Bukan Jadi Langsing, Kenapa Berat Badan Tidak Turun Setelah Puasa Ramadhan?

“Sudah puasa satu bulan kok berat badan tidak turun sih?”, “Waduh, berat badan malah naik nih saat bulan puasa.” Keluhan seperti ini mungkin sudah sangat sering kita dengarkan, baik dari saudara, orang tua, tetangga, sampai teman-teman kita. Padahal, jauh-jauh sebelumnya, mereka sudah meniatkan bulan tersebut sebagai ‘bulan menurunkan berat badan dengan cepat’.
Pandangan umum di masyarakat saat ini adalah puasa dapat menjadi sarana untuk menurunkan berat badan dengan cepat. Logikanya sederhana: ketika puasa Ramadhan, frekuensi makan menjadi lebih sedikit, maksimal dua kali sehari. Lebih-lebih lagi, jadwal makan yang ditiadakan adalah jadwal makan siang, yang notabene merupakan jadwal makan yang paling ‘berisi’. Logika tersebut sebenarnya bisa diterima dari sisi kesehatan. Penjelasannya dapat ditinjau dari aspek keseimbangan energi dan metabolisme tubuh.
Kelebihan berat badan, atau kegemukan, dapat timbul ketika terjadi ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluran energi di dalam tubuh. Selama kedua hal tersebut berjalan seimbang, berat badan kita akan tetap ideal. Komponen terbesar asupan energi adalah makanan, sedangkan komponen terbesar pengeluaran energi adalah aktivitas fisik.
Baca Juga:
Glukosa sebagai sumber energi utama tubuh
Secara garis besar, makanan yang kita asup mengandung komponen karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa yang berperan sebagai sumber energi utama tubuh, yakni digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Bila tubuh mengalami kelebihan glukosa, maka akan disimpan di dalam jaringan otot dan hati dalam bentuk glikogen. Simpanan ini akan digunakan ketika tubuh memerlukannya. Sementara itu, lemak disimpan di dalam jaringan adiposa, dan berfungsi di antaranya sebagai cadangan sumber energi tubuh.
Saat berpuasa, tubuh mengalami kekurangan glukosa. Dalam kondisi ini, simpanan glukosa di dalam jaringan akan digunakan sebagai sumber energi tambahan. Bila tubuh masih kekurangan juga, lemak yang terdapat di dalam jaringan adiposa akan turut digunakan.
Akibatnya, massa jaringan tersebut akan berkurang, dan akan berpengaruh terhadap berat badan seseorang. Jadi, dengan asupan makanan yang lebih sedikit dan aktivitas fisik yang semestinya tidak banyak mengalami penurunan, puasa sebenarnya dapat membantu menurunkan berat badan dengan cepat, atau setidaknya memeliharanya tetap ideal.
Analisa fenomena yang terjadi di masyarakat
Akan tetapi, bila diperhatikan lebih jauh, terdapat beberapa fenomena di masyarakat yang justru mendukung terjadinya pertambahan berat badan atau kegemukan saat bulan Ramadhan. Berikut penulis paparkan beberapa fenomena tersebut.
1. Pengeluaran bulan Ramadhan untuk makan justru membengkak
Dari sisi ekonomi, banyak ibu rumah tangga yang mengeluhkan pengeluaran rumah tangganya yang membengkak saat memasuki bulan Ramadhan. Loh, bukankah seharusnya menjadi berkurang, karena frekuensi makannya hanya dua kali? Dari sini terlihat bahwa ketersediaan makanan pada saat bulan puasa makin bertambah, meski sekali lagi, frekuensi ‘makan nasi’-nya hanya dua kali saja.
2. Frekuensi makan justru meningkat
Ini terkait dengan kultur di Indonesia yang meyakini bahwa yang disebut dengan makan adalah makan dengan nasi. Sementara yang lainnya, tidak dihitung. Bila kita hitung, selain makan nasi, berapa kali kita makan selama bulan Ramadhan? Dimulai dari makan saat berbuka, setelah salat magrib, setelah terawih, dan sahur. Itu saja sudah terhitung empat kali. Kebanyakan, kalau tidak semuanya, makanan yang dimakan di atas mungkin banyak mengandung karbohidrat dan lemak, meski bukan dalam bentuk nasi. Dengan demikian, yang sebenarnya terjadi adalah kenaikan asupan energi, bukan malah sebaliknya.
3. Jadwal makan yang tidak sehat
Misalnya, setelah selesai makan malam langsung tidur. Begitu pun dengan sahur. Bangun jam dua malam, dan setelah itu tidur kembali. Aktivitas tidur yang dilakukan setelah makan dapat menghambat penggunaan bahan-bahan makanan sebagai sumber energi, dan malah menimbunnya di jaringan-jaringan tubuh.
4. Berkurangnya aktivitas fisik
Salah satunya terkait dengan poin ketiga di atas. Dikarenakan makan sahurnya terlalu pagi, maka ketika siang hari menjadi mudah lelah. Berkurangnya aktivitas berarti semakin berkurang pula pengeluaran energi oleh tubuh.
Baca Juga:
Terjadi ketidakseimbangan energi selama puasa
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi. Jika asupan makanan semakin banyak, sementara pengeluaran energinya justru berkurang, akan banyak sumber energi yang disimpan di dalam jaringan.
Simpanan tersebut akan terus bertambah seiring dengan semakin banyaknya makanan yang masuk ke perut kita. Glukosa yang sudah tidak mungkin lagi disimpan di dalam jaringan hati dan otot akan turut disimpan di dalam jaringan lemak. Akibatnya, berat badan akan bertambah.
Meski demikian, perlu ditekankan kembali, bahwa puasa sebenarnya dapat menjadi sarana untuk menurunkan berat badan, namun perlu dilakukan dengan tepat. Dibutuhkan komitmen yang kuat untuk mengurangi asupan makanan selama bulan puasa, di samping juga untuk tidak mengendurkan aktivitas fisik.
Yang lebih penting dari itu adalah tetap meluruskan niat. Tetap niatkanlah puasa sebagai ibadah hanya kepada-Nya, bukan yang lain. Jadikanlah tujuan yang lain sebagai pengikut saja.
Sumber:
- A Sweet Pea Chef. Why Am I Gaining Weight with Intermittent Fasting: 4 Intermittent Fasting Mistakes That Can Lead to Weight Gain.
- Healthline. 9 Reasons You May Be Gaining Weight Unintentionally
Baca Juga: 7 Tips Hubungan Badan di Bulan Ramadhan, Tetap Nikmat dan Halal!