Membedah Makna Akulturasi Budaya Islam Pada Arsitektur Masjid Cipaganti
Masjid Cipaganti tidak hanya menjadi masjid tertua di Bandung, akan tetapi menjadi ikon dari warisan budaya sejak zaman Belanda.
Letak masjid ini berada di Jl. Cipaganti, sebuah kawasan sejuk di wilayah Bandung Utara. Rimbunan pepohonan dan bangunan-bangunan khas peninggalan Belanda sepanjang jalan Cipaganti menjadi tanda daerah ini sarat akan sejarah.
Awal dibangunnya masjid Cipaganti, dimulai oleh permintaan bupati Bandung kala itu yakni Raden Tumenggung Hassa Soemadipradja yang meminta syarat, apabila ingin memindahkan pusat pemerintahan Hindia-Belanda ke Bandung. Syarat yang dimaksud adalah dibangunnya sebuah masjid.
Arsitektur Masjid Cipaganti merupakan perpaduan arsitektur khas Islam, Sunda, dan Eropa
Masjid Cipaganti dirancang oleh arsitek yang memiliki darah kebangsaan Belanda yang bernama C.P. Wolf Schoemaker pada tahun 1993. Biaya yang dikeluarkan untuk membangun masjid tersebut dilakukan dengan meminta sumbangan kepada kaum pribumi dan golongan bumiputra. Setidaknya, semua pembiayaan proses pembangunan, benar-benar murni sumbangan dari warga Indonesia, dan pemerintah Hindia-Belanda hanya membantu persoalan dalam proses perizinan dan arsitekturnya saja.
Masjid Cipaganti sudah mengalami renovasi berkali-kali untuk menyesuaikan syarat arsitek islam. Sejarah mengatakan bahwa arsitektur Masjid Cipaganti memiliki langgam yang hampir mirip dengan Gereja Bethel. Hal tersebut dipengaruhi oleh identitas arsitek kebangsaan Belanda kala itu.
Saat memasuki Masjid Cipaganti, kita akan disuguhkan dengan pemandangan hasil karya arsitektur yang merupakan penggabungan langgam berbagai budaya. Arsitektur Masjid Cipaganti ini merupakan hasi perpaduan dari akulturasi budaya Islam, Lokal (Jawa-Sunda), dan Budaya Eropa (Belanda). Perpaduan antara gaya arsitektur Eropa dengan Sunda terlihat jelas pada bentuk atap dan menara.
Baca Juga:
Masjid Cipaganti menjadi pusat studi Islam di Bandung Utara
Sejak awal pembangunannya, banyak umat muslim yang menjadikan masjid ini sebagai pusat penyebaran dan pusat studi Islam di daerah Bandung Utara.
Bahkan, para mahasiswa muslim dari ITB pun banyak yang sering mengunjungi Masjid Cipaganti karena lokasinya paling dekat dari ITB.
Sementara pada tahun 1950-an, masjid ini sempat dijadikan markas persembunyian para pejuang kemerdekaan.
Hingga saat ini, Masjid Cipaganti masih sering digunakan sebagai pusat kegiatan dan aktivitas keagamaan khususnya bagi masyarakat di wilayah Bandung Utara.
Baca Juga:
Membedah arsitektur Masjid Cipaganti
Bentuk bangunan masjid, seperti bangunan masjid pada umumnya yakni persegi panjang, langgamnya bak ibarat bangunan kantor dan sekolah. Massa bangunan Masjid Cipaganti terdiri dari satu massa bangunan asli yang berada di tengah dan dua massa simestris kiri dan kanan.
Bentuk atap mengadopsi konsep bangunan jawa yang bertipe tajuk bentuk atap runcing ke arah atas yang terdiri dari tiga lapis dan terdapat bulan sabit yang menggambarkan bulan baru. Saat itu bulan dan bintang menjadi navigasi alam saat mengadakan perjalanan di malam hari. Bulan juga merupakan representasi petunjuk dari Allah SWT untuk menjalankan kehidupan.
Bagian ornamen Jawa bisa dilihat dari bentuk atap yang mirip tumpang, serta empat saka guru di bagian dalam masjid dengan motif bunga bersulur dan tulisan kaligrafi Hamdallah.
Ruang masjid di setiap lini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ruang masjid diantaranya adalah ruang salat, mihrab dan mimbar, tempat wudu.
Serambi Masjid Cipaganti memiliki fungsi sosial yakni digunakan untuk berinteraksi sosial (hablun min an-naas) yang menggunakan konsep jawa. Kadang kala pemahaman perihal masjid hanya dapat digunakan untuk beribadah tanpa adanya fungsi sosial. Padahal jika ingin menelisik secara mendalam bahwa sesungguhnya adanya serambi masjid adalah titik temu para manusia di berbagai latar belakang untuk saling sapa dan belajar. Sebagaimana, sejarah yang mengatakan bahwa masjid kala itu, dijadikan berbagai aktivitas sosial salah satunya adalah belajar.
Ornamen-ornamen yang ada di masjid Cipaganti pada bagian luar sangat kental dengan nilai-nilai budaya islam. Tidak hanya ornamen luar yang mengambarkan kebudayaan islam, akan tetapi ornamen pada bagian dalam juga dilengkapi dengan sebuah kaligrafi dengan sebuah tiang penyangga di ruang utama, dan juga bagian depan yang dilengkapi dengan kaligrafi. Semua ruangnya berwarna hijau, para pemuka agama sering meyebutkan bahwa hijau adalah warna yang identik dengan agama islam.
Baca Juga: 7 Masjid Termegah di Eropa, Desainnya Bikin Takjub!
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.