ParentingLife

Stop Berteriak Pada Anak! Ini 5 Dampak Negatif Terhadap Mental dan Perkembangannya

Mengondisikan anak dengan berteriak merupakan cara cepat ketika mereka berbuat salah atau melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita.

Daya tahan untuk tidak marah dengan berteriak tergantung seberapa besar kita mampu memahami diri sendiri dan anak-anak, juga seberapa besar kita mempunyai rasa bahagia  di dalam diri.

Meskipun berteriak menjadi cara yang ampuh untuk mendisiplinkan, namun banyak dampak negatif untuk anak-anak kita. Apa saja dampaknya? Simak penjelasan berikut ini.

1. Anak tidak percaya diri

Sering berteriak pada anak menimbulkan efek negatif untuk perkembangannya. Umumnya rasa percaya diri akan muncul ketika anak dihargai, begitu pula sebaliknya mereka merasa tidak berharga setiap kali diteriaki.

Rasa tidak percaya diri ini membuat anak lebih senang menyendiri, tidak mau bergaul dengan sekitar, dan muncul trauma. Hal ini dikarenakan mereka takut orang lain akan berteriak juga.

Baca Juga:

2. Menjadi penentang

Perilaku menentang biasanya muncul dari umur 4 tahun hingga 7 tahun, mereka cenderung tidak mau menuruti perintah. Namun, bisa juga belum terlihat pada kisaran usia tersebut, melainkan muncul saat usia 17 tahun.

Anak 17 tahun yang sedang menuju remaja memiliki energi dan hawa nafsu yang kuat, sehingga bagi mereka yang sering mendapat teriakan dari orang tuanya, pasti menunjukkan penentangan yang lebih besar.

Perlu diwaspadai karena hal ini seperti bom waktu yang tidak tahu kapan tapi pasti akan meledak.

3. Tidak tahan banting

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa mendisiplinkan dengan berteriak pada anak memang cara cepat yang ampuh. Namun teriakan membuat anak menurut karena mereka takut, bukan karena sadar akan kesalahannya.

Apabila hal ini sering terjadi dan rasa takut semakin menumpuk, akan muncul masalah baru seperti stres, depresi, dan pribadi penakut yang tidak mampu menyelesaikan masalahnya dengan mandiri.

4. Kesulitan fokus

Teriakan membuat ketegangan dalam diri anak, dan ketenangan hilang dari jiwa mereka. Padahal, untuk memperoleh fokus, kita harus dalam kondisi yang tenang.

Contohnya saat berkendara dengan pikiran tenang membuat pengendara lebih nyaman, begitu pula sebaliknya jika berangkat dengan kondisi tegang dan terburu-buru, fokus kita akan hilang.

Baca Juga:

5. Berteriak pada anak akan memperparah kesalahan

Berteriak menjadi pilihan ketika orang tua tidak mampu mengomunikasikan kesalahan anak. Harus ini dan itu tanpa bisa negosiasi, singkatnya orang tua yang saklek.

Selain itu, orang tua yang kurang bonding dan tidak erat hubungannya dengan anak juga cenderung berteriak pada anak saat mendidik.

Padahal dengan berteriak, kesalahan anak tetap tidak teratasi. Mereka tidak tahu kesalahannya dimana dan hanya fokus menyelamatkan diri dari amarah orang tuanya, akhirnya kesalahan mereka pun semakin bertambah parah.

Itu tadi dampak buruk yang mungkin terjadi jika kita sebagai orang tua sering berteriak pada anak.

Memang sulit untuk menghentikannya, apalagi sebagai ibu yang banyak dibebankan tanggung jawab rumah tangga tapi masih harus mendidik putra-putri mereka, dan tidak luput pula ayah yang lelah bekerja lalu dihadapkan dengan tingkah anak yang kadang membuat geram.

Sedikit tips untuk menjaga kestabilan emosi adalah dengan membahagiakan diri kita sebelum orang lain, khususnya ibu yang sering mendahulukan kepentingan anak dan suami dari pada dirinya sendiri.

Sebisa mungkin kita penuhi kebutuhan diri dengan istirahat yang cukup, makan teratur, dan waktu untuk melakukan hobi atau istilahnya me time. Jika memang memungkinkan, delegasikan tugas-tugas rumah tangga kepada orang lain atau bekerja sama dengan suami, sehingga waktu yang kita gunakan untuk bersamai anak lebih berkualitas.

Sumber:

Webinar Rumah Ibu Komunitas – Narasumber: Ustadz Ratno, LC, M.Ag (founder parenting & psikologi islam)

Baca Juga: 5 Tips Sederhana untuk Ayah, Agar Tidak Mudah Memarahi Anak

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button