Misteri Kamar Mandi
Suara jangkrik dan katak malam mulai mengiringi langkah gadis dengan setelan baju hangatnya. Air mulai menetes ke bumi, hanya tetesan biasa seolah menambah suasana malam yang semakin mencekam. Tidak ada gonggongan anjing. Karena waktu, menunjukkan pukul sembilan, belum terlalu malam.
Hari ini tepat malam jumat kliwon. Kebanyakan orang berpendapat malam tersebut tidak baik bagi siapa pun untuk keluar rumah. Apalagi, bagi dua orang gadis. Dengan langkah kaku dan ditemani senter di tangan, kedua gadis tersebut menelusuri lorong bangunan tua. Tujuan mereka menuju ruangan ujung. Lebih tepatnya tujuan mereka adalah kamar mandi yang selalu mereka pakai di siang hari.
Tugas Prakerin dari sekolah, membuat mereka berdua tinggal di sana. Penerangan menuju kamar mandi sangat minim. Hal tersebut dilakukan agar tidak banyak barang yang dicuri, walaupun CCTV terpasang di beberapa pojok ruangan. Akhirnya mereka sampai di sebuah tikungan yang menjadi akhir tujuan mereka. Mereka nampak bingung apakah kembali atau terus melangkah maju. Salah satu di antara mereka meyakinkan agar mereka tetap lanjut. Lampu kamar mandi terlihat mati. Ingin memastikan hal tersebut, mereka berjalan dengan langkah lambat sembari melambaikan tangan ke dekat pintu, dengan harapan lampu kamar mandi akan menyala.
Malam ini, Kedua gadis SMK tersebut memberanikan diri ke kamar mandi. Mereka memompa keberaniannya, dengan tujuan memastikan lampu kamar mandi disana memang rusak. Bukan karena alasan lain atau bahkan ulah iseng seseorang. Rasa penasaran mereka terbit sebab para pegawai disana memberikan jawaban beragam ketika ditanya soal keadaan kamar mandi. Jawaban mereka beragam. Mulai dari tersenyum, dibilang rusak, atau paling ekstrem mereka mengiyakan bahwa kamar mandi tersebut memang berhantu
Langkah kaki mereka bergema, degup jantung mereka terpacu cepat, akhirnya tibalah mereka di depan dua pintu kamar mandi, dimana disebelahnya terdapat sebuah cermin kecil.
Tiba tiba Atul berkata “Dol, kok gua jadi merinding gini, ya?” bisik gadis pemilik tanda hitam di atas hidungnya.
“Diem … nanti lampunya nyala. Lo sendiri kan yang ngajak, gimana, sih!” protes Adol, berupaya untuk tetap tenang.
Anehnya, lampu di kamar mandi tidak menyala. Mereka terdiam saling berpandangan. Apa mungkin penghuni di sana, sudah tahu jika dua gadia tersebut ingin tahu keberadaan mereka? Atau lampu disana memang rusak. Bukan akibat keisengan makhluk tak kasat mata.
Dengan rasa penasaran, gadis bernama Atul mengulurkan tangannya mendekati pintu kamar mandi. Hening. Seolah waktu berhenti sejenak. Memberikan jeda bagi kedua gadis tersebut memproses kejadian janggal yang mereka hadapi. Walaupun di siang hari, lampu kamar mandi mati. Jika, memang rusak mengapa tidak dibetulkan oleh pegawainya? sungguh aneh. Nafas mereka tertahan. Jemari Atul bergetar mendekati pintu dari plastik tersebut. Degup jantung dapat terdengar oleh masing masing dari mereka, keringat dingin pun mulai bercucuran.
Brak!
Suara benda terjatuh membuat mereka terlonjak kaget, sedangkan pintu kamar mandi diam dan lampu pun masih sama, mati. Tanpa sadar kedua tangan Adol mencengkram tangan Atul. Rasa penasaran kembali datang. Namun mereka belum berani membuka pintu kamar mandi. Lalu, bagaimana dengan lampu itu? Mengapa tidak menyala? Atau jangan-jangan memang tidak dinyalakan oleh petugas disana.
Ketika situasi dirasa aman, Atul memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya. Bermaksud untuk mencari barang yang terjatuh. Sesaat sebelum tangannya mendorong pintu kamar mandi, Lorong kecil, panjang, dan gelap itu terasa menakutkan. Seolah dia berada sangat jauh dari jalan keluar.
“Kita pulang aja, yuk!” ajak Adol.
Atul melirik temannya, dengan tatapan sinis. Lalu berkata “Kok, lampunya enggak nyala, ya?”
Adol mengangkat bahunya, menyatakan tidak tahu. “Udahlah, mungkin emang rusak. Bukan karena ada hantunya!”
Seketika gerimis berubah menjadi hujan lebat. Mereka kembali mundur. Karena lorong disana tidak memiliki atap. Tidak hanya hujan yang semakin lebat, angin pun tiba tiba berhembus dengan kencang. Mereka berdua merapatkan diri ke dinding untuk berlindung. Mereka merasakan sesuatu yang aneh. Adol melirik ke kanan dan kiri, dia merasakan ruangan kecil tersebut seketika memiliki banyak pasang mata yang mengintai.
Adol mencolek pinggang Atul, seketika temannya itu berbalik. Adol mengisyaratkan untuk menatap ke belakang punggungnya. Dimana disana terdapat cermin yang biasa digunakan untuk memperbaiki penampilan atau berfoto ria. Namun kali ini cermin tersebut terasa menakutkan. Walaupun hanya melirik ke arahnya. Mengingat saat ini sudah malam, keadaan gelap, ditambah hujan yang diiringi angin.
“Lo yang paling deket, liat aja sendiri,” perintah Atul. Ia malas hanya menatap cermin, karena ada banyak hal yang sangat menantang keberaniannya.
Karena sisi penasaran Adol yang besar, ia pun dengan penuh keberanian membalikkan tubuhnya tepat menghadap cermin. Tubuhnya terpaku mendapati sosok dirinya yang masih utuh, tidak ada hal yang aneh. Kemudian tatapannya beralih ke sosok bayangan di samping kanan. Wujudnya seperti manusia biasa, hanya saja wajahnya sedikit pucat. Bibirnya kemerahan melengkung, memberikan senyuman manis.
Keringat dingin membasahi, bulu kuduk berdiri, ditambah mulut yang kelu sulit bagi Adol untuk menjerit. Kakinya seolah dipaku, dia tidak bisa memberikan reaksi kalau keadaannya tidak baik-baik saja. Akhirnya Adol memberikan kode kepada temannya dengan mengarahkan telunjuknya. Namun, gadis itu malah menatap lorong kosong, entah memerhatikan objek apa.
Adol semakin ketakutan, hatinya mulai menjerit. Semua doa dan ayat suci Al-Qur’an telah dibacakan, tetapi tetap saja sosok di depannya sulit hilang.
“T—tul …,” lirih Adol, bibirnya berhasil digerakkan. Dia memastilam bahwa temannya bisa mendengar suaranya.
Lama, Atul merespon panggilan Adol. Kepalanya terasa berat untuk melirik ke arah temannya itu. Seketika, sosok di samping cermin semakin melebarkan senyumannya. Detik itu pula, Adol ingin matanya buta, enggan menatap kengerian yang nyata. Senyuman wanita tadi semakin lebar. Baju putih kebesaran dan tiba tiba matanya mengeluarkan darah hitam. Lidahnya keluar, sosoknya mendekat sembari melayang, menghadang tubuh Adol yang gemetar.
Selanjutnya, kepala Atul berputar tidak biasa bahkan itu sangat di luar nalar. Karena kepala Atul memutar dengan terpaksa berbalik, hingga tubuh dan kepalanya tidak menyatu akibat gerakan spontan itu, perut Adol mulai bereaksi ia ingin muntah. Sampai cekikikan wanita dengan bola mata hitam dan bercucuran darah berada di atasnya. Tubuh Adol ambruk tersungkur ke lantai, dengan posisi menghadap ke langit-langit kamar mandi. Kedua tubuh aneh itu pula mendekati, aromanya sangat memabukkan isi perut.
“Ja—jangan, kalian siapa …. Tolong!!” jerit Adol, suaranya sudah kembali, tetapi kedua makhluk aneh itu semakin mendekatinya, Atul yang tadi menemaninya sudah berubah, warna matanya memutih semua, mulutnya mengeluarkan aroma bangkai busuk.
Hingga, wanita dengan linangan darah itu berbisik pelan, sangat pelan, “Jangan ganggu lagi istana kami. Hihihi.”
Napas Adol sudah tidak beraturan, aroma darah dan busuk itu menguar, menusuk ke rongga hidungnya. Kedua matanya terpejam, diiringi hentakan di kedua bahunya yang mencoba menyadarkan keadaan sebenarnya. Adol membuka matanya pelan, mendapati wajah temannya yang semula puca berubah kembali seperti semula.
“Kamu kenapa minta tolong waktu tidur? Ada yang datang ke alam mimpi, ya?”
Adol menegakkan tubuhnya, tersadar bahwa dia ternyata ketiduran di ruangan. Untungnya, tidak ada pekerja lain di dalam.
“Lu didatengin sama penunggu kamar mandi?” tanya balik Adol.
Atul tidak menjawab, ia malah memainkan ponselnya lalu dari arah pintu datang dua pegawai yang satu ruangan dengan Adol dan Atul. Mereka membicarakan soal lampu di kamar mandi, lagi.