mutakhir yang mudah dan dibutuhkan oleh masyarakat. Hidroponik adalah teknik bercocok tanam yang memanfaatkan media air tanpa menggunakan media tanah dengan menfokuskan pada pemenuhan nutrisi tanaman. Penggunaan media air pada hidroponik menjadikan kebutuhan air lebih sedikit daripada kebutuhan air pada cocok tanam dengan media tanah.
Tingginya pertumbuhan property yang masif yang berakibat pada konversi lahan pertanian menjadi non pertanian berakibat pada minimnya media tumbuh tanaman. Sehingga muncul permasalahan terhadap permintaan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan sumber makanan sehat yang bebas polutan. Hidroponik bisa menjadi solusi dalam budidaya tanaman dengan memanfaatkan keterbatasan lahan. Prinsipnya adalah penekanan pada konsep produksi tanaman secara berkelanjutan, tidak terkendala oleh musim dengan menerapkan teknologi energi bersih (clean energy technologies). Berbagai komoditas tanaman hortikultura dapat dihasilkan dengan memanfaatkan air dan pupuk secara efisien, seperti tanaman bayam, selada, sawi dan sebagainya.
Terdapat beberapa keuntungan dari budidaya tanaman secara hidroponik dibandingkan secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman dapat dikontrol, tanaman berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terkena hama penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien dan efektif, budidaya berkelanjutan tanpa tergantung oleh musim, dan budidaya dapat dilakukan pada lahan yang sempit.
Pertanian hidroponik sangat potensi untuk dikembangkan pada masa ini, bahkan suatu negara yang bertanah tandus pun bisa mengembangkan pertanian hidroponik. Masih minimnya pengembangan pertanian hidroponik di Indonesia menjadikan teknik bertanam ini sangat menarik untuk dipelajari dan dikembangkan. Teknik bertanam secara hidroponik yang tidak tergantung pada musim berakibat pada tingginya hasil panen, sehingga petani hidroponik kapanpun bisa memanen dan mendapat keuntungan yang tinggi.
Aplikasi pertanian hidroponik sangat cocok untuk dijalankan pada suatu pondok pesantren. Kekosongan waktu santri selama berada dalam lingkungan pesantren bisa diekspresikan dengan bertanam menggunakan metode yang menyenangkan dan menggugah kreatifitas santri. Hidroponik bisa menstimulus ide kreatif santri untuk mengembangkan tanaman, disamping itu juga teknik hidroponik bisa menghasilkan hasil panen yang melimpah dan juga berkualitas. Pertanian hidroponik tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama dalam bertanam seperti pertanian konvensional dengan menggunakan media tanah. Adanya pertanian hidroponik menjadikan lingkungan pesantren lebih asri yang memiliki nilai estetika tersendiri.
Pembekalan skill pertanian hidroponik bisa menanamkan nilai-nilai ibadah dalam ajaran Islam, baik hubungan kepada Allah SWT (ibadah mahdah) maupun hubungan sesama manusia dan makhluk lainnya (mu’amalah). Sebagai khalifah di muka bumi, manusia harusnya menjaga dan mengolah segala kekayaan alam yang ada di muka bumi sebagai suatu tanggung jawab seorang hamba kepada sang khalik, yaitu Allah SWT. Proses pertanian hidroponik bisa mengajarkan hal-hal ini, seorang santri akan bebas bereksplorasi dalam dunia tanaman untuk mengetahui kebesaran Allah SWT. Dengan demikian, keimanan kepada Allah SWT tidak hanya dibuktikan dengan menyembah-Nya tetapi juga diwujudkan dalam bentuk sifat peduli terhadap alam.
Dalam hubungannya dengan sesama manusia, pertanian hidroponik akan mengajarkan rasa berbagi, bekerjasama dengan sesama manusia untuk suatu tujuan kebaikan dalam pengolahan tanaman. Skill dalam team work sangat dibutuhkan dan tentunya seorang santri akan terlatih dalam penguasaan skill tersebut. Selain itu juga, sikap responsif seorang santri terhadap tanaman akan memunculkan rasa kecintaan tersendiri terhadap tanaman, sehingga mereka akan berusaha untuk terus berusaha dalam mengembangkan ide-ide dan menemukan teknis-teknis baru dalam meningkatkan hasil pertanian hidroponik yang bermutu bagi kemaslahatan umat. Ide-ide kreatif santri selama bertanam dengan teknik hidroponik menunjukkan bahwa santri telah memiliki jiwa entrepreneur.
Wirausahawan adalah seorang yang mengorganisasikan dan mengarahkan usaha dan pengembangan baru, memperluas dan memberdayakan suatu perusahaan/organisasi, untuk memproduksi produk baru atau menawarkan jasa baru kepada pelanggan baru dalam suatu pasar yang baru. Seorang wirausahawan memiliki karakteristik seperti inovatif, kreatif, adaptif, dinamik, kemampuan berintegrasi, kemampuan mengambil resiko atas keputusan yang dibuat, integritas, daya juang, dan kode etik.
Proses internalisasi jiwa wirausaha pada pesantren dapat berjalan dengan maksimal jika didukung dengan budaya kewirausahaan. Hal ini sebagai salah satu wujud kondusifnya atmosfir akademik pada lingkungan pesantren. Proses penciptaan budaya kewirausahaan dapat melalui berbagai bentuk proses pembelajaran kontekstual. Hidroponik yang terintegrasi dalam pembelajaran pesantren bisa mendukung tercapainya kemandirian santri dalam level entrepreneur. Sehingga konsep santri mandiri tidak hanya terbatas pada kemandirian dalam manajemen diri selama dalam lingkungan pesantren, tetapi seorang santri bisa mengembangkan skill, berpikir kritis dan kreatif dalam menuangkan ide-ide untuk kemajuan masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam hal ini, pendidikan suatu pesantren akan mencetak seorang santri mandiri yang tidak hanya bisa menbangun diri dan masyarakat tetapi juga membangun negara untuk mencapai kemandirian bangsa. Santri berdaya menjaga martabat kemanusiaan.
Baca Juga: 7 Manfaat Memasukkan Anak di Pondok Pesantren
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.