Pada Hadir Yang Kurindukan


Seandainya Kau Masih Ada

Bisakah kita kembali?
Di dalam beranda rumah sederhana,
di tempat pertama kali kau lahir ke dunia
Aku sangat yakin;
Kau pasti merindukan suasana desa
Apalagi, kabar pekaranganmu yang sudah lama tidak kau jaga

Kau masih ingat kan?
Dulu aku sangat ingin tinggal di kota
Tapi katamu, udara segar desa akan jauh membuatku bahagia
Iya, bagaimana mungkin aku melewatkan hari untuk menatap mata indah itu
Memandangi setiap kebahagiaan yang menjelma dirimu
tanpa ragu.

Rasanya, aku ingin mengulang sejenak saja;
Melihatmu berada di meja makan sebelum berangkat bekerja-mendekap tubuhmu sebagai pengganti selimut kala mata tertutup-membuatkanmu kopi dengan gorengan yang tersaji diatas piring kaca,
Menemani kita bertukar cerita;
Saling meringankan beban-beban dunia fana

Kini tersisa aku yang sudah mulai terbiasa
menjatuhkan air mata pada kertas bertinta
Bahkan redup sinar bohlam begitu enggan ku gantikan
Biar saja, mungkin remang lebih membuatku tenang
Menyamarkan sembab mata tanpa perlu kututup concealer tiada guna
Aku sedang tidak bercanda
Ternyata hampa benar-benar terasa.

Jika kau masih ada;
Bacalah ini dengan seksama
Karena ku tahu, menunggumu pulang adalah hal yang sia-sia.

****

Ada Luka di Dalam Raga

Perihal luka yang kau tutupi
Aku tidak akan mengungkitnya lagi
Apalagi memaksamu kembali
Menabur tawa yang kau sematkan mulai pagi buta
Sedang malamnya, derai air matamu masih saja menjadi penyelamat lega

Bisa saja udara sekitar malah membuatmu sesak
Padahal jauh dari asap rokok yang ku hisap
Atau dari asap kendaraan yang berlalu lalang
Kau saja sudah kehilangan minat keluar;
Barmain ke club-club malam sebagai penenang pikiran,
Bahkan sudah tidak kutemui lagi botol-botol wishkey yang berceceran
Di dalam rumah yang kau sebut tempat ternyaman

Selayaknya luka belum sembuh semula
Mungkin tetap membekas hingga harsa tak lagi bersandiwara
Entah kapan tepatnya,
Kau hanya ingin menjauh dari kejam dunia;
Yang banyak merenggut nyawa, serta cerita-cerita yang hanya membengkakkan telinga

****

Akhir Tak Terencanakan

Kita tidak bisa selalu,
Seringnya,
Bahkan hampir setiap hari saling menyalahkan

Mencari pembenaran bukanlah solusi

Masing-masing menyibukkan diri
Agar tak tersulut emosi
Tapi pembicaraan lebih berarti
Dari heningnya diam yang membuat sunyi

Terlebih, pikiran berkecambuk ingin menyudahi
Padahal akhir sudah direncanakan;
Untuk bersama hingga nadi tak lagi terselamatkan

Seketika semesta berkata lain;
Ingkar pada doa-doa yang menguar
Retak pada kisah yang terkesan hambar

Dan parahnya, dua insan saling melepaskan
Tidak ada lagi yang bisa di pertahankan.

****

Baca Juga: Balada Bianglala

 

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Novice

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *