Bagaimana Kertas Tisu dapat Merusak Lingkungan? Berikut Dampak Penggunaannya Secara Berlebih

Seiring berjalannya waktu, perubahan iklim semakin terlihat jelas. Efek rumah kaca yang disebabkan oleh emisi gas buang pabrik, kendaraan, dan lainnya, membuat bumi terasa sangat panas dari hari ke hari. Di samping itu, pohon-pohon yang ditebang secara massal juga membuat perubahan iklim dari hari ke hari juga semakin parah. Salah satunya adalah industri pembuatan kertas tisu, yang memakan jutaan pohon setiap tahun.
Seperti yang kita ketahui secara umum, orang-orang dapat menggunakan tisu di mana pun berada, baik di fasilitas umum seperti toilet, rest area, di angkutan umum, maupun di rumah-rumah masyarakat. Tisu telah menjadi bagian dari kebutuhan manusia sehari-hari, mulai dari membersihkan kotoran yang menempel di kulit, mengelap tumpahan makanan/minuman di meja, membersihkan barang-barang dari debu, dan lainnya.
Baca Juga:
- Sering Dilakukan, Padahal Salah! 10 Makanan Yang Tidak Boleh Masuk Kulkas
- 6 Buah Langka di Indonesia, Jarang Ada di Pasar!
Lalu, bagaimana kertas tisu dapat merusak lingkungan?
Di balik kegunaan tisu yang sangat bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari, ternyata bahan dan proses produksi tisu itu sendiri memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan. Bagaimana bisa? Menurut laporan dari RRI.co.id, setidaknya ada 5 dampak buruk yang ditimbulkan akibat produksi dan penggunaan tisu secara berlebih. Di antaranya adalah: penggundulan hutan, bencana alam, perubahan iklim, penumpukan sampah, dan krisis air.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam paragraf sebelumnya, produksi tisu atas permintaan global yang cukup besar, mewajibkan industri-industri untuk menebangi pohon secara masif. Akibatnya, banyak terjadi ‘Deforestasi’ atau penggundulan hutan. Melansir dari laporan WWF (World Wide Fund for Nature) setiap harinya terdapat 270 pohon yang ditebangi, di mana setiap pohonnya mampu menghasilkan tisu sebanyak 1.500 gulung.
Berikut beberapa dampak buruk dari penggunaan kertas tisu yang berlebihan
1. Bencana alam dari penggundulan hutan dari industri
Berbagai jenis bencana alam sering terjadi di seluruh belahan dunia, bencana alam sendiri dibagi menjadi 2 jenis peristiwa, yaitu bencana yang muncul secara alami, dan yang diakibatkan oleh manusia. Bencana yang muncul secara alami yaitu gempa bumi, tsunami, angin topan, dan sejenisnya. Sementara itu, bencana alam yang diakibatkan oleh manusia, terutama akibat dari deforestasi adalah erosi atau tanah longsor dan kebakaran hutan.
Erosi atau tanah longsor terjadi pada lereng-lereng bukit, dan sering kali menimbulkan banyak korban akibatnya. Tanah yang longsor tidak mampu mempertahankan kepadatannya, sebab tidak ada pohon-pohon yang mencegah air hilang begitu saja. Kemudian kebakaran hutan, yang diakibatkan oleh peningkatan suhu cuaca yang cukup ekstrim. Dampak penebangan hutan yang masif mengakibatkan suhu di permukaan bumi semakin naik.
2. Perubahan iklim dari efek rumah kaca dan emisi gas buang
Efek rumah kaca merupakan suatu istilah atau kiasan yang dipakai untuk menggambarkan panas matahari yang tidak dapat terpantulkan ke luar bumi. Dengan kata lain, polusi udara akibat industri serta rumah tangga yang menutupi atmosfer membuat panas matahari terperangkap di dalam bumi, sehingga suhu di permukaan bumi semakin ekstrem. Seperti halnya di dalam rumah kaca, panas matahari terperangkap di dalam, membuat suhu naik.
Masih senada dengan efek rumah kaca, emisi gas buang yang terus meningkat dari tahun ke tahun membuat berbagai masalah di lingkungan, yaitu pencemaran udara, perubahan iklim, dan bencana alam. Salah satunya adalah akibat dari industri-industri yang melakukan deforestasi, serta mengandalkan bahan bakar untuk proses pembuatan kertas. Ditambah lagi, kebutuhan manusia akan bahan bakar yang meningkat, membuat efeknya semakin parah.
3. Penumpukan sampah akibat penggunaan tisu
Tisu menjadi produk yang paling praktis dan sekali pakai, pengguna tidak perlu mencuci ulang seperti kain atau sapu tangan. Sayangnya, dari produk yang sekali pakai ini, manusia seringkali melakukan penggunaan yang berlebihan. Menurut data statistik, Indonesia menghasilkan sampah tisu sebanyak 25.000 ton setiap tahun. Hal ini memperparah masalah sampah non organik yang tidak mampu diatasi di berbagai daerah di Indonesia.
Penumpukan sampah yang tidak dapat teratasi dapat kita lihat di beberapa daerah di negeri ini. Seperti di daerah pembuangan akhir, di sungai-sungai, serta pemukiman warga yang super padat. Manajemen pengolahan sampah yang tidak maksimal diperparah oleh masyarakat yang tidak mau memilah-milah antara sampah organik dan non organik, sampah makanan, kertas, botol plastik, kaca, akibatnya manajemen sampah tidak dapat teratasi.
Baca Juga:
4. Penggunaan air yang sangat banyak dalam industri tisu
Industri pembuatan kertas tisu sangat mengandalkan air bersih, di mana tisu itu sendiri dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan higienis. Menurut beberapa sumber, air yang dibutuhkan untuk produksi pembuatan tisu adalah 324.000 liter pada setiap 1 ton yang diproduksi. Selain mengeksploitasi pohon-pohon, industri pembuatan tisu juga mengeksploitasi sumber air, yang menyebabkan krisis di beberapa wilayah terdampak.
Selain mengonsumsi jumlah air yang begitu banyak, industri juga seringkali mencemari air. Penggunaan bahan-bahan kimia yang memiliki dampak negatif bagi lingkungan menjadikan industri tisu sebagai salah satu sumber masalah di alam. Selain itu, limbah tisu yang dibuang secara sembarangan di lingkungan mampu merusak ekosistem yang ada di perairan, sungai-sungai, dan sampahnya yang sulit terurai secara alami sering membuat masalah baru.
Baca Juga: 7 Tips Membuat Rumah Sejuk Tanpa AC, Irit Listrik dan Lebih Asri!
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.