Social & Culture

14 Istilah Dalam Tradisi Pernikahan Adat Jawa, Ritual Yang Sarat Makna!

Dalam setiap adat istiadat, selalu mengandung pesan moral yang ditanam hingga berbuah menjadi satu pola sikap yang mencerminkan suku tersebut. Di pernikahan adat jawa, setiap rangkaiannya sarat makna dan ternyata beberapa berdasar pada legenda yang sering kita dengar.

Pada Tradisi jawa, upacara pernikahan dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu pra acara, acara utama, dan acara setelah pernikahan. Ada beberapa istilah yang biasa digunakan dalam tradisi pernikahan adat jawa, dari persiapan hingga pasca pernikahan.

1. Srah-srahan

Srah-srahan yakni keluarga pihak pengantin pria memberikan barang kepada keluarga pihak pengantin perempuan. Umumnya srah-srahan berisi seperangkat pakaian lengkap, perhiasan, beras, kelapa, peralatan rumah tangga, hewan ternak, dan sejumlah uang.

Srah-srahan bertujuan membantu persiapan acara pernikahan serta memberikan beberapa barang yang memiliki nilai filosofi sekaligus simbol pengharapan kepada Tuhan.

Baca Juga:

2. Pasang Tarub

Tarub maksudnya atap kajang, atau anyaman yang terbuat dari daun nipah atau kelapa. Dibangun sebagai atap tambahan apabila ada acara tertentu. Asal mulanya dari kisah Jaka Tarub, ketika hendak menikah dengan Dewi Nawangwulan. Ia membangun atap tambahan dan menghiasnya dengan tumbuhan termasuk diantaranya janur kuning, sebagai pertanda ia akan menikah.

3. Pasang Tuwuhan

Tuwuhan (Tumbuhan) berfungsi sebagai dekorasi dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Dekorasi yang dipasang seperti janur, daun kluwih, daun beringin, daun dadap serep, seuntai padi (pari sewuli), cengkir gadhing, pisang raja, tebu wulung watangan, kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas), dan Kembang setaman.

4. Bleketepe

Bleketepe sangatlah sederhana, hanyalah sebuah anyaman kelapa yang dimanfaatkan sebagai hiasan pernikahan. Bleketepe akan membuat prosesi yang diselenggarakan terlihat tradisional, tetapi tidak menyingkirkan nilai dari adat jawa yang dipakai untuk melangsungkan pernikahan.

5. Siraman

Siraman sebagai simbol dari pembersihan diri lahir dan bathin dari calon mempelai, juga memohon restu dari para pinisepuh. Prosesi siraman dilakukan dengan menggunakan air kembang setaman, yakni mawar, melati, kenanga, cempaka; kendi dari perunggu/tembaga; air dari tujuh mata air; dan lain sebagainya.

6. Dodol Dawet

Dodol Dawet atau jual dawet dilakukan saat calon pengantin yang telah selesai siraman, sedang didandani di kamarnya. Dawet yang dijual berbentuk bulat, melambangkan kebulatan tekad orangtua untuk menikahkan anaknya. Dodol Dawet dilakukan oleh ayah ibu calon mempelai, sebagai contoh bagi anaknya, dalam mencari nafkah suami istri harus saling membantu.

Baca Juga:

7. Midodareni

Midodareni diambil dari kata “widadari” atau bidadari. Masyarakat Jawa percaya para bidadari turun untuk memberi restu pada calon pengantin wanita sehingga menjadi cantik seperti para bidadari. Pada malam ini, suasana harus tenang dan khusyu’, bahkan berbicara pun sebaiknya berbisik.

Midodareni dilakukan dengan mempelai wanita bersama orang tua dan teman-temannya berdoa supaya ijab kabul serta pesta pernikahan di esok hari dapat berjalan lancar. Sebelum berdoa bersama, orang tua akan menyuapi sang putri sebagai simbol suapan terakhir. Dalam acara tersebut juga terkadang dilakukan acara penebusan kembar mayang sebagai lambang kesejahteraan semesta.

8. Lempar Sadak

Sadak atau gantal adalah daun sirih yang digulung, dan di dalamnya diisi enjet (apu) dan jambe, lalu diikat benang. Sadak sering diartikan sebagai simbol kasih sayang.

Rumah tangga, bagaimanapun rukunnya tentu akan mengalami perselisihan, ibarat piring akan tetap berbenturan saat dicuci. Tidak dapat dihindari, namun tetap dijaga jangan sampai pecah.

Artinya, dalam hidupnya nanti suami istri saling mendahului untuk menyelesaikan perselisihan dengan jalan saling mendahulukan “sadak”.

9. Wijidadi

Wijidadi berarti benih jadi. Ini adalah doa dari seluruh keluarga bahwa perkawinan ini akan berhasil memenuhi tugas hayatinya, yakni memiliki keturunan. Upacara ini juga disebut “ngidak endhog”. Diharapkan sang istri bisa “menyediakan” telur yang sehat, dan sang suami dapat memecahkannya sehingga lahirlah keturunan dari keluarga ini.

10. Sindur

Sindur berasal dari kata isin dan mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat berani karena benar.

Ayah membimbing, ibu menyelimuti. Pada waktu mengenakan kain sindur tersebut, Sang ibu  mengucapkan doa dan restunya untuk menyatukan kedua pengantin.

11. Nimbang

Saat prosesi nimbang, ayah memangku pengantin pria di sebelah kanan, dan wanita di sebelah kiri, kemudian berkata ‘keduanya sama berat’. Maknanya, bahwa sesudah menjadi suami istri, orang tua pengantin wanita menganggap anak menantu sama dengan anak kandungnya sendiri, sehingga keduanya akan direngkuh sama dengan kasih sayang yang sama pula.

12. Kacar kucur

Acara kacar kucur merupakan acara simbolisasi pengantin pria menyerahkan hasil jerih payahnya kepada istri, dengan mengucurkan hasil bumi (padi) dan mata uang logam ke pangkuan sang istri, lalu sang istri membungkusnya dengan rapi tanpa ada yang tercecer.

Upacara ini memiliki makna agar suami tidak lupa pada kewajibannya untuk menyerahkan hasil jerih payahnya kepada istrinya, dan sang istri berkewajiban untuk menyimpannya dan memanfaatkan secara hemat dan tepat guna.

13. Dulangan

Dulang artinya suap. Merupakan lambang harapan, agar dalam kehidupan rumah tangga, suami istri bisa satu jiwa, apa yang menyenangkan sama dinikmati, yang menyusahkan sama ditahan. Yang sedap sama dicicipi, yang harum sama dihirup. Yang sakit tiba di mata sama dipicingkan, tiba di perut sama dikempiskan. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.

Baca Juga:

14. Tilik besan atau ngunduh mantu

Tilik Besan sering diistilahkan dengan ngunduh mantu. Pengantin beserta orang tua mempelai wanita, keluarga, dan tetangga mengunjungi besan atau orang tua mempelai pria.

Sesampainya di rumah besan, mempelai wanita segera sungkem kepada mertua diikuti oleh mempelai pria. Hal ini sebagai wujud bakti pengantin pada orang tua atau mertua.

Selanjutnya, mertua mendudukan kedua mempelai di pelaminan. Lalu, orang tua pengantin pria menjemput orang tua pengantin wanita dan diantar untuk duduk di sisi pelaminan berdekatan dengan mempelai pria. Hal ini sebagai lambang penghormatan besan terhadap orang tua mempelai wanita.

Baca Juga: 7 Upacara Adat Jawa Barat Untuk Menyambut Kelahiran Bayi, Dari Mengubur Tembuni Hingga Turun Taneuh

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button