CerpenSastra

Ke Terang-an

Tubuhnya tersandar di benda hitam yang menyerupai dinding  kokoh namun, terkadang bisa ditembus. Raganya terkapar terlebih lagi jiwanya. Seperti pasrah, tapi jiwa terus  meronta dan terus menerus menyapa sebuah kebingungan. Keadaan sekitar hitam, tapi tidak gelap. Ruangan seperti sempit, tapi terus melebar.

Pria itu bangkit dari sandarannya dan mulai lari kembali namun, nihil. Pria itu seperti lari di tempat, berhenti kembali di tempat dengan sisi-sisi yang sama hitam. Dia kembali terduduk dan mulai pasrah dengan keadaan, di saat yang sama muncul setitik cahaya. Kembali, pria itu berlari menuju cahaya yang muncul tepat di arah depan pandanganya. Namun, hanya lelah lagi yang ia dapat. Semakin dia berlari, cahaya itu semakin redup.

Dia pun kembali terdiam, tapi berbeda dengan sebelumnya kini, keadaan tubuhnya terlentang dan pandangan lurus menghadap ke atas. Meski lelah, pria itu masih mampu berlari bahkan bertarung walaupun dipaksakan atau bahkan mengulang kembali kebiasaannya yaitu sangat memaksakan. Keadaan tubuhnya menyatu dengan lantai, diam tanpa berkata apapun dan tak bergerak sama sekali.

Memejamkan mata dan merasakan tubuh lelah, tak lama pejamannya dipaksa untuk membuka oleh cahaya yang begitu terang, menyoroti tepat di arah tatapannya. Dia membuka matanya perlahan. Tak kuat ditatap cahaya itu, dia menutupi matanya untuk memperkecil cahaya yang menyoroti. Cahaya itu tak menghilang, hal itu juga yang membuat pria itu tak begitu antusias untuk mendekati cahaya itu.

Masih dalam posisi terlentang, cahaya itu belum menghilang lalu pria itu langsung bangkit dan coba melompat untuk menggapai cahaya, seketika itu pula cahaya menghilang. Jiwa yang masih meronta-ronta membuat pria itu cukup frustasi dan keletihan dari raga pria itu terabaikan, alhasil pria itu berlari terus menerus dengan hasil yang mungkin pria itu juga tau. 

Pria itu terhenti setelah merasakan seseorang yang juga ikut lari di sampingnya, meski agak sedikit jauh. Namun, langkah kakinya begitu terdengar di telinga pria itu. Kemudian pria itu menghentikan langkah kakinya yang cukup cepat dengan perlahan sembari melihat sekitar. Suara itu semakin terdengar jelas saat pria itu mencoba mencari sumber suara tersebut.

Dengan perlahan, pria itu melangkahkan kaki yang menurutnya mendekati sumber suara. Suara itu semakin keras, tapi pria itu sama sekali belum melihat seseorang di sekitarnya. Kembali, dia pasrah dan berhenti mengikuti dan mencari sumber suara itu, seketika itu pula suara itu menghilang. Pria itu kembali kebingungan dengan apa yang ia alami.

“Aku ada di mana!” teriaknya menggema. Di arah depan terlihat seseorang yang bersembunyi, hanya kepalanya saja  yang terlihat dan sedikit agak miring. Tak terlihat wajah. Kepalanya semua hitam, tapi terlihat jelas bentuk kepalanya seperti manusia yang yang oleh pria itu mungkin tidak asing lagi. “Kamu siapa?” teriak pria itu.

Namun, bukan jawaban yang terlontar, tapi manusia hitam itu malah menyembunyikan semua tubuhnya. Pria itu mencoba mendekatinya, tetapi seperti dua magnet yang berbeda kutub. Manusia hitam menjauh ketika pria mendekat dan hanya kembali mengintip ketika pria tak lagi mendekatinya. Semakin aneh, itulah yang pria itu rasakan, sekarang. Suara langkah kaki kembali terdengar namun, pria itu menghiraukannya.

Suara itupun hanya sepintas terdengar dan kembali menghilang. Di posisi duduk dengan kaki dipeluk kedua tangannya, pria itu berpikir keras. “Apakah aku sudah mati?” teriaknya spontan, “apakah karena aku gak berguna. Sampai mati pun, aku harus seperti ini!” Tiba-tiba muncul wajah tepat di depannya yang membuat pria itu kaget dan terpental ke belakang. 

Terdengar suara pukulan, sontak pria itu langsung menatap ke sumber suara itu. Terlihat, seseorang yang sedang dipukuli bertubi-tubi. Pria itu berlari dan berusaha melerai. Pria itu langsung berusaha menyentuh tangan yang memukuli seseorang itu, tetapi malah tak bisa disentuh dan hanya tembus begitu saja. Pria itu mencoba memukulnya namu, tetap seperti memukul angin.

Pria itu tersadar saat ia menghentikan usahanya untuk melerai mereka berdua, bahwa mereka juga manusia hitam yang sama ia temui tadi. Pria itu melihat ke sekitar dan dugaannya salah, manusia hitam yang mengintipnya masih tetap mengintip dari kejauhan. 

Pria itu pun duduk kembali memeluk kedua kakinya yang ditempel di dadanya. “Kenapa kamu seperti malu melihatku, aku bukanlah orang kaya. Sehingga, kamu menjauh saat aku mencoba mendekatimu.” Meski bertanya kepada manusia pengintip pun, tetap jawabannya hanya dengan bersembunyi. “Lalu kenapa kamu terus memukuli manusia hitam lemah itu padahal kamu pun sama denganya, bahkan kalian berdua bisa dikatakan kembar.”

Pria itu dihiraukan oleh manusia hitam yang sedang memukuli itu, apalagi oleh manusia hitam yang dipukuli. Dia hanya seperti kesakitan, tapi tak berdarah sedikit pun. “Suara itu lagi. Sebenarnya kamu di mana!” Suara itu malah terus mengeras. “Apakah juga si pemalu yang ngintip itu, hah!” Wajah hitam muncul tepat di hadapannya, mengagetkan pria itu lagi. Sontak ia berlari ke arah sebaliknya. Dirasa wajah itu tak mengikutinya, pria itu menghentikan larinya. Suara itu kembali terdengar, manusia pengintip kembali memasang tatapannya kepada pria itu dan manusia hitam yang sedang memukuli, masih terlihat jelas oleh pria itu.

Kembali,  pria itu hanya duduk dengan posisi tangan memeluk kakinya. Namun, kepalanya kini menunduk di antara kedua lututnya. Tak lagi merespon para manusia hitam itu dan juga tak lagi mencari sumber suara, dihiraukannya semua itu. Menarik napas dengan hidung dan dikeluarkan dari mulut, hal itulah yang kini pria itu lakukan. Suara itu perlahan mulai mengecil lalu hilang, manusia hitam itu juga mulai memudar lalu menghilang.

Pria itu terus mengatur napasnya, membuat dirinya begitu tenang dan jiwanya juga ikut tenang. Cahaya mulai menampakan lagi, tapi pria itu tetap mempertahankan posisinya itu. “Pergilah itu cahaya dariku, tapi aku muncul karenamu. Jangan mempertahankan posisimu, tapi pertahankanlah aku, pikiran tenangmu atau tepatnya pikiran positifmu” Suara itu begitu jelas di sampingnya. Pria itu dengan cepat memalingkan wajahnya ke samping itu namun, tidak ada siapa-siapa. Cahaya itu masih terus ada, pria itu berdiri dan mulai melangkah menuju cahaya tersebut.

Perlahan, tapi pasti, pria itu terus menggerakan kakinya ke depan. Langkah demi langkah dia lalui dan seiringan dengan itu, cahaya terus bersinar terang. Pria itu pun seperti masuk ke sebuah pintu cahaya dan meninggalkan kegelapan itu.

Baca Juga: Banyak Jalan Menuju Mekkah

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button