Arsitektur

Jejak Sejarah dan Arsitektur Gedung de Vries Bandung; Warisan Kolonial Belanda di Jantung Kota

Jalan Asia Afrika memang sudah terkenal sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Bandung. Bangunan yang masih kokoh bekas peninggalan masa-masa kolonial menjadi daya tarik bagi wisatawan yang melintasi jalanan Braga-Asia Afrika.

Salah satu gedung bergaya kolonial Belanda di Jalan Asia Afrika adalah Gedung De Vries. Gedung De Vries di Bandung merupakan salah satu bangunan bersejarah yang memiliki nilai arsitektur dan sejarah yang penting.

Sejarah dan arsitektur gedung De Vries

Gedung De Vries awalnya didirikan pada tahun 1924 oleh firma arsitek terkemuka di Hindia Belanda, Eduard Cuypers & W. F. Giesen. Gedung ini awalnya dibangun sebagai pusat perdagangan terbesar di Bandung, Indonesia. Bangunan ini menampilkan gaya arsitektur Belanda yang khas dengan sentuhan Art Deco yang elegan.

Gedung De Vries terletak di Jalan Asia Afrika, tepatnya di seberang Gedung Merdeka dan Museum Konferensi Asia Afrika. Dahulu gedung ini merupakan toko serba ada yang dimiliki oleh orang Belanda yang bernama Andreas de Vries, ia datang ke Bandung pada tahun 1899 dan tercatat sebagai penduduk Eropa ke 1.500 di Kota Bandung.

Pada awal kedatangannya, ia membuka toko kelontong kecil di tepi Jalan Raya Post (Grote Postweg), tepatnya di sebelah utara Alun-Alun (sekarang Gedung BRI). Ia kemudian menyewa bangunan di sebelah barat Hotel Savoy Homann dan memindahkan bisnisnya tersebut. Toko De Vries yang merupakan toko serba ada pertama yang ada di Kota Bandung dan kemudian terkenal sampai seantero kota Bandung.

Baca Juga:

Sebelum menjadi Toko De Vries, di lahan tersebut berdiri rumah Belanda, bergaya arsitektur Indis, dengan beberapa pilar di muka gedung. Pada tahun 1879, gedung ini digunakan oleh Societeit Concordia, yang merupakan nama perkumpulan Preanger planter (pengusaha perkebunan di Priangan) dan kaum elite Kota Bandung.

Pada tahun 1895, Societeit Concordia pindah ke gedung di seberang jalan (sekarang Gedung Merdeka) dan gedung lama diubah menjadi Toko De Vries.

Toko serba ada kepunyaan Tuan de Vries ini menyediakan berbagai barang kebutuhan, seperti makanan, kain, sepatu, dan obat-obatan. Beberapa diantaranya ditulis pada kusen, seperti sigaren (cerutu), kunst boek en apierhandel (toko kesenian, buku, dan kertas), landbouwbenodigdheden (keperluan pertanian), venduhouders (balai lelang), dranken provisien (minuman beralkohol), porcelein glass (barang pecah belah), dan meubelen (mebel).

Selama masa penjajahan Belanda, Gedung De Vries menjadi salah satu pusat perdagangan utama di Bandung, yang menawarkan berbagai barang impor dan lokal kepada masyarakat kota serta pendatang. Bangunan ini menjadi pusat aktivitas ekonomi dan sosial di sekitar wilayah Alun-Alun Bandung.

Menurut pendapat lain, De Vries tidak hanya merupakan toko serba ada, melainkan sejenis mal pertama  yang ada di Kota Bandung. Area berjualan di Toko De Vries pernah disewa oleh toko pakaian, toko daging, dan toko mobil. Para sosialita Kota Bandung saat itu banyak yang menjadi langganan Toko De Vries. Keberadaan toko serba ada ini diduga menjadi salah satu pemicu perkembangan di Jalan Braga sebagai kawasan atau pusat perbelanjaan.

Gedung De Vries sudah beberapa kali di renovasi

Setelah kemerdekaan Indonesia, Gedung De Vries terus berfungsi sebagai pusat perdagangan dan pusat kegiatan komersial di Bandung. Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan kota, peran Gedung De Vries berubah dan bangunan ini telah mengalami sejumlah renovasi dan pembaruan untuk menjaga fungsinya yang relevan dengan zaman.

Gedung De Vries pernah mengalami pemugaran pada tahun 1909 dan 1920. Urusan rancangan gedung diserahkan kepada biro arsitek Edward Cuypers Hulswit. Di sebelah timur, dibangun sebuah menara yang masih ada hingga saat ini. Memasuki dasawarsa pertama abad ke-20, kejayaan toko serba ada ini mulai surut, setelah bermunculan toko-toko baru yang lebih besar dan lebih lengkap, salah satunya Toko Onderling Belang di Jalan Braga pada tahun 1913.

Setelah kemerdekaan, bangunan bekas Toko De Vries sempat ditempati oleh Studio Foto Goodland, lalu Restoran Pepping, dan Restoran Padang. Kemudian pada era 1990-an tidak difungsikan, dan berada dalam keadaan tidak terurus. Pada tahun 2005, gedung ini beralih kepemilikan pada pihak bank OCBC NISP. Hingga tahun 2008, Gedung De Vries masih tampak telantar. Baru pada sekitar tahun 2010, OCBC NISP mendapat “lampu hijau” dari pemerintah untuk merenovasi tanpa mengubah bentuk asli bangunan cagar budaya tersebut.

Baca Juga:

Fungsi gedung De Vries saat ini

Pada 29 April 2011, Gedung De Vries diresmikan sebagai kantor bank OCBC NISP. Tidak semua ruangan difungsikan sebagai area operasional bank, seperti bagian lantai dasar Gedung De Vries dijadikan museum kecil yang berisi barang antik, seperti alat-alat perbankan yang digunakan pada zaman dahulu.

Hingga saat ini, Gedung De Vries tetap menjadi salah satu bangunan bersejarah yang penting di Bandung, menampilkan keindahan arsitektur Belanda yang klasik serta mengingatkan akan sejarah kota ini sebagai pusat perdagangan dan budaya di masa lalu. Bangunan ini juga sering menjadi objek wisata sejarah bagi wisatawan yang mengunjungi kota Bandung.

Gedung ini sekarang biasa jadi latar wisatawan saat foto selfie yang berkunjung ke kawasan dekat Gedung Merdeka.

Baca Juga: 12 Desain Arsitektur Bangunan Bersejarah di Indonesia Yang Menakjubkan, Dari Istana Hingga Gereja Tua

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button