Cerpen

AMAZING SARAH AND HER LITTLE THINGS

“Di era globalisasi ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat. Hal ini mendorong setiap orang untuk mampu bersaing secara global. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi seseorang di dunia ini sangat dipengaruhi oleh eksistensi sumber daya manusianya. Demi tercapainya tujuan meningkatkan SDM, maka pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan pendidikan di masyarakat, dengan hal tersebut terciptalah SDM yang memiliki cara berpikir yang logis dan matematis. Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua orang sukses adalah matematikawan, namun setiap orang bisa sukses apabila mampu berpikir secara matematis.”

Begitu kira-kira presentasi dari Sarah, si gadis ambisi dari FKIP. Mata kuliah pertama pagi ini telah berakhir, akhirnya Sarah dan teman-teman yang lain merasakan udara bebas setelah berkutik dengan mata kuliah dan berhadapan dengan dosennya yang super ribet. Berbeda dengan yang lain, Sarah si gadis ambis masih sibuk dengan jurnal-jurnalnya. Walaupun Sarah adalah mahasiswa yang terkenal pintar, Sarah masih suka bergabung dengan teman-teman yang lain, nongkrong di cafe, hangout, dan mengobrol di kantin membicarakan dosen-dosen yang membuat mereka resah. Namun, kegiatan tersebut tidak membuat Sarah lengah dengan nilai-nilainnya, ia sangat pintar dalam membagi waktu antara belajar dan bersantai. Tidak heran, Sarah sangat terkenal jenius baik oleh teman-teman fakultasnya bahkan fakultas lain, karena kepintaran dan keaktifannya dalam mengikuti kepengurusan. Aku, Sarah, Jesi, Leo, Farhan, Jerome, Abel, Cantika, Dika, dan Rafi duduk ditempat biasa kami beristirahat. Kami memesan beberapa menu makan andalan anak kuliah. Disela-sela kami mengobrol Sarah kembali membaca beberapa lembaran kertas berisi hasil penelitiannya. Aku yang melihatnya memutar bola mata dengan malas, benar-benar Sarah sedang istirahat masih sempat-sempatnya belajar.

“Sar, inti dari presentasi kamu tadi maksudnya gimana sih, sorry aku kurang paham deh.” tanya Farhan pada Sarah.

“Jadi gini sih kira-kira. Berpikir matematis itu suatu kemampuan berpikir yang berkaitan dengan kemampuan dalam menggunakan penalaran untuk membangun argumen matematis, kemampuan mengembangkan strategi atau metode, pemahaman konten matematika, serta kemampuan mengkomunikasikan gagasan. Kemampuan berpikir matematis perlu ditempatkan sebagai tujuan pembelajaran.” jawab Sarah dengan santai. 

Kami semua yang mendengar hanya mengangguk pura-pura paham, terlebih aku yang sama sekali tidak mengerti. Tetapi, tetap saja pemikiran Sarah benar-benar membuatku sangat iri terhadapnya.

“Menurut kalian, berpikir matematis itu berguna gak sih buat kehidupan sehari-hari kita?” tanya Jerome dengan penasaran.

“Perlu dan berguna sih, sebagai manusia yang punya akal kita perlu untuk berpikir matematis, ya karena kemampuan berpikir matematis dan kritis akan memberikan arahan yang tepat dalam melakukan sesuatu, dan sangat diperlukan ketika sedang memecahkan masalah atau mencari solusi” jawab Jesi.

Aku yang daritadi hanya diam memperhatikan, sebenarnya aku mau menjawab tapi aku terlalu takut mengeluarkan pendapatku, biasa deh mental anak kuliah tapi seperti anak SD memang seperti ini.

“Kalo menurut kamu gimana Sar?” tanya Rafi.

Sarah menoleh kearahku dan teman-teman satu persatu, lalu ia tersenyum.

“Berpikir matematis sangat berguna dalam menyelesaikan problematika kehidupan, problematika kehidupan itu dapat diselesaikan dengan menggunakan ilmu logika. Cabang ilmu yang satu ini mempelajari bagaimana mencari suatu kebenaran dan kesetaraan masalah yang sedang kita dihadapi. Kadang permasalahan seperti ini yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari, dan pasti sangat sulit untuk menentukan kebenaran atau pun alternatif yang setara untuk menyelesaikan masalah. Dalam mekanisme proses berpikir matematis juga terdapat strategi untuk menyusun kerangka berpikir hingga sampai pada tujuan yang ingin dicapai lho”. Jawab Sarah yang dibalas tepuk tangan oleh kami semua. Sarah membuka laptopnya dan memperlihatkannya pada kami.

“Nah ini pernyataan dari Mason, Burton, dan Stacey maksud dari berpikir matematis. Dengan berpikir matematis seseorang akan membangun kepercayaan tanpa kecemasan untuk menyelesaikan masalah, dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang sedang dikaji”. kata Sarah dengan tenang. 

Jujur Sarah keren dan aku bangga mempunyai teman sepertinya, dia memang benar-benar cerdas. Kami semua yang mendengar pernyataannya Sarah langsung memberikan jempol padanya, Sarah tersenyum dan kami pun mulai meninggalkan kantin. Aku, dan yang lain sudah berada di kelas menunggu jam ketiga dimulai sambil mengobrol santai, beberapa teman yang lain juga terlihat asyik memainkan ponselnya. Bahkan ada juga yang tidur!

“Gawat!!” teriak Gina, salah satu temanku yang ditugaskan sebagai penanggung jawab mata kuliah. Seisi kelas menjadi sangat ramai melihat Gina yang berteriak.

“Ada apa siIh Gin?” tanya salah satu temanku.

“Hari ini, Prof. Bambang minta kita presentasi di auditorium ya, semuanya 5 menit udah di sana, bikin power point singkat aja, cepat ya.” kata Gina yang langsung pergi meninggalkan kelas.

Semua yang berada di kelas tersontak kaget, tak heran sih sebagai mahasiswa harus siap sedia ketika ada hal mendadak, apalagi presentasi, ujian, penelitian dan lain-lain. Kami segera bergegas menuju auditorium, aku duduk disebelah kanan Sarah. Kami semua sibuk dengan pikiran masing-masing, jari-jemari ku mulai menari di atas keyboard dan mulai membuat presentasiku. Aku melihat Sarah yang tenang menyelesaikan power point nya hanya dengan waktu 10 menit. 

Aku menggeleng heran. “Kamu tiap hari makan apa sih Sar, jangan-jangan cucunya Albert Einstein ya?” tanyaku dengan heran.

Sarah hanya membalasnya dengan senyuman. Hingga tibalah saat-saat menegangkan, Prof. Bambang memasuki ruangan dan menjelaskan singkat materi yang akan dipresentasikan. Aku yang gugup, tak bisa berpikir jernih, badanku kaku, aku melihat teman-temanku sudah menyelesaikan power point nya, hanya aku yang masih sibuk membuat judul. Aku ingin menangis, bagaimana jika aku yang dipanggil maju ke depan?

“Baik, kita akan mulai presentasinya. Kalian semua harus menjelaskan mengenai prinsip dalam mengembangkan media pembelajaran. Kamu, silahkan presentasikan hasil kerja kamu.” benar saja Prof. Bambang menunjuk ke arahku, sungguh aku ingin menangis sekarang, semua menoleh kearahku seakan memaksaku untuk maju, Sarah yang paham dengan gelagat dan memahami raut wajahku mencoba membuka suara. 

“Maaf Prof, apakah boleh saya terlebih dahulu yang mempresentasikan tugas saya?” tanya Sarah dengan berani, aku menoleh kearah Sarah memohon pertolongan. Syukurlah, permintaan Sarah disetujui oleh Prof. Bambang dan membuat ku sedikit tenang, Sarah langsung mengambil posisi. Aku memberikan jempol untuk Sarah dan dibalasnya dengan senyuman, Sarah penolongku!

“Sekian presentasi dari saya, jika ada pertanyaan silahkan diajukan, terima kasih” kata Sarah dengan tenang.

Akhirnya jam kuliah hari ini selesai, presentasi tadi ditutup dengan sesi tanya jawab yang menegangkan. Langit mulai gelap, Satu persatu semua orang meninggalkan auditorium.

“Duluan ya semua.” kata Abel dan Cantika.

“Eh aku udah dijemput, duluan ya.” kata Jesi meninggalkan kelas, dan diikuti oleh teman-teman yang lain.

Tinggalah aku dan Sarah berdua, aku memperhatikan Sarah yang sedang membereskan laptopnya. Aku membuka suara terlebih dahulu untuk memecah suasana.

“Hmm… Sar, terima kasih banyak ya tadi udah bantuin ngalihin Prof. Bambang” kataku pada Sarah.

Sarah tersenyum dengan santai. ”Sama-sama, santai aja Nin. Oh iya, Mau temenin aku ke toko buku gak?” tanya Sarah.

Aku yang merasa berhutang budi padanya mengangguk, sekalian mencuci mata ke mall agar otak lebih segar. Aku dan Sarah menyusuri kota di sore hari, kami tiba di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Aku dan Sarah memasuki toko buku yang lumayan besar, Sarah mulai memilih beberapa buku yang akan ia beli. Aku izin untuk pergi kebagian rak buku yang lain. 

“Sar, aku kesana dulu ya.” kataku.

“Oke siap, nanti aku nyusul.” kata Sarah.

Aku melihat-lihat berbagai macam buku, aku mengambil sebuah buku yang membuatku tertarik buku yang lumayan tebal dan bau khas yang menyengat, perlahan aku buka lembaran buku itu satu persatu, Introduction of Philosophy karya George Stuart Fullerto. Buku yang berisi tentang bagaimana kita memahami berbagai sudut pandang, belajar untuk perpikir kritis dan berbagai ilmu filsafat lainnya. Tiba-tiba Sarah menepuk bahuku, ternyata ia sudah membeli beberapa buku, bukan beberapa, tapi banyak.

“Sudah Sar?” tanyaku pada Sarah.

Sarah memperlihatkan tas belanjanya “Udah nih, makan dulu yuk” ajak Sarah dengan semangat.

Aku dan Sarah duduk disebuah restoran Korea dan memesan beberapa menu. Jujur ini kali pertama aku jalan berdua saja bersama Sarah, biasanya kami selalu jalan dengan teman-teman yang lain. Suasana menjadi canggung, aku mencoba mengajak Sarah mengobrol.

“Sar, kalau boleh tau tips biar kaya kamu gimana sih? Orang tua kamu pasti hebat ya, soalnya anaknya aja sekeren ini.” Tanyaku sambil mengunyah makanan yang ada di mulutku. 

Sarah tersenyum. “Nindy, kalau kamu mau tau, jujur dulu aku gapernah tertarik untuk kuliah” jawab Sarah yang membuatku kaget.

“Kok?! Kenapa emang?” tanyaku penasaran.

“Ada banyak hal yang aku pertimbangkan sebelum lanjut kuliah, dulu aku enggak paham soal apapun. Orang-orang di sekelilingku gak ada yang mendukung aku untuk lanjut ke perguruan tinggi. Katanya, ‘Kamu anak orang gak mampu, emang bisa kuliah?’ dan masih banyak kata-kata yang menyakitkan buatku. Ya, karena sering dianggap remeh sama orang lain aku jadi berproses untuk tumbuh menjadi lebih baik, aku mencoba mempelajari ilmu psikologi, ilmu filsafat, ilmu logika dan matematika. Awalnya berat, tapi setelah aku lihat masa laluku yang begitu suram aku enggan untuk menyerah.” jawab Sarah.

Aku yang mendengar cerita Sarah sangat terharu. Sarah sedewasa itu ya.

“Kalau mau tau tipsnya, ya perbanyak baca buku aja, ikut kegiatan yang mengasah skill Nin, perkuat public speaking kita. Seperti yang aku bilang tadi, bahwa tidak semua orang sukses adalah matematikawan, namun setiap orang bisa sukses apabila mampu berpikir secara matematis. Jangan takut memulai.” kata Sarah dengan tegas. 

“Aku gak nyangka Sar, ternyata selama ini kita gak sedeket itu, bahkan aku baru tau masalah yang kamu hadapin saat ini. Aku bangga banget punya temen kaya kamu, pintar, rajin, berpikir kritis, dan selalu bisa bagi waktu.” kataku pada Sarah. 

“Gak apa-apa, maaf kalau aku orangnya tertutup yah. Oh iya, Nin, jadilah pemberani dalam membuat keputusan akhir, lalu jangan buta dan tuli terhadap kritik dan saran, sebab itu akan membuat kamu menjadi lebih baik dalam menjalani kehidupan.” pesan Sarah padaku.

Aku tersenyum lebar padanya, Sarah bukan hanya pintar dibidang akademik, tapi Sarah juga begitu dewasa dan pengertian. Kami larut dalam pembicaraan panjang, hingga tak sadar hari mulai malam, aku dan Sarah berpamitan untuk kembali kerumah masing-masing. Sejak saat itu, tak ada lagi Sarah si gadis ambis yang tertutup, tak ada lagi Nindy si penakut yang gampang menyerah. 

Kehadiran Sarah bisa menjadi guru bagi orang-orang disekitarnya. Ia memberikan pelajaran padaku, bahwa sebelum menentukan sesuatu harus dipikir terlebih dahulu. Sebagai manusia, perlu berpikir kritis agar hidup lebih teratur. Pemikiran yang layak akan memberimu sesuatu yang bermanfaat. Berpikir rasional dalam menjalani kehidupan. Caranya menjadi seorang yang hebat terkesan sangat sederhana namun, selalu berakhir istimewa.

 

Baca Juga: Setetes Peluhku Untuk Negeri

 

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button