Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh tetap berdiri dengan gagah dan megah di tengah perubahan zaman, pergantian kepemimpinan dan generasi berselang.
Sama seperti masjid-masjid lainnya, Masjid Raya Baiturrahman Aceh ini memiliki fungsi untuk beribadah dan sebagai pusat pendidikan ilmu agama Islam. Bahkan, pada masa Sultan Iskandar Muda (1607—1636), kalangan dari luar negeri, seperti Melayu, Persia, Arab, dan Turki yang datang untuk memperdalam ilmu agama di sini.
Ketika terjadi gelombang tsunami menghantam seluruh kota, masjid ini tetap berdiri kokoh. Masjid ini juga menjadi tempat berlindung warga Aceh saat menyelamatkan diri dari gulungan ombak tsunami. Kini, Masjid Raya Baiturrahman dapat menampung hingga 24.000 jamaah. Perkarangan masjid yang dulunya dipenuhi rerumputan hijau diubah menjadi lantai marmer dan dilengkapi dengan 12 payung elektrik untuk melindungi jamaah dari panas sinar matahari.
Perjalanan panjang masjid raya Baiturrahman, menjadikannya sebagai saksi sejarah, menjadi simbol keberadaan masyarakat Aceh yang konsisten, tegak dan kokoh berdiri dengan keyakinannya.
Saksi sejarah sejak masa kolonial
Masjid Raya Baiturrahman menjadi saksi sejarah dari zaman ke zaman, mulai era pemerintahan raja dan sultan di Aceh. Pemerintahan kolonial Portugis hingga Belanda dan pemerintahan Republik Indonesia. Masa pemerintahan RI, Masjid Raya Baiturrahman mengalami pasang surut, mulai zaman Presiden Soekarno, Presiden Soeharto hingga masa reformasi Presiden Joko Widodo.
Masjid Raya Baiturrahman bersama masyarakat muslim Aceh, banyak mengalami asam garam kehidupan. Masyarakatnya merasakan bagaimana setiap zaman memperlakukan masjid dan masyarakat muslim. Semua itu menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat muslim Aceh untuk menyikapi setiap perubahan dan zamannya.
Masjid Raya Baiturrahman dibangun Sultan Iskandar Muda tahun 1022 H/1612 M. Untuk pertama kali dibangun pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada era penjajahan Belanda, masjid ini difungsikan sebagai basis pertahanan dan perlawanan rakyat Aceh. Dari sinilah mengapa akhirnya Belanda membakar Masjid Raya Baiturrahman. Hingga saat ini, dengan berkembangnya penerapan syariat Islam di Aceh, fungsi Masjid Raya Baiturrahman Aceh bagi masyarakat juga dijadikan sebagai media pengembangan potensi sosial kemasyarakatan
Pertengahan shafar 1294 H / Maret 1877 M atau tepatnya empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman dibakar, Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah dibakar itu. Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, Tengku Qadhi Malikul Adil meletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Raya Baiturrahman.
Tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman ini diperluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Tahun 1965 M terjadinya perluasan kembali. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dikerjakan pada tahun 1967 M. Dan pada tahun 1991 M, Masjid Raya Baiturrahman diperluas kembali.
Baca Juga:
Tetap kokoh diterjang tsunami
Saat tsunami menerjang pesisir Aceh 26 Desember 2004, Ulee Lheue adalah salah satu wilayah yang rata dengan tanah. Dari 6 ribu-an warga desa ini, lebih dari separuhnya menjadi korban. Bahkan empat dusun raib ditelan gelombang.
Ajaibnya, satu-satunya bangunan yang tersisa adalah Masjid Baiturrahim. Padahal rumah ibadah itu letaknya hanya terpaut puluhan meter dari bibir pantai. Sekretaris Pengurus Masjid, Subhan, adalah warga yang selamat. Dia masih sempat lari sebelum gulungan ombak menerjang.
Di tengah dahsyatnya ombak tsunami Aceh 2004, Masjid Raya Baiturrahman tetap berdiri kokoh di saat bangunan di sekitarnya hancur luluh lantak disapu ombak tsunami. Usai tsunami, masjid memang mengalami kerusakan, tapi tak parah. Beberapa Al-Quran dan kitab-kitab yang berserakan di dalamnya. Padahal bangunan ini didirikan tanpa kerangka besi. Namun bagian yang rusak hanya sekitar 20 persen, samping dan belakang.
Arsitektur indah masjid Baiturrahman
Dibangun di atas lahan yang terbuka, membuat Masjid Raya Baiturrahman tampak megah dan secara keseluruhan bangunannya tampak dari berbagai arah. Terlebih di bagian taman, terdapat kolam besar dan ditumbuhi beberapa pohon kurma.
Masjid Raya Baiturrahman memiliki ribuan keindahan. Arsitektur Masjid Raya Baiturrahman bercorak eklektik yaitu suatu rancangan yang dihasilkan dari berbagai unsur dan model terbaik dari berbagai negeri.
Arsitektur masjid yang merupakan gabungan gaya sejumlah negara, di mana gerbang utama menyerupai gaya rumah klasik Belanda berada tepat di depan pintu utama yang dibatasi serambi bergaya arsitektur masjid yang berada di Spanyol. Selain itu, ada pintu sekat untuk menuju ruang utama masjid memiliki aksen kuni India.
Jika kita masuk ke dalam Masjid Raya Baiturrahman Aceh ini, Kamu akan melihat lantai dengan marmer putih dari Italia dan tiang putih penyangga yang kokoh dengan aksen hiasan di bagian bawahnya. Tepat di bagian tengah ruangan utama, terdapat lampu gantung yang memuat 17 titik lampu penerang.
Perlu kamu ketahui, Masjid Raya Baiturrahman kini menjadi cagar budaya dunia dengan konstitusi luar dalamnya merupakan keaslian elemen bangunan dari zaman pra kemerdekaan yang berupa kerawang pintu yang terbuat dari lempengan emas dan tembaga, serta tiang-tiang kecil dalam masjid dengan lapisan aslinya.
Selain itu, kusen jendela berbentuk roda pada bagian luar dan bagian dalamnya terbuat dari kayu. Sementara itu, ujung tombak pada atap kubah terbuat dari lempengan logam tipis dan bagian dalam kubah terbuat dari rangka kayu yang tersusun begitu rapi dan berdiri tegak.
Baca Juga:
Menjadi destinasi wisata dengan spot foto yang instragamable
Semenjak selesai renovasi, suasana Masjid Baiturrahman Aceh menjadi semakin nyaman dan apik. Keindahannya yang begitu menawan membuat banyak orang membandingkannya masjid ini dengan Taj Mahal di India.
Ada banyak sekali spot menarik yang bisa kamu pilih selain area dalam masjid yang khusus untuk ibadah. Salah satu yang paling populer tentu saja area pelatarannya.
Di tempat ini Anda bisa mendapatkan latar foto masjid yang megah dengan payung hidrolik berukuran besar seperti di Mekah. Selain itu, area gerbang di dekat menara masjid setinggi 35 meternya pun tak kalah punya view yang apik.
Waktu terbaik untuk menikmati keindahan masjid ini adalah saat sore hari mulai dari setelah ashar hingga isya. Sambil menunggu suara azan berkumandang, Anda dapat bersantai dan berfoto ria di pelataran masjid yang luas.
Gimana, sangat menarik ya. Jangan sampai hal ini membuat kamu hanya terpesona oleh arsitektur masjidnya saja, tapi tidak beribadah di sana.
Baca Juga:Â 5 Manfaat Masjid bagi Anak, Ayah Bunda Wajib Tahu!
0 Comments