Opini

Perlunya Digitalisasi Sistem Pertanahan di Indonesia

Pasal 33 dalam UUD 1945 disebutkan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Tertulis jelas dalam konstitusi bahwa penguasaan atas tanah di Indonesia adalah oleh negara. Hal ini memperkuat dan memperluas status kepemilikan tanah bagi warga negara Indonesia, dan menghapus sistem tuan tanah dan pemilikan tanah tanpa batas yang tidak diperkenankan lagi.

Sangat ironis jika melihat ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia. Di satu sisi banyak orang kaya yang memiliki tanah yang luas dan menjadikannya sebagai aset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak penduduk di Indonesia yang tidak memiliki tanah ataupun rumah sendiri.

Kepemilikan tanah saat ini juga banyak dimonopoli oleh developer atau pengembang perumahan. Mereka menjual rumah atau tanah dengan harga yang sangat tinggi dan selalu naik setiap tahunnya. Hal inilah yang membuat banyak masyarakat indonesia saat ini tidak mampu membeli lahan atau rumah sendiri karena harga yang setiap tahun semakin naik.

1. Harga tanah yang tidak terkendali

Sudah merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa semakin strategis lokasi tanah maka semakin tinggi pula harga jualnya. Semakin maju kawasannya maka semakin mahal harga tanahnya.

Pemerintah daerah menetapkan harga suatu tanah dengan istilah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setiap tahunnya. Namun pada kenyataannya, nilai jual tanah yang beredar jauh lebih tinggi dari NJOP. Besaran nilai jual inilah yang tidak dapat dikontrol oleh pemerintah. Lumrah terjadi, sesuai kesepakatan penjual dan pembeli yang dirahasiakan, bahwa untuk menghindari pajak yang besar dalam pengurusan akte jual beli dan sertifikat tanah, harga yang dilaporkan adalah harga senilai NJOP.

Menurut catatan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) harga tanah di Indonesia secara rata-rata mencapai Rp3,17 juta per meter persegi. Dari catatan tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara dengan harga tanah paling mahal dibandingkan dengan negara lainnya di ASEAN. Sebagai perbandingan harga tanah di Thailand sekitar Rp3,03 juta per meter, Filipina Rp1,79 juta per meter, Malaysia Rp1,41 juta per meter, dan Vietnam Rp1,27 juta per meter.

Setiap tahunnya harga tanah di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tajam. Rakyat yang berpenghasilan rendah semakin sulit untuk memiliki tanah dan rumah pribadi. Untuk itu diperlukan aturan yang tegas mengenai rate harga jual tanah yang transparan, dan menetapkan rate maksimal harga jual tanah yang tidak lagi bisa dimainkan, bahkan oleh calo tanah sekalipun. 

Baca Juga: Pentingnya Penerapan PIPK pada Instansi Pemerintah!

2. Permasalahan pertanahan di Indonesia

Permasalahan tanah yang kerap terjadi adalah sengketa kepemilikan tanah. Masalah sengketa pemilikan ini dapat terjadi antara perorangan maupun antara badan hukum swasta dengan pihak instansi pemerintah atau dapat juga kombinasi di antara unsur-unsur tersebut.

Salah satu contoh permasalahan sengketa tanah antara masyarakat dengan pemerintah saat ini adalah masalah desa Wadas. Di mana warga atau masyakat disana menolak rencana penggusuran oleh pemerintah terkait adanya penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener. Contoh lain yang sering dijumpai yaitu, sengketa tanah antara masyarakat yang tinggal di pinggir rel kereta api dengan pihak pengelola kereta api tersebut. Ataupun permasalahan sengketa tanah yang terjadi antara warga atau masyarakat dengan pemerintah mengenai lahan kosong yang tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah

Sengketa pertanahan perorangan yang sering terjadi, adalah konflik kepemilikan karena perebutan harta warisan keluarga, sistem jual beli yang tidak jelas (bukti tertulis dan tidak tertulis), dan hibah yang tidak disertai dokumen-dokumen yang memadai.

Beberapa kasus di Indonesia, ditemukan adanya duplikasi atas kepemilikan tanah seperti sertifikat tanah ganda. Permasalahan sertifikat tanah ganda merupakan permasalahan lama yang belum terselesaikan. Penyebab terjadinya sertifikat tanah ganda antara lain akibat database pada Badan Pertanahan Nasional tidak ter-update dengan baik, dan juga disebabkan adanya itikad yang tidak baik dari pemilik tanah untuk tujuan tertentu.

Permasalahan pertanahan lainnya adalah pembuatan sertifikat tanah yang rumit dan memerlukan waktu yang lama. Belum lagi ditambah dengan aturan dan syarat-syarat pembuatan sertifikat tanah yang banyak, birokrasi yang panjang, dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga masyarakat banyak yang menggunakan jalan pintas untuk mengurus sertifikat tanah mereka lewat calo-calo yang telah berpengalaman dalam pembuatan sertifikasi tanah.

3. Digitalisasi Pertanahan Indonesia

Berbagai permasalahan menyangkut pertanahan di Indonesia, seharusnya bisa ditangani dengan optimal. Karena permasalahan pertanahan dari tahun ke tahun hanya sebatas hal tersebut. Pada era digital saat ini, perlu menerapkan konsep digitalisasi pertanahan di Indonesia dalam satu aplikasi atau sistem yang berbasis internet dan mudah digunakan oleh semua orang.

Dalam sistem aplikasi digital pertanahan tersebut, harus mencakup hal-hal seperti : status kepemilikan tanah, riwayat tanah, daftar sengketa tanah, rate harga tanah, amdal, IMB, nilai pajak, masterplan pengembangan wilayah. Data yang ada di dalam aplikasi digital tersebut harus di perbarui setiap tahunnya.

Data digital tersebut tidak hanya dapat dilihat pemilik tanah, namun juga dapat dilihat oleh calon pembeli. Bayangkan jika kita berdiri di satu titik, dengan masuk ke sistem digital pertanahan, kita dapat melihat status kepemilikan tanah, nomor sertifikat, riwayat tanah, daftar sengketa tanah, rate harga, dan lain sebagainya.

Calon pembeli juga dapat melihat apakah tanah tersebut dijual atau tidak, dan langsung bisa menghubungi pemilik tanpa bantuan calo tanah melalui sistem digital tersebut. Jika sudah terjadi kesepakatan harga, pembeli atau penjual bisa memilih notaris yang juga ada dalam sistem digital tersebut.

Dengan penerapan digitalisasi pertanahan Indonesia, diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah pertanahan di Indonesia. Persoalan tanah menjadi transparan, tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa tertipu atau dirugikan oleh pihak lain.

Baca Juga: Membangun Filantropi Santri Mandiri Melalui Hidroponik

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button