Mud Volcano and Temple Tourism sebagai Pendongkrak Perekonomian Warga Porong
Semburan lumpur panas Lapindo yang terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Sidoarjo, khususnya warga Porong. Tragedi ini sangat berpengaruh pada perputaran roda ekonomi di Sidoarjo serta lingkungan dan sosial. Semburan lumpur yang berada di pemukiman penduduk ini berhasil menenggelamkan rumah di beberapa desa. Selain itu, semburan lumpur ini juga menenggelamkan beberapa industri yang terletak di Porong.
Tak bisa dipungkiri bahwa dampak semburan lumpur terhadap industri tentunya akan berdampak juga terhadap perekonomian warga Porong. Warga tidak hanya kehilangan rumah dan pekerjaan, tetapi juga kehilangan kehidupan sosial yang telah dibangun sekian tahun lamanya. Lantas, tragedi semburan lumpur yang sudah berlangsung selama 11 tahun apakah dibiarkan begitu saja mengalir seiring berjalannya waktu?
Pembangunan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki suatu daerah dapat dijadikan prioritas untuk meningkatkan pembangunan ekonomi secara maksimal. Usaha untuk memaksimalkan kegiatan di sektor potensial dapat mempengaruhi sektor-sektor lain sehingga pembangunan multisektoral dapat tercapai. Semburan lumpur Lapindo yang disikapi sebagai bencana, di sisi lain bisa disikapi sebagai potensi yang terbentang di area Porong.
Hal ini bisa menjadi potensi apabila dilakukan suatu perencanaan dan pembangunan yang berpengaruh terhadap beberapa sektor, diantaranya kemajuan perekonomian, sosial dan lingkungan. Salah satu cara dalam memaksimalkan potensi semburan lumpur Lapindo adalah dengan mengubahnya menjadi objek wisata, apalagi sekitar 2 km dari pusat semburan terdapat situs candi peninggalan Majapahit. Kolaborasi antara semburan lumpur dengan situs Candi memberikan keunikan tersendiri pada objek wisata yang bisa mengdongkrak perekonomian warga Porong.
Mud Volcano: Semburan Lumpur Lapindo Porong
Lumpur Gunung Berapi juga dikenal sebagai gunung berapi sedimen dan merupakan serumpun dekat dengan jenis gunung berapi magmatik. Gunung berapi adalah fenomena geologi yang diakibatkan oleh lapisan lumpur yang bertekanan tinggi di bawah permukaan. Lumpur gunung berapi pada umumnya merupakan letusan dari lumpur yang berair atau tanah liat diikuti dengan gas metana, yang umumnya cenderung membentuk lumpur padat.
Lumpur tersebut merupakan campuran dari tanah liat dan air garam, yang disimpan dalam bentuk lanyah oleh kegiatan perebusan atau gelegak dari gas metana yang terlepas. Gas metana berasal dari bahan organik atau garis-garis pasir di dalam sumber serpihan batu-batu yang terakumulasi. Beberapa minyak cair sering terkait dengan gas-gas hidrokarbon dari lumpur gunung berapi, yang umumnya adalah aktifitas dari lumpur gunung berapi yang meluap secara halus di permukaan lumpur dan biasanya air asin diiringi oleh gelembung-gelembung gas.
Pada tanggal 29 Mei 2006 di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, lumpur gunung berapi yang sekarang dikenal sebagai LUSI (sebuah singkatan dari kata Lumpur dan Sidoarjo) meletus dengan memuntahkan gas-gas panas, lumpur dan air ke dalam masyarakat disekitarnya. Semburan lumpur tidak hanya menghancurkan lahan tanah masyarakat, infrastruktur pemerintah, tetapi mengakibatkan kerusakan terhadap kehidupan, mata pencaharian, kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan fisik.
Menurut walhijatim.or.id, hasil pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh WALHI menggunakan Eco Checker menunjukkan kondisi gas sekitar area. Gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang berada di sekitar lumpur Lapindo mencapai angka 85 ppb (part per billion). WALHI Jatim pun membandingkan hasil pengukuran itu dengan udara di sekitar kantor WALHI Jatim di jalan Karah, Surabaya. Di jalan Karah, angka H2S nya menunjukkan sebesar lebih kurang 35 ppb saja.
Peningkatan konsentrasi hidrogen sulfida di area semburan lumpur Lapindo menjadikan lingkungan tidak sehat. Apabila secara terus menerus gas beracun ini terpapar pada tubuh manusia dan terakumulasi tentunya memberikan dampak buruk bagi kesehatan, terutama pada saluran pernafasan. Gas H2S ini berbau telur busuk. H2S lebih berat daripada udara sehingga H2S ini sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan sering diperoleh di sumur-sumur, saluran air buangan dan biasanya ditemukan bersama gas beracun lainnya, seperti metana. Pada umumnya manusia dapat mengenali bau gas ini dengan konsentrasi 0,0005 – 0,3 ppm atau 0,5 – 300 ppb. H2S digolongkan asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan.
Kondisi Perekonomian Porong Sebelum dan Sesudah Semburan Lumpur Lapindo
Kecamatan Porong terletak di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasuruan. Jalan raya Porong merupakan satu-satunya jalur penghubung Surabaya-Malang maupun Surabaya-Banyuwangi. Sehingga tak heran jika Kecamatan Porong menjadi sentra aktivitas ekonomi antar kabupaten.
Peristiwa semburan lumpur Lapindo telah menimbulkan kerusakan aset di area sekitar pusat semburan dan wilayah regional lainnya. Aset yang rusak yaitu tanah dan rumah penduduk, tanaman produktif seperti padi, jagung, dan tebu, banguan pabrik beserta perlatan di dalamnya, infrastruktur seperti jalan tol, jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan pipa gas, jaringan telekomunikasi, dan jaringan irigrasi. Semburan lumpur tersebut secara langsung mengakibatkan kelumpuhan roda ekonomi di Kecamatan Porong, bahkan hingga satu wilayah Jawa Timur yang tentunya akan berimbas pada perekonomian negara.
Untuk mengetahui kinerja pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai alat ukurnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sektor ekonomi yang terdapat dalam PDRB yaitu: sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor keuangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, sektor penggalian, sektor konstruksi, sektor angkutan dan komunikasi, persewaan, dan jasa perusahaan.
Dampak ekonomi yang dirasakan akibat semburan lumpur Lapindo yaitu PDRB Kecamatan Porong mengalami penurunan cukup drastis. Menurut data PDRB yang diperoleh dari BPS Kabupaten Sidoarjo, pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Porong dari tahun 2005-2012 secara berturut-turut sebesar 0,16%, -31,46%, -21,04%, 43,58%, -5,61%, 1,7%, 3,15%, 3,14%. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar -31,46% pada tahun 2006. Di tahun selanjutnya yaitu tahun 2007 dan 2009 masih terjadi penurunan sebesar -21,04% dan 5,61%. Berdasarkan data tersebut perlu adanya pemulihan dalam pembangunan pada sektor potensial yang bisa mendongkrak perekonomian Porong.
Situs Candi di Kecamatan Porong
Peninggalan masa klasik Indonesia berupa situs candi banyak ditemui di Kecamatan Porong, candi ini peninggalan dari kerajaan Majapahit. Ada dua candi yang berada di Desa Candi Pari, yaitu Candi Pari dan Candi Sumur. Candi Pari terletak sekitar 2 km dari pusat semburan lumpur Lapindo, sementara Candi Sumur terletak sekitar 100-200 m dari Candi Pari. Tak jauh dari kedua candi itu, tepatnya di Desa Pamotan, terdapat tiga candi, yaitu Candi Pamotan I, Candi Pamotan II dan Candi Pamotan III yang disebut juga Candi Lemah Duwur.
Bangunan Candi Pari berbentuk segi empat yang terbuat dari batu bata dan menghadap ke barat. Ambang serta tutup gerbang Candi Pari terbuat dari batu andesit. Dahulu kala di atas gerbang terdapat batu dengan angka tahun 1293 Saka = 1371 Masehi. Candi ini merupakan peninggalan jaman Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M. Candi Pari dan Candi Sumur dibangun dengan tujuan untuk mengenang tempat hilangnya seorang adik angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya yang menolak tinggal di keraton Majapahit.
Candi Sumur berlokasi sekitar 100-200 m sebelah barat daya Candi Pari, didirikan pada masa yang sama dengan Candi Pari. Kondisi candi saat ini banyak yang rusak dan sisa pada bagian dinding sebelah timur dan selatan, beserta lantai dan fondasi candi. Pembangunan Candi Sumur diperkirakan bersamaan dengan Candi Pari, dan dibangun dari susunan bata merah. Pada bangunan Candi Sumur tidak ditemukan adanya ukiran atau relief-relief yang menghias dinding dan kaki candi. Keunikan Candi Sumur hanya terlihat dari susunan anak tangga yang berada di sisi selatan candi. Anak tangga ini tidak memiliki dinding tangga di bagian sisinya dan cukup “curam”. Selain itu juga bata penyusun anak tangga tidak tersusun rata dan rapi.
Ukuran Candi Sumur lebih kecil dari Candi Pari, kira-kira hanya setengahnya dan hanya berhasil dipugar separuhnya. Banyak batu bata yang hilang tidak diganti dan Candi Sumur direstorasi seperti apa adanya karena kemungkinan besar tidak ditemukannya sisa-sisa batu pembentuk dinding candi, serta tidak adanya informasi terkait bentuk asal dari candi. Pada bagian dalam candi dibangun kerangka dari semen yang berfungsi sebagai penopang dan pengikat susunan badan candi untuk menghindari dari runtuhnya sisa dinding candi.
Candi Pamotan I berlokasi di Desa Pamotan, Kecamatan Porong, yang letaknya dekat dengan Candi Pari. Candi Pamotan I adalah yang berukuran lebih besar dibanding Candi Pamotan II. Bentuk profil Candi Pamotan lazim digunakan pada candi-candi di Jawa Timur, candi ini memiliki gaya periode Majapahit. Candi Pamotan merupakan candi yang sederhana yang dibuat dari bata merah yang dikelilingi lubang berbentuk persegi panjang. Candi Pamotan I hampir berbentuk persegi (bujursangkar), memiliki panjang 4,84 meter dan lebar 4,78 meter. Pada bagian timur dinding Candi Pamotan I ada lubang yang sangat besar.
Candi Pamotan II berupa tumpukan batu bata mirip candi dan ditemukan sekitar 50 meter dari penemuan candi yang pertama. Candi tersebut belum memiliki nama, sehingga disebut Candi Pamotan II. Bangunan candi hampir berbentuk persegi (bujursangkar), berukuran panjang 4,75 meter dan lebar 4,30 meter. Kondisi Candi Pamotan II lebih parah dibandingkan Candi Pamotan I. Pada Candi Pamotan II terdapat arca yang telah hilang kepalanya. Sebagian besar batu bata pada Candi Pamotan II telah rusak termakan usia dan hanya sedikit saja yang dipugar.
Candi Pamotan III atau yang biasa disebut Candi Lemah Duwur merupakan bangunan purbakala berupa tumpukan batu bata merah yang terletak di Desa Pamotan, Kecamatan Porong. Candi ini berada di tengah persawahan milik warga dan dikelilingi oleh beberapa pohon besar, yang dapat digunakan sebagai bukti bahwa candi ini usianya sudah sangat tua sekali. Sangat disayangkan kondisi candi saat ini tidak terawat dan banyak batuan candi yang berserakan.
Konsep Mud Volcano and Temple Tourism (MVTT)
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa sektor, bisa dari sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor alam, sektor wisata dan sebagainya. Pembangunan pada sektor potensial akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Untuk mengembangkan dan membangun sektor potensial tentunya dibutuhkan suatu perencanaan dan kajian yang mendalam supaya tercapai tujuan yang maksimal.
Bencana alam disikapi mayoritas masyakarat sebagai hal yang merugikan yang akan mengubah tatanan kehidupan. Lepas dari itu semua, dibalik kerugian akibat bencana alam bisa digali keuntungan yang bisa dikembangkan dari bencana tersebut. Semburan lumpur panas Lapindo adalah bencana yang menimpa warga Porong hingga memaksa ribuan warga untuk kehilangan rumah, pekerjaan dan kehidupan sosial. Sehingga dari segi sektor ekonomi tentunya hal ini mengakibatkan perekonomian warga turun drastis.
Mud Volcano and Temple Tourism adalah suatu gagasan wisata dengan semburan lumpur Lapindo dan deretan Candi sebagai objek wisatanya. Konsep yang dihadirkan pada pesona wisata ini adalah:
1. Area semburan lumpur Lapindo
Pada area semburan didesain sedemikian rupa sehingga wisatawan bisa menikmati fenomena alam semburan lumpur. Akses menuju tanggul di sekitar area semburan diperlancar, sepanjang area dirimbuni pepohonan. Pohon yang ditanam merupakan pohon yang mudah tumbuh dan kuat dengan kondisi alam yang kurang kondusif, contohnya sengon. Tujuan revegetasi ini sebagai produsen oksigen yang bisa menciptakan lingkungan yang lebih asri.
Safety pengunjung tetap diperhatikan, dengan cara memberikan batas area yang boleh dilintasi oleh pengunjung. Selain itu pengunjung diwajibkan memakai masker khusus yang sudah disediakan oleh pihak pengelolah objek wisata, mengingat bahwa semburan lumpur panas Lapindo menghasilkan gas beracun hidrogen sulfida dan tentunya hal ini tidak baik untuk kesehatan. Selain juga disediakan teropong untuk melihat pusat semburan supaya pesonanya lebih terlihat dengan jelas.
Perjalanan wisata berikutnya adalah jajaran candi yang berada sekitar 2 km dari area semburan lumpur Lapindo. Pengunjung diajak menuju deretan Candi dengan menggunakan bus wisata yang dilengkapi juga dengan pemandu wisata. Infrastruktur jalan raya penghubung semburan lumpur dan komplek candi perlu dibangun untuk mempermudah perjalanan. Saat ini, akses menuju komplek candi itu masih sulit dan letaknya yang tidak strategis membuat orang jarang mengetahui cagar budaya yang berada di Kecamatan Porong.
2. Komplek candi di Desa Candi Pari dan Desa Pamotan
Candi yang menjadi tujuan pertama kali adalah Candi Pari, hal ini karena Candi berada di sebelah jalan desa sehingga aksesnya lebih muda. Pengunjung bisa menikmati pesona Candi Pari yang selanjutnya bisa dilanjut menuju Candi Sumur yang tak jauh dari Candi Pari. Pengunjung cukup berjalan kaki untuk menuju Candi Sumur. Bagi para pengunjung yang sudah lelah, pengunjung bisa sejenak menyandarkan punggung di pendopo yang terletak di depan Candi Pari.
Perjalanan wisata selanjutnya menuju Candi Pamotan I yang berada sekitar 1 km dari Candi Pari. Candi ini berada di tengah pemukiman warga. Selanjutnya menuju Candi Pamotan II yang berada di halaman belakang pemukiman warga yang letaknya di area pohon bambu. Perjalanan wisata yang terakhir adalah Candi Pamotan III yang berada di tengah-tengah sawah. Area candi yang berada di sawah menjadikan tempat ini strategis untuk diperluas menjadi rest area. Sawah di sekitar candi bisa disulap menjadi food court, tempat ibadah serta pusat oleh-oleh perjalanan wisata Mud Volcano and Temple Tourism.
Bencana yang menimpa suatu daerah tak terduga kapan datangnya. Pemikiran yang positif dan inovatif bisa mengubah suatu bencana menjadi suatu aset yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian suatu daerah. Bencana semburan lumpur Lapindo merupakan aset wisata yang unik apabila hal ini dibangun dan dikembangkan dengan tanpa melalaikan safety pengunjung.
Kolaborasi dengan cagar budaya yang telah ada sejak lama di Kecamatan Porong menjadikan perjalanan wisata Mud Volcano and Temple Tourism bisa menyedot wisatawan domestik maupun mancanegara. Kondisi yang sulit di medan semburan dan candi perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat untuk pembangunan. Objek wisata ini diharapkan bisa memperkenalkan pesona Kecamatan Porong.
Selain itu juga, dengan adanya objek wisata ini maka akan membuka lapangan pekerjaan yang bisa meningkatkan perekonomian Sidorjo, khususnya warga Porong.
Baca juga: Membangun Ekosistem Digital Sebagai Media Promosi Wisata di Lombok
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.