Belajar Dari 8 Kearifan Lokal Suku Baduy Dalam, Harmoni Hidup di Tengah Alam

Suku Baduy adalah penduduk asli yang mendiami Pegunungan Kendeng, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak.
Suku Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat dengan menolak adanya teknologi dan mempertahankan cara hidup yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Sementara Suku Baduy luar sudah mulai berinteraksi dengan teknologi dan cara hidup masyarakat modern untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya.
Hingga saat ini suku Baduy dalam hidup berdampingan dengan alam secara harmonis melalui budaya dan kearifan lokal masyarakatnya. Berikut beberapa kearifan lokal suku Baduy dalam yang masih lestari hingga saat ini.
1. Tidak menggunakan bahan kimia sebagai pembersih
Saat mandi atau bersih-bersih, tidak boleh ada bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat Badui termasuk pengunjung. Hal itu untuk menjaga air agar tetap bersih dan jernih. Aliran sungai yang melintasi perkampungan tanah adat suku Baduy amat jernih, tidak ada sampah.
Mereka mandi di sungai menggunakan daun honje atau kecombrang sebagai pengganti sabun. Untuk membersihkan gigi, mereka memanfaatkan sabut kelapa sebagai sikat alami.
Adat mereka melarang penggunaan sabun dan sampo karena dianggap dapat mencemari sungai. Begitu pula dalam mencuci pakaian, mereka hanya menggunakan batu sungai untuk menggilas pakaian tanpa bahan kimia.
Selain itu, pembagian area-area dalam pemanfaatan sungai juga merupakan sebuah konsep dalam memperhatikan daya pulih air. Setiap kampung telah memiliki area-area khusus dalam pemanfaatan sungai. Area sungai untuk mandi, mencuci, buang air dan konsumsi memiliki areanya masing-masing sehingga masyarakat memperoleh air yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan.
Baca Juga:
2. Rumah berbentuk panggung dan menghadap ke utara atau selatan
Suku Baduy memiliki rumah adat bernama sulah nyanda. Bangunan rumah panggung dalam tataran mengelompok, dan diatur sedemikian rupa sehingga kumpulan rumah terletak di tengah. Bahan bangunan menggunakan semua bahan dari alam, Suku Baduy juga selalu membangun rumahnya menghadap ke utara atau selatan. Hal ini dilakukan agar rumah mereka dapat sepenuhnya terkena sinar matahari.
Rumah-rumah umumnya, dibangun berbaris dan berhadapan dengan jarak antar rumah kira-kira 2-3 meter. Walaupun rumahnya tanpa jendela, sinar matahari/ udara luar dapat masuk melalui celah-celah dinding.
3. Menggunakan bahan alam untuk membuat rumah
Rumah masyarakat Baduy merupakan rumah panggung. Bagian paling bawah dari rumah adalah batu sebagai penopang tiang-tiang utama rumah yang terbuat dari kayu. Tetapi, tidak seperti rumah pada umumnya, masyarakat Baduy tidak menggali tanah untuk pondasi. Batu hanya diletakan di atas tanah.
Jika kontur tanah tidak rata,maka bukan tanah yang menyesuaikan sehingga diratakan, tetapi batu dan tiang kayu yang menyesuaikan. Jadi, panjang pendeknya batu mengikuti kontur tanah. Selain itu bahan bangunan rumah yang lain adalah bahan bangunan yang ramah terhadap alam.
Bahan bangunan rumah suku Baduy merupakan bahan yang bisa dan mudah diurai oleh tanah. Bahan tersebut diantaranya dinding bilik bambu, atap dari ijuk dan daun pohon kelapa dan rangka rumah dari kayu alam yaitu kayu jati, kayu pohon kelapa dan kayu albasiah.
4. Suku Baduy selalu berjalan kaki
Untuk aktivitas bepergian Suku Baduy lebih memilih berjalan kaki dan tidak memakai alas sesuai yang diajarkan. Kendaraan bermesin, baik motor dan mobil, tidak diperbolehkan di Baduy dalam.
Bahkan untuk masuk kawasan tempat bermukimnya Suku Baduy Dalam, harus berjalan sekitar 12 kilometer dari kawasan Baduy Luar dan melewati perkebunan hingga menyebrangi sungai di balik perbukitan.
Kedua kawasan tersebut dipisahkan Sungai Cisimeut dan dihubungkan oleh jembatan yang terbuat dari ikatan akar-akar pepohonan di sekitar sungai, dan tambahan bambu pada bagian bawahnya.
5. Selalu bergotong royong
Dalam masyarakat Baduy, gotong royong dikenal dengan istilah Dugdug Rembug, yakni kegiatan bersama yang dilakukan secara spontan untuk membantu satu sama lain.
Tradisi ini tidak hanya memperkuat hubungan sosial, tetapi juga menjadi wujud kepatuhan terhadap pemimpin adat. Bagi mereka, gotong royong adalah salah satu bentuk rasa syukur yang diwujudkan melalui kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.
6. Menyimpan hasil panen
Suku Baduy menyimpan hasil panen padi huma di sebuah leuit, lumbung padi. Leuit dibangun di pinggiran tiap kampung. Setiap keluarga memiliki leuit. Leuit adalah wujud pemahaman masyarakat Badui tentang ketahanan pangan. Kondisi adanya leuit membuat masyarakat Baduy tidak kekurangan bahan pangan.
7. Tidak menebang pohon untuk kayu bakar
Selain itu, apabila suku Baduy akan menggunakan kayu maka kayu yang akan dipakai adalah kayu kayu yang telah kering dan tua. kayu bakar tersebut diperoleh dari pohon yang sudah dimakan rayap atau batang pohon dan ranting yang jatuh terserak. Suku Baduy tidak menebang pohon untuk kayu bakar. Kearifan lokal ini menjadikan Baduy dan hutan di sekitarnya hidup harmonis selama ratusan tahun.
Baca Juga:
8. Produk pertanian dan kerajinan bernilai ekonomi
Masyarakat Baduy memanfaatkan sumber daya alam untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi. Mereka mengolah rotan, kulit kayu, hingga durian khas Baduy menjadi barang yang dapat dijual.
Selain itu, mereka juga memproduksi madu, terutama madu hitam, yang terkenal memiliki khasiat tinggi. Banyak warga Baduy Luar yang bepergian ke kota untuk menjajakan madu mereka.
Di bidang kerajinan, keterampilan menenun menjadi salah satu warisan budaya yang tetap lestari. Kain tenun khas Baduy memiliki corak dan warna yang unik, mencerminkan identitas budaya mereka.
So, beberapa kearifan lokal suku Baduy yang sangat menghargai alam harus dilestarikan. Karena alam yang kita tempati sekarang, adalah titipan dari anak cucu kita.
Baca Juga: Menikmati Indahnya Alam Pedesaan Khas Sunda di Kampung Naga Tasikmalaya
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.