Merek Tupperware sudah dikenal luas sebagai ‘rajanya’ wadah plastik penyimpanan makanan. Sedemikian terkenalnya, merek itu digunakan untuk menyebut wadah plastik apapun. Kini, dinyatakan bahwa Tupperware bangkrut.
Tupperware pertama kali rilis pada 1946 dengan memperkenalkan produk plastiknya oleh pendirinya, Earl Tupper. Setelah itu, mereka mematenkan segel kedap udara yang fleksibel dan penjualannya laris manis di dunia, termasuk Indonesia.
Merek Tupperware di Indonesia dapat dibilang sebagai salah satu brand wadah makanan paling favorit untuk kalangan ibu-ibu. Kala itu, Tupperware ini seringkali menghadirkan produk-produk dengan kualitas tinggi, inovatif serta menarik dengan warna-warna trendi.
Baca Juga:
Lalu, juga terlihat dari keunggulan Tupperware dengan kualitas bahan terbaik dan warna desain yang menarik. Tak heran jika ibu-ibu sering membeli produk tersebut dan menjadi konsumen yang paling banyak.
Setelah 78 tahun perjalanannya, akhirnya Tupperware mengalami kebangkrutan. Tupperware resmi mengajukan kebangkrutan pada 17 September 2024. Ada beberapa alasan utama kenapa tupperware bangkrut.
1. Penurunan penjualan dan biaya operasional yang tinggi
Permintaan pasar terhadap produk Tupperware menurun drastis. Kondisi tersebut tampak ironis sebab saat pandemi Covid-19, penjualan wadah plastik kedap udara tersebut sempat meningkat karena tren memasak di rumah.
Tupperware, yang namanya menjadi identik dengan wadah plastik kedap udaranya, dalam beberapa tahun terakhir kehilangan popularitas di kalangan konsumen. Hal ini terlihat dari jatuhnya harga saham Tupperware yang pada Senin (16/9/2024) diperdagangkan di level 0,5099 dolar Amerika Serikat (AS), jauh turun dari 2,55 dolar AS pada Desember 2023.
Lonjakan biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku seperti resin plastik pasca-pandemi sangat menekan bisnis dari Tupperware.
“Dengan neraca yang baru-baru ini, direstrukturisasi dan dorongan keuangan sementara, leverage Tupperware yang tinggi, penjualan yang menurun, dan margin keuntungan yang menyusut, terlalu berat untuk diatasi,” kata ketua eksekutif di firma analisis keuangan RapidRatings, James Gellert.
2. Tupperware bangkrut karena utang yang menumpuk
Dlilansir dari Reuters, perusahaan wadah tersebut mempunyai utang lebih dari US$ 700 juta atau setara Rp10,85 triliun.
CEOÂ Tupperware, yakni Lauri Ann Goldman menyatakan jika selama beberapa tahun terakhir, untuk posisi keuangan perusahaan sudah terpengaruh oleh lingkungan ekonomi makro yang menantang.
Karena itu, untuk melunasinya, utang tersebut ditawarkan dengan harga murah kepada investor yang nantinya akan menyita aset Tupperware sebagai ganti pinjaman.
Selain itu, untuk menjaga kelayakan intelektualnya, Tupperware sudah mengajukan perlindungan kebangkrutan. Tupperware hanya diberi waktu 30 hari untuk segera menemukan pembeli perusahaan.
Baca Juga:
3. Persaingan pasar dan tidak berinovasi dalam model pemasaran
Persaingan dengan produk wadah makanan lainnya yang lebih murah dan mudah diakses juga berkontribusi pada penurunan penjualan.
Meskipun Tupperware disebut sebagai “produk mukjizat“ pada awal peluncurannya beberapa dekade yang lalu, Shuttleworth menambahkan sekarang pasar itu dipenuhi dengan perusahaan-perusahaan yang menawarkan alternatif yang lebih murah dalam beberapa tahun terakhir.
Tupperware disinyalir gagal untuk ikut beradaptasi dengan perubahaan pasar serta persaingan yang kain ketat. Model bisnis Tupperware masih mengandalkan pemasaran berjenjang atau MLM (Multi-Level Marketing) yang sudah ketinggalan zaman.
Berbagai upaya yang dilakukan sejak tahun lalu, seperti menerapkan rencana strategis untuk memodernisasi operasinya dan mendorong efisiensi guna memacu pertumbuhan, penunjukan tim manajemen baru, inisiatif untuk mendapatkan distribusi melalui retail-retail besar, tidak cukup berhasil untuk mengangkat Tupperware dari jurang kebangkrutan.
Baca Juga: Pengertian Greenflation, Masalah Besar atau Sekedar Recehan!