Mengenal Universitas Al Qarawiyyin di Maroko, Kampus Tertua di Dunia Yang Ada Sejak Abad ke-9

Pada masa kejayaan Islam, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah saja, namun juga sebagai pusat aktivitas ilmiah. Semenjak kelahiran peradaban Islam, Nabi Muhammad saw dan para pengikutnya telah menggunakan masjid sebagai tempat pengkajian Al-Quran. Kegiatan intelektual ini kian berlanjut setelah Rasulullah wafat, bahkan terus menyebar ke seluruh kawasan yang telah dikuasai kaum Muslim.
Hal yang sama terjadi di Maroko, tepatnya di Fes. Di kota ini terdapat Masjid Al Qarawiyyin yang berdiri pada tahun 859 M. Laiknya kebanyakan masjid pada saat itu, masjid yang sering disebut Jami’ah Al-Qarawiyyin ini menjadi pusat pendidikan komunitas Muslim setempat. Kajian ilmiah di masjid ini bahkan setara dengan tingkat perguruan tinggi. Karenanya, pada tahun 1998, The Guinness Book of Record mencatat masjid Al-Qarawiyyin sebagai universitas tertua di dunia yang hingga saat ini masih beroperasi dan terus memberikan gelar kesarjanaan kepada lulusannya.
Selain dikenal sebagai universitas pertama dan tertua di dunia, Universitas Al Qarawiyyin juga terkenal dengan perpustakaan yang dianggap sebagai salah satu perpustakaan tertua di dunia. Saat ini, universitas tersebut memiliki lebih dari 30.000 arsip termasuk Al-Qur’an dari abad ke-9 dan banyak manuskrip Islam yang berharga disimpan selama lebih dari 1.000 tahun.
Sejarah berdirinya Universitas Al Qarawiyyin
Didirikan pada tahun 859 oleh Fatima al-Fihri, seorang wanita yang berasal dari keluarga pedagang kaya, universitas ini awalnya adalah sebuah masjid. Fatima menggunakan warisan yang diterima dari ayahnya untuk membangun masjid.
Keluarga Fatima Al-Fihri adalah imigran dari Kota Qairawan, Tunisia yang kemudian menetap di Fes bersama ribuan imigran lainnya. Sepeninggalan ayahnya, Fatimah menghabiskan seluruh harta warisannya untuk mendanai pembangunan masjid yang nantinya akan menjadi pusat ibadah dan pendidikan bagi penduduk Fes.
Pada awalnya, masjid ini berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus pusat pendidikan. Seiring waktu, Al-Qarawiyyin berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan terkemuka di dunia Islam selama zaman keemasan Islam. Pengajaran di masjid ini dimulai sekitar abad ke-10, dan akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidikan formal.
Baca Juga:
Universitas Al-Qarawiyyin di awal berdiri
Universitas Al-Qarawiyyin memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan budaya dan sejarah keilmuan dunia Islam. Sebagai masjid tertua di kawasan Maghribi, Masjid Al-Qarawiyyin telah sejak lama menjadi pusat ibadah serta pendidikan bagi masyarakat setempat. Tidak hanya itu, Qarawiyyin pun menjadi magnet bagi para pencari ilmu dari berbagai negeri.
Pada awalnya aktivitas ilmiah yang ada di masjid ini hanya membahas tentang ilmu tafsir, fiqih, dan hadis. Namun, seketika muncul beberapa kajian lain seperti linguistik, sastra, filsafat, politik, matematika, astronomi, ekonomi, seni rupa, dan musik.
Pada abad ke-10, sebelum universitas tertua di Eropa lahir, ilmu kedokteran dan farmasi sudah diajarkan di Masjid Al-Qarawiyyin. Menyusul setelahnya kajian sosiologi, geografi, sejarah, arsitektur, teknik, psikologi, dan berbagai cabang ilmu alam lainnya. Dengan tetap mengikuti aturan pihak universitas, pelajar di Qarawiyyin diberikan kebebasan untuk mengambil studi apapun yang diminatinya. Dengan demikian, lahirlah sarjana-sarjana polymath yang menguasai lebih dari satu bidang ilmu.
Praktek kuliah di Masjid Qarawiyyin menggunakan sistem halaqah. Dalam sistem ini, pengajar dan pelajar duduk melingkar di lantai masjid. Pelajar pria dan wanita kuliah dalam tempat terpisah. Mimbar-mimbar masjid sering digunakan pengajar dan ilmuwan tamu untuk memberikan materi pada saat seminar atau kuliah dengan jumlah peserta yang banyak.
Terdapat puluhan halaqah yang menyebar di berbagai sudut Masjid Qarawiyyin, sesuai dengan mata kuliah dan jadwalnya. Universitas Qarawiyyin pun sering mengirimkan sejumlah ilmuwannya untuk mentransfer ilmu pengetahuan ke berbagai universitas di dunia, seperti Universitas Bologna, Universitas Sankore, Universitas Al-Azhar, dan Universitas Granada.
Ketika jumlah pelajar di Universitas Qarawiyyin kian bertambah, pihak universitas akhirnya melakukan seleksi yang sangat ketat dalam menerima mahasiswa baru. Calon mahasiswa harus menguasai Al-Qur’an, bahasa Arab, dan ilmu-ilmu umum dari madrasah tingkat dasar. Selain itu, untuk mengatasi kepadatan ruang, beberapa halaqah dipindahkan ke sejumlah madrasah di sekitar masjid, seperti Madrasah Mesbahia, Madrasah Attarin, Madrasah Seffarin, Madrasah Fes El Jedid, dan Madrasah Bou Inania.
Aktivitas ilmiah di universitas tertua ini tidak dapat terlepas dari peran Perpustakaan Qarawiyyin yang berada di sebelah timur masjid. Bahan-bahan kuliah selalu diambil dari perpustakaan ini. Tidak hanya digunakan oleh pihak universitas saja, berbagai madrasah di sekitar Masjid Qarawiyyin pun ikut mempergunakan perpustakaan tersebut. Hingga kini, Perpustakaan Qarawiyyin merupakan salah satu yang terbesar di antara tiga puluhan perpustakaan yang ada di Kota Tua Fes.
Universitas Al Qarawiyyin banyak melahirkan ilmuwan muslim
Universitas Al Qarawiyyin telah melahirkan sejumlah ilmuwan Muslim yang telah memberikan kontribusi besar pada dunia pengetahuan, di antaranya adalah;
- Ahli geografi dan pembuat peta, Muhammad Al-Idrisi (1099 – 1166);
- Penjelajah, penulis, serta ahli hadis, Ibnu Rashid Al-Sabti (1259 – 1321);
- Geografer, Al-Wazzan Al Fasi atau Leo Africanus (1494 – 1554);
- Ahli teologi dan filsafat, Ibnu Al-Arabi (1076 – 1184);
- Aastrawan, sejarawan, ahli filsafat, dan dokter, Ibnu Al-Khatib (1313 – 11374);
- Astronom, Al-Bitruji atau Alpetragius (? – 1204);
- Ahli sejarah, ekonomi, teologi, matematika, filsafat, hukum, astronomi, militer, kesehatan, dan sosiologi, Ibnu Khaldun (1332 – 1406).
ISESCO (Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization) dalam tulisannya yang bertajuk “Fes: Capital of Islamic Culture” mengemukakan, sejumlah ilmuwan besar muslim asal Andalusia sempat mengajar di Qarawiyyin, di antaranya; ahli astronomi, fisika, psikologi, musik, botani, dan kedokteran, Ibnu Bajjah atau Avempace (1095 – 1138); ahli ilmu kedokteran dan farmasi, Ibnu Zuhr atau Avenzoar (1091 – 1161); dan ahli filsafat, teologi, psikologi, politik, musik, kedokteran, astronomi, geografi, fisika, matematika, dan teknik, Ibnu Rushid atau Averroes (1126 – 1198).
Baca Juga:
Tidak hanya mahasiswa muslim, Universitas Al Qarawiyyin juga diminati oleh cendekiawan nonmuslim. Seperti Ahli filsafat dan agama Yahudi ternama, Rabbi Moshe ben Maimon (1135 – 1204) yang dijuluki oleh para penganut Yahudi sebagai “Nabi Musa kedua”, Nicolas Cleynaerts (1495 – 1542) dan Jacob Golius (1596 – 1667) tercatat pernah belajar tata bahasa Arab di universitas ini. Golius bahkan telah menerjemahkan buku astronomi karya Al-Farghani dan buku kedokteran karya Ibnu Baklarech lalu mempublikasikannya ke Eropa. Gerbert ‘d Aurillac (946 – 1003) yang kemudian menjadi Paus Sylverster II belajar matematika dan astronomi di Qarawiyyin. Beliaulah mempekenalkan sistem numeral Arab ke Eropa.
Kini, Universitas Al Qarawiyyin dibagi menjadi sejumlah fakultas yang tersebar di empat kota besar, di antaranya Fes, Agadir, Tetouan, dan Marrakech. Universitas Al Qarawiyyin yang telah berdiri sejak 12 abad lalu hingga sekarang tidak pernah lelah menjadi pusat ilmu bagi para pelajar dari berbagai negeri.
Baca Juga: Mengenal Bait Al-Hikmah, Perpustakaan Terbesar di Dunia!