Review Film Blink Twice, Disebut-sebut Representasi Freak Off Party-nya P Diddy
Sejak tayang perdana pada Agustus tahun ini, film Blink Twice menjadi perbincangan hangat di kalangan penikmat dan kritikus film. Publik menyebut tema yang diusung film tersebut secara garis besar merupakan representasi dari freak off party yang menyeret nama Sean “Diddy” Combs alias P Diddy.
Disutradarai oleh Zoë Kravitz, Blink Twice mengusung genre thriller psikologi dengan eksplorasi tema seputar pesta dan pulau pribadi. Film ini menggaet sejumlah aktor dan aktris seperti Channing Tatum, Naomi Ackie, Adria Arjona, Levon Hawke, dan lain sebagainya.
Ringkasan Film Blink Twice
Blink Twice mengisahkan tentang seorang gadis bernama Frida yang bekerja sebagai pelayan koktail pada sebuah hotel ternama. Ia begitu terobsesi pada Slater King, miliarder teknologi yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.
Secara kebetulan, Slater King mengadakan pertemuan eksklusif di hotel tempat Frida bekerja. Pertemuan tersebut dihadiri oleh kalangan elite dari berbagai latar profesi. Frida yang sudah sejak lama mengagumi sosok Slater King, tidak ingin melewatkan kesempatan begitu saja. Bersama Jess, rekan kerjanya sebagai pelayan koktail, Frida menyamar demi menghadiri pertemuan tersebut. Kegaduhan kecil membawa Frida bertemu langsung dengan Slater King. Hal yang membuat Frida tersanjung, laki-laki itu secara khusus mengundangnya dalam acara liburan gratis di Slater Island, pulau pribadi milik sang miliarder.
Bersama Jess dan beberapa tamu yang sempat hadir pada pertemuan eksklusif di hotel, Frida pun tiba di Slater Island. Mereka menempati kamar pribadi yang telah dilengkapi dengan berbagai keperluan, termasuk pakaian ganti dan sebotol parfum bernama Desideria.
Baca Juga:
Ketika sedang berada di kamarnya, Frida kedatangan seorang wanita tua yang merupakan pelayan di vila Slater King sekaligus merangkap sebagai pemburu ular. Frida terheran-heran dengan sikap sok akrab wanita tersebut, seolah-olah mereka pernah bertemu sebelumnya. Wanita itu juga memanggil Frida dengan nama Kelinci Merah.
Pada saat makan malam, tanpa sengaja Frida mengotori gaun putihnya. Slater King memintanya supaya tidak terlalu memikirkan hal itu. Benar saja, ketika berbaring di tempat tidur setelah melewati pesta yang menyenangkan, Frida mendapati gaunnya dalam keadaan putih bersih.
Hari-hari berikutnya di Slater Island hanya dihabiskan dengan rangkaian pesta dan hal-hal menyenangkan yang seolah tiada henti. Hubungan antara Frida dan Slater King semakin dekat. Laki-laki itu menceritakan banyak hal, termasuk keberadaan ular liar dan bunga langka di pulau miliknya, yang membuat Frida semakin mengagumi kepribadiannya yang hangat. Tanpa Frida sadari, kedekatan mereka menimbulkan kecemburuan di hati Sarah, salah seorang pengunjung yang ikut dalam acara liburan itu.
Suatu malam, ketika semua orang sedang asyik menari, Jess menjadi korban gigitan ular. Slater King mengatakan bahwa racun ular tersebut tidak berbahaya dan Jess akan segera pulih. Namun, setelah kejadian itu Jess mulai bertingkah aneh. Ia terus menerus mengatakan pada Frida bahwa ada yang salah dengan pulau itu beserta segala yang terdapat di dalamnya, termasuk keberadaan mereka dan liburan yang tengah berlangsung. Ia memperingatkan Frida supaya segera mencari jalan keluar dari tempat tersebut. Frida menenangkan sahabatnya itu dengan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Seolah mengonfirmasi kekhawatiran Jess, kejadian-kejadian janggal lainnya terus saja bermunculan, mulai dari gambar pistol yang ada di jidat salah seorang tamu, lebam pada mata tamu lainnya, memar pada bagian tubuh tamu perempuan, serta muncul dan hilangnya noda di pakaian Frida. Anehnya, tak ada yang mempermasalahkan kejanggalan-kejanggalan tersebut meskipun jelas terpampang di depan mata.
Waktu terus berlalu. Suatu pagi, ketika keluar dari kamarnya, Frida menemukan papper bag merah berceceran di halaman vila. Ia pernah melihat asisten Slater King memberikan kantung yang sama sebagai suvenir untuk para pengunjung vila. Arah ceceran itu membawa Frida pada sebuah bangunan yang dipenuhi oleh kantung-kantung serupa. Di tempat itu ia bertemu lagi dengan pelayan tua yang menyebutnya dengan nama Kelinci Merah. Pelayan itu memberinya segelas minuman yang ternyata diekstrak dari racun ular.
Tak lama berselang, Frida mulai mengalami mimisan. Kepanikannya menggiring ingatan pada perkataan Jess beberapa waktu sebelumnya. Frida pun mulai mencari Jess. Ia menanyakan keberadaan sahabatnya itu pada tamu-tamu lain. Anehnya, mereka semua sama sekali tidak mengingat tentang kehadiran seseorang yang bernama Jess.
Di tengah kebingungannya, Frida mencoba meyakinkan Sarah tentang keberadaan Jess di antara mereka sebelumnya. Sebagai bukti, Frida menunjukkan korek api yang bertuliskan nama Jess di salah satu sisinya. Dari percakapan empat mata itu, Frida mengetahui bahwa semua tamu liburan bukanlah relasi bisnis Slater King seperti yang ia duga. Mereka hanyalah orang asing yang pertama kali bertemu pada acara di hotel sebelumnya.
Berkat minuman dari bisa ular yang diberikan si pelayan tua, Frida berhasil mendapatkan ingatannya kembali. Dengan minuman yang sama, Frida berusaha menyadarkan Sarah dan perempuan-perempuan lain yang ada dalam acara liburan itu. Keanehan-keanehan yang terjadi sebelumnya mulai terjawab satu per satu, termasuk menghilangnya Jess. Hal yang membuat Frida terguncang adalah fakta bahwa keberadaannya di Slater Island saat itu ternyata bukanlah kali pertama. Hal itu sekaligus menjadi alasan di balik sikap sok akrab si pelayan tua beserta panggilan Kelinci Merah yang ditujukan untuknya.
Pembunuhan, eksploitasi seksual, manipulasi ingatan, serta semua kegilaan yang terjadi di pulau itu telah direncanakan oleh Slater King dengan baik.
Baca Juga:
Ulasan Film Blink Twice
Premis film Blink Twice sebenarnya sangat sederhana dan bukan sesuatu yang baru: tentang sekelompok orang yang datang ke suatu tempat asing dengan tujuan untuk bersenang-senang, tetapi kemudian keadaan berubah menjadi sangat menakutkan. Premis serupa juga diusung dalam film Midsomar, The Menu, bahkan Get Out.
Namun, eksplorasi secara mendalam dari sudut yang berbeda memberikan kesan tersendiri kepada para penonton. Selain itu Blink Twice tidak hanya menyuguhkan hiburan semata, melainkan juga pemahaman akan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di kehidupan nyata, sebut saja tentang isu penyalahgunaan pengaruh dan kekuasaan, eksploitasi seksual terhadap kaum perempuan, manipulasi kesadaran, serta sisi gelap dunia hiburan. Hal semacam ini seharusnya dapat menggugah pemahaman masyarakat dan ruang diskusi lebih luas demi mencegah terjadinya hal serupa di masa mendatang.
Jujur saja, saya sedikit terkejut begitu mengetahui Blink Twice merupakan debut Zoë Kravitz sebagai sutradara. Pasalnya, penyajian film ini begitu proporsional dan tertata, tidak ada yang berlebihan tetapi juga tidak membuat jenuh. Tampaknya Kravitz betul-betul memahami momentum yang tepat untuk membuat penonton merasa geram, berdebar-debar, dan tegang.
Adegan-adegan humor yang disisipkan juga berhasil menjadi semacam penyegaran tanpa merusak kesan sebelum dan sesudahnya. Kravitz juga cukup cerdas dengan menebarkan berbagai adegan dan petunjuk yang mengundang tanda tanya di sepanjang alur cerita, sehingga membuat penonton merasa penasaran dan tetap fokus pada alur cerita.
Blink Twice tidak disarankan bagi remaja di bawah 16 tahun karena mengandung kata-kata kasar, adegan kekerasan, penggunaan obat terlarang, dan aktivitas seksual.
Baca Juga:
Kemiripan dengan Kasus P Diddy
Setelah menonton film Blink Twice, rasanya cukup wajar jika ramai netizen yang menganggap film tersebut sebagai representasi dari pesta liar P Diddy yang belakangan ini menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, terdapat banyak kemiripan antara keduanya.
Blink Twice memperlihatkan penyalahgunaan kekuatan, kekuasaan, serta segala sumber daya yang dimiliki. Sebagai figur publik, Slater King memanfaatkan pengaruhnya demi menutupi tindakan menyimpang dan pelanggaran sosial. Hal yang sama juga dilakukan oleh P Diddy terkait kasus yang menjeratnya. Eksploitasi perempuan, penggunaan obat terlarang, serta isolasi teritorial sebagai tempat pelaksanaan pesta juga disebut-sebut related dengan kasus rapper asal Amerika Serikat itu.
Meskipun Blink Twice tidak secara langsung mengacu pada P Diddy, tetapi kesamaan tema, plot, dan unsur-unsur lainnya dapat dilihat dengan jelas. Terlepas dari kesamaan-kesamaan yang entah disengaja atau hanya kebetulan belaka, Blink Twice tetaplah buah pemikiran yang mengimplikasikan realitas sosial.
Baca Juga: Memeras Otak! 4 Film Detektif Terbaik ini Mengajak Untuk Menebak Siapa Penjahatnya
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.