Menggugat Konsep Kurikulum Merdeka Belajar


Ilustrasi konsep kurikulum merdeka

Konsep kurikulum merdeka atau merdeka belajar merupakan konsep pendidikan yang dikembangkan oleh Kemendikbudristek, Nadiem Makarim. Tujuan dari kurikulum merdeka adalah untuk memperluas cakupan pembelajaran di sekolah, agar siswa dapat bebas mengembangkan potensi dan minatnya secara mandiri.

Selain itu, kurikulum merdeka dibentuk juga untuk menjawab tantangan-tantangan yang akan dihadapi umat manusia di era revolusi industri 4.0. secara sederhana kurikulum merdeka dapat dipahami demikian, menciptakan suasana belajar yang bebas bagi siswa yang mencakup, kebebasan memilih apa yang akan dipelajari, kebebasan untuk memilih tempat belajar, kebebasan berpikir, dan kebebasan untuk mengembangkan bakat alamiah yang telah siswa miliki.

Baca Juga:

Melihat dari konsep pendidikan merdeka yang digagas oleh Nadiem Makarim di atas, setidaknya sejalan dengan konsep pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara dan diterapkan dalam Taman Siswa, yakni pendidikan harus benar-benar mampu menciptakan suasana belajar yang humanis, jauh dari pemaksaan, otoriter, dan memanjakan.

Dengan konsep merdeka belajar ini diharapkan dapat mampu memperbaiki keterpurukan hasil belajar yang selama ini kurang begitu memuaskan. Namun, sejauh ini kurikulum merdeka hasilnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya, corak kebebasan dan corak kemerdekaan juga hanya berhenti pada tataran kata-kata saja.

Kemerdekaan dalam bingkai kurikulum merdeka hanya dapat dirasakan oleh pendidik saja. Sedangkan, siswa yang juga sebagai pelaku dalam pendidikan masih belum sepenuhnya merasakan manisnya kebebasan dan kemerdekaan dalam belajar. Siswa masih dijejali materi-materi yang mungkin itu tidak begitu penting baginya.

Bakat alamiah maupun potensi-potensi yang mereka miliki terpaksa harus terkubur oleh capaian pembelajaran yang sudah ditetapkan yang notabene hanya dirasakan oleh segelintir orang saja. Artinya dalam kurikulum merdeka ini esensinya tetap sama, yaitu tidak terciptanya kesetaraan antar individu siswa, yang cerdas dalam bidang yang sudah ditentukan akan tetap cerdas dan berprestasi dan yang terbelakang akan tetap terbelakang.

Lahirnya konsep pendidikan merdeka yang digagas Ki Hajar Dewantara dilatarbelakangi oleh kondisi sosial budaya yang dialami oleh beliau dan masyarakat pada umumnya, yakni pada saat Negara Indonesia dikuasai oleh kolonialisme. Pada era tersebut jelas pihak kolonialisme menghendaki rakyat di bawah jajahannya dalam kebodohan dan keterbelakangan, sehingga terciptalah sebuah sekat-sekat antara rakyat jelata dan bangsawan.

Kaum bangsawan bisa masuk dalam gedung-gedung sekolah yang cukup baik pada saat itu, yakni sekolah raja sedang rakyat jelata tepatnya pribumi berada pada sekolah yang jauh dari kata layak. Keadaan inilah yang kemudian menyentuh hati Dewantara dan kemudian beliau beserta rekan-rekannya bertekad untuk memperbaiki harkat dan martabat bangsanya melalui jalur pendidikan. Dari situlah didirikan perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta.

Baca Juga:

Munculnya kurikulum merdeka belajar, diawali pada saat munculnya wabah pandemi COVID-19. Pada saat itu sekolah-sekolah terpaksa harus diliburkan, karena khawatir peningkatan jumlah korban covid-19. Dengan kurikulum merdeka, siswa dapat belajar tidak hanya pada lingkungan sekolah saja, melainkan mereka dapat belajar di luar lingkungan sekolah, seperti di rumah maupun di lingkungan sekitar. Namun, meskipun demikian, pendidikan tetap menggunakan model yang sama usangnya, hanya tempat dan situasinya saja yang berbeda.

Saya bukan menentang kurikulum merdeka, justru saya sangat respek dengannya, akan tetapi yang saya persoalkan di sini adalah, dimana letak kemerdekaan jika hanya dirasakan oleh pengajar saja? Dimana letak kemerdekaan jika materi-materi pendidikan dipukul rata untuk harus dipahami? Dimana letak kemerdekaan jika siswa tetap tidak gembira dalam belajar?.

Masalah yang paling besar dalam pendidikan kita adalah, ketakutan siswa dengan lembaga-lembaga pendidikan. Mereka tidak begitu tulus dalam belajar, jika saja pekerjaan tanpa memandang status sosial, sudah dapat dipastikan lebih banyak masyarakat yang memilih untuk tidak sekolah.

Mereka tidak lain menganggap lembaga pendidikan ataupun sekolah hanya sebagai formalitas belaka, sekolah-sekolah membuka pendaftaran sebesar-besarnya, merayu calon-calon siswa dengan berbagai prestasi yang penuh kepalsuan. Mereka membuat sebuah acara wisuda kelulusan sebagai salah satu strategi marketing dan ketika sudah mendapatkan siswa yang banyak, mereka mulai kebingungan. Akan kita apakan siswa kita? Akhirnya dibuatlah langkah mencocokan sekolah dengan siswa. Kepalsuan dan kebohongan dalam pendidikan dibungkus sedemikian rupa, sehingga jika terdapat seseorang yang mengkritiknya, otomatis orang tersebut akan terkena hukum sosial.

Kurikulum merdeka yang notabene selalu menggembar-gemborkan slogan tut wuri handayani, saya rasa hanya berhenti pada tataran kata-kata saja. Ki Hadjar Dewantara yang dijuluki sebagai The Father of Education in Indonesia, saya rasa hanya sebuah lambang saja, sedang konsep-konsep pendidikannya jauh dari kata sejalan dengan esensi konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Benar atau tidaknya, anda dapat melihatnya pada capaian pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalkan, jika mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat disampaikan dalam waktu 1 tahun, maka siswa akan dipaksa untuk memahami materi yang sudah diracik oleh guru dalam Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), dan mengabaikan siswa yang rendah pemahamannya serta yang mungkin tidak ada minat sama sekali untuk mendalami materi terkait.

Konsep kurikulum merdeka yang mengatakan, bahwa kurikulum merdeka adalah kurikulum yang dirancang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, saya rasa hanya sebuah formalitas saja. Jika anda tidak percaya, saya akan ajukan sebuah pertanyaan sederhana. Misalkan jika anda adalah guru Matematika dan mengajar materi Trigonometri, maka apa yang akan anda lakukan jika anda mendapati siswa yang tidak memperhatikan materi yang anda sampaikan dan siswa disibukkan dengan belajar konten kreator melalui youtube?

Jika anda menjawab, tentu saya akan memarahinya, karena dia tidak menggunakan waktu yang tepat untuk belajar konten kreator, seharusnya dia belajar itu melalui les privat atau yang lainnya. Jika demikian, maka apa sebenarnya fungsi belajar di sekolah? Dan bagaimana esensi dari konsep kurikulum merdeka itu?

Baca Juga: Memahami Peran dan Tanggung Jawab Warga Negara Melalui Pendidikan Kewarganegaraan

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Explorer

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *