LifeParenting

Kapan Orang Tua Boleh Memberikan Gadget pada Anak-Anak?

Banyak orang tua yang khawatir anaknya akan disebut “gaptek” jika tidak diberikan ponsel seperti teman-teman sebayanya. Di samping itu, orang tua juga was-was jika anak kecanduan atau dapat mengakses hal-hal tabu yang ada di internet. Muncul berbagai pertanyaan seputar pola asuh di zaman digital ini, bagaimanakah cara mendidik anak untuk menggunakan gadget dengan benar?

Kapan orang tua boleh memberikan gadget pada anak-anak secara mandiri? Hal tersebut sudah banyak dibahas dalam penelitian secara umum. Dan bagaimana cara memanfaatkan penggunaan gadget pada anak, serta menangkal potensi dampak buruk kecanduan gadget pada anak? Kali ini, redaksi akan menyajikan secara ringkas supaya lebih mudah dipahami para orang tua.

Fase perkembangan anak

Sebelum membahas lebih jauh tentang bagaimana mengenalkan gadget, orang tua terlebih dahulu harus memahami fase-fase yang dilalui oleh anak. Mulai sejak mereka 0 hingga 5 tahun, kemudian fase sekolah dasar, hingga nantinya orang tua dapat memperkenalkan dan mengedukasi tentang bagaimana cara menggunakan gadget dengan benar.

Menurut berbagai sumber, fase perkembangan anak terhitung sejak ia di dalam kandungan. Fase perkembangan sejak berada dalam rahim hingga usianya 2 tahun merupakan perkembangan yang sangat pesat. Janin yang sudah berusia lebih dari 3 bulan sudah mampu merasakan berbagai rangsangan, mendengar, dan merasakan apa yang dirasakan ibunya.

Keadaan ibu sewaktu mengandung akan menentukan bagaimana sifat bawaan yang dimiliki seorang anak. Apabila sang ibu merasakan kebahagiaan selama mengandung, bersyukur dengan apa yang telah dikaruniakan kepadanya, baik yang dikandung adalah laki-laki atau perempuan, maka kelak yang lahir akan menjadi pribadi yang menyenangkan.

Di fase 0 hingga 2 tahun, anak-anak mampu berkembang dengan sangat cepat, mulai dari ukuran dan berat tubuh, kemampuan fisik untuk menggenggam, merangkak, berdiri, hingga berjalan tegak. Otak anak pun mengalami perkembangan yang sangat signifikan, mereka mampu merekam dan memahami bahasa, kemudian menerapkannya secara lisan.

Baca Juga:

Waktu Bermain Anak

Pada fase ini, sering kali orang tua tidak sabar untuk menemani anak-anaknya bermain, terutama bagi mereka yang sibuk bekerja, mengurus pekerjaan rumah, dan sebagainya. Hingga akhirnya, anak diberikan gadget agar anteng, tidak mengganggu pekerjaan orang tua. Tentu tindakan orang tua seperti itu akan merusak tahap perkembangan anak yang seharusnya bermain.

Di usia balita, terutama sebelum umur 3 tahun, adalah masa tumbuh kembang yang penting untuk sensoriknya (panca indera). Anak-anak yang bermain bersama orang tua juga dapat meningkatkan kemampuan motorik halus, yaitu mengontrol gerakan tubuh mulai dari mulut, tangan, kaki, jari-jari, hingga gerakan-gerakan kompleks anggota tubuh lainnya.

Saat anak sudah mulai bisa berbicara, ditekankan kepada orang tua agar selalu mengajaknya berbicara, berlatih melafalkan kosakata baru, dan berusaha bicara dengan tertata. Anak yang cenderung suka melihat tontonan di ponsel, tentunya waktu untuk berlatih bicara akan semakin berkurang. Alhasil, yang didapatkan hanya dampak negatif, sulit melepaskan diri dari HP.

Pada usia 3 tahun, perkenalkan anak dengan lingkungan sosial, bermain bersama teman-teman seusianya. Sebab, pada usia tersebut anak sudah dapat menunjukkan kemampuan sosial emosional, mulai dari berekspresi senang, sedih, gembira, dan semacamnya. Anak juga dapat belajar beradaptasi dengan perilaku teman-temannya saat bermain di lingkungan.

Cara belajar anak usia dini

Setelah anak mampu belajar dengan baik dengan mengenali tubuhnya, mulai dari sensorik, motorik, serta mengenal lingkungan sosial, orang tua dapat perlahan-lahan mengasah kemampuan kognitif. Apa itu kemampuan kognitif? Menurut berbagai sumber, kemampuan kognitif ialah kemampuan untuk mempelajari, mengingat, hingga menemukan solusi.

Pada umumnya mengasah kemampuan kognitif diterapkan pada usia 4 sampai 5 tahun di Taman Kanak-Kanak (TK). Di usia ini, orang tua dapat sesekali menggunakan ponsel untuk alat bantu belajarnya. Namun, jangan digunakan sering-sering, cukup saat waktu belajar secara khusus, seperti mengenalkan nama-nama hewan, angka dan huruf, dan semisalnya.

Dibandingkan dengan HP sebagai alat bantu, jauh lebih baik jika orang tua menyediakan buku-buku bergambar untuk diceritakan kepada anak. Pada usia pra sekolah, mungkin anak masih belum bisa membaca dengan benar, atau maksimal mengenali huruf secara urutan. Nah, orang tua dapat mengenalkan buku dengan membaca atau menerka gambar-gambarnya.

Dewasa ini, banyak penerbit yang meluncurkan buku-buku WPB (Wordless Picture Book) atau buku-buku bergambar yang minim teks. Biasanya buku ini memiliki 10 – 12 halaman dengan kertas tebal, tidak mudah sobek, tertekuk, atau basah. Dengan kata lain, bahkan buku ini cocok untuk mengenalkan literasi pada anak-anak usia 0 hingga 3 tahun.

Problematika orang tua dengan gadget anak

Orang tua di era saat ini sering mengeluh tentang kondisi anaknya yang jarang belajar dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan gadget, entah itu bermain game, atau menonton video. Jika anak sudah kecanduan, tentu sangat sulit untuk menangani masalah mereka dengan gadget. Baik untuk anak yang masih usia balita maupun anak-anak yang sudah sekolah.

Anak yang sudah terbiasa bermain gadget, terkena dampak buruk dari apa yang mereka tonton, cenderung sulit menumbuhkan empati dengan lingkungan sekitar. Bahkan, sebagian dapat berperilaku negatif atau lebih suka menyendiri, menjauhi lingkungan sosial. Lantas apa yang harus dilakukan orang tua agar anak mereka terlepas dari kecanduan gadget?

Hal pertama yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah hendaknya merefleksi diri sendiri. Apakah mereka juga sama perilakunya dengan anak yang kecanduan gadget? Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa di berbagai tempat yang kita lihat saat ini, orang-orang selalu sibuk memandangi layar ponselnya. Bahkan saat beristirahat, mata tidak lelah untuk melihat layar.

Oleh karena itu, jika orang tua merasa dirinya sendiri juga sulit melepaskan diri dari gadget, berusahalah untuk lepas terlebih dahulu. Jadikan anak sebagai motivasi untuk memberi teladan yang lebih baik. Jika orang tua sendiri masih super sibuk dengan ponsel, kapan anak akan lepas dari pengaruh gadget pula? Setelah itu, orang tua dapat perlahan-lahan mengedukasi anak.

Baca Juga:

Dampak buruk gadget pada anak balita

Poin terakhir, yakni yang perlu ditekankan dengan betul-betul bagi orang tua saat ini. Usahakan semaksimal mungkin untuk menjauhkan anak-anak dari gadget. Sebab, anak-anak memiliki hak untuk bertumbuh-kembang fisiknya. Jika sejak balita sudah dijejalkan konsumsi konten media sosial, platform video, tentu perkembangan fisik mereka akan terhambat.

Anak bisa saja lamban dalam berbicara, kurang aktif bergerak, memiliki kecerdasan yang kurang, lambat berjalan, dan dampak negatif lainnya. Jika orang tua ingin mengasuh sambil mengerjakan tugas rumah, gunakanlah mainan-mainan yang sesuai usianya. Yaitu mainan yang aman digunakan bagi balita, atau WPB seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Disarankan bagi orang tua yang mempekerjakan Baby SitterĀ (Pengasuh) untuk mengedukasi pengasuh sebelum mulai mengasuh anak. Sebab, tidak semua pengasuh memahami bagaimana cara bermain dengan anak. Setiap anak tentu memiliki karaketeristik masing-masing. Orang tua tidak harus memahami kurikulum Montessori, cukup memahami anak.

Apa saja yang dibutuhkan anak, bagaimana cara mereka bermain, apa kesukaan mereka, dan yang terpenting adalah jangan membuat anak duduk lama memandangi ponsel. Temani anak dan ajak mereka aktif berinteraksi, karena itu dapat merangsang kecerdasan mereka. Batasi anak dalam menggunakan gadget, agar tidak kecanduan mengonsumsi konten di dalamnya.

Baca Juga: 3 Langkah Berhenti Kecanduan Ponsel, Kenali Ancaman Negatifnya!

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Asnan

Tenaga Pendidikan Yayasan Islam

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button