Manchester City dan Pep Guardiola: Sebuah Penantian Kepingan Puzzle Terakhir
Tinta emas kembali ditoreh Pep Guardiola pasca mengantar Manchester City menjuarai Premier League 2022/2023. Pep dan Manchester City kini menancapkan dominasinya. Tapi, masih ada satu kepingan terakhir dalam puzzle keduanya. Apakah Istanbul adalah tempat kepingan terakhir itu berada?
Pep Guardiola berkesempatan meraih treble winner bersama Manchester City di musim 2022/2023. Sementara Manchester City makin mendominasi dunia sepak bola Eropa, bukan cuma di kancah domestik, tapi juga internasional. Pep dan City kini berburu kepingan terakhir dalam puzzle keduanya.
Pemborong trofi dan penguasa ajang domestik
Kapasitas Pep Guardiola jelas sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejak mengawali karir kepelatihan di Barcelona pada 2008, tangan dinginnya sudah kelihatan. Pep menancapkan dominasinya sejak saat itu. Tidak cuma di Spanyol, tapi juga di Jerman dan di Inggris.
Musim perdananya menangani tim Catalan berjalan sangat mulus, berakhir dengan treble, bahkan sixtuple bersejarah buat Barcelona. Pep menggondol dua gelar domestik lebih dulu, LaLiga dan Copa del Rey. Hingga akhirnya, trofi Liga Champions melengkapi pencapainnya kala itu.
Karir Pep di Barcelona hanya berjalan empat tahun, tetapi diklaim sebagai masa-masa terindah Azulgrana. Pep mempersembahkan 14 trofi dalam masa jabatannya yang singkat, dengan delapan di antaranya adalah gelar domestik.
Pindah ke Jerman, rekor Pep justru makin gila. Bayern Munchen yang memang sudah dominan, makin perkasa di tangan Pep. Tiga tahun bersama Bayern, Pep menyapu bersih titel Bundesliga selama masa kepelatihannya. Total lima gelar domestik makin melambungkan namanya.
Sejarah baru diukir Pep manakala ia menjejakkan kakinya di Manchester City pada 2017. Tepat saat klub mengalami evolusi besar-besaran kala itu. Target Manchester City jelas, membangun sebuah dinasti, dengan Pep sebagai nahkodanya.
Apa yang diharapkan manajemen The Citizen benar-benar terwujud. Walau entrenador Spanyol tak merengkuh satupun trofi di musim perdananya, apa yang ia berikan selanjutnya benar-benar mengesankan. Pep memberondong lemari trofi City dengan lima titel Premier League.
Ada dua kompetisi Piala Liga di Inggris, yang membuat kesempatan Pep menambah trofi semakin besar. Benar saja, Pep kembali menegaskan bahwa ia adalah rajanya kompetisi domestik. Total ada 12 trofi domestik yang sudah ia berikan untuk klub Manchester.
Bukan sebuah hiperbola apabila mengatakan bahwa Pep Guardiola adalah raja dan penguasa kompetisi domestik. Secara keseluruhan, Pep memborong 25 gelar juara domestik untuk tiga tim yang ia latih, dengan total 33 gelar sudah ia menangkan.
Orang yang membirukan Manchester
Apabila kita mundur dua dekade ke belakang, istilah “Manchester Is Red” masih relevan. Tetapi setelah maju sedekade kemudian, rasanya istilah itu tidak relevan lagi. Manchester tak lagi merah, melainkan sudah berubah menjadi biru.
Beda dengan saudara sekotanya yang sudah lama menancapkan dominasinya di Inggris, Manchester City tak begitu dikenal di era lampau. Klub ini bahkan baru promosi ke Premier League pada 2001/2002. Bahkan, The Citizen pernah turun hingga kasta ketiga Liga Inggris.
Era kebangkitan mereka terjadi pada 2008, manakala konsorsium Timur Tengah mengambil alih. Memang, bukan Pep Guardiola yang mengantar City menjuarai liga untuk kali pertama. Tapi meruntut sejarah, tidak berlebihan kalau menyebut Pep sebagai orang yang membirukan Manchester.
Dari tahun 2008 sampai 2017, tepat di mana Pep mengambil alih, Manchester City hanya memenangkan sepasang gelar liga. Rinciannya adalah lima gelar domestik, dilengkapi dua gelar EFL Cup, dan satu gelar Piala FA.
City lantas melambung ketika Pep mengambil alih tampuk kepelatihan. Mereka menyabet lima titel Liga Inggris dalam enam tahun kepemimpinan sang entrenador. Satu gelar Piala FA, empat EFL Cup dan dua Community Shield, melengkapi koleksi lemari trofi City.
Pep menjuarai Premier League pada 2018 dengan meraup 100 poin, terbanyak sepanjang masa kompetisi. Ia mengantar Manchester City ke final Liga Champions 2021 yang merupakan kali pertama buat The Citizen. Pada intinya, Pep telah mengubah Manchester menjadi biru.
Baca Juga:
Berburu Kepingan Terakhir
Musim ini adalah musim berburu buat Pep Guardiola dan Manchester City. Keduanya sama-sama sedang mencari pembuktian untuk bisa disebut sebagai yang terhebat. City dan Pep membutuhkan kepingan terakhir untuk melengkapi puzzle yang mereka bangun.
Tujuan City tatkala menggaet Pep Guardiola sudah jelas, mendominasi sepakbola Eropa, utamanya Inggris. Sekarang, bisa dilihat, City sudah berhasil mendapatkan salah satu tujuan tersebut. Mereka mendominasi Inggris, setidaknya selama enam tahun masa jabatan Pep di Etihad Stadium.
Mundur ke era sebelum Pep, Manchester City juga sudah menjadi raksasa yang mampu mematahkan kekuatan-kekuatan tradisional, termasuk sang rival sekota. Semenjak konsorsium Timur Tengah mengambil alih, City memborong 15 trofi domestik.
Namun, puzzle yang mereka bangun belumlah lengkap karena tidak ada satupun trofi “Si Kuping Lebar” yang menghias lemari trofi. Pep sudah sangat dekat memenangkan trofi itu pada 2021. Tetapi mereka harus tunduk di tangan Chelsea pada partai final.
Pep, di sisi lain juga sedang berusaha melengkapi puzzle miliknya sendiri. Memang, track record pelatih berkepala plontos itu bukan kaleng-kaleng. Namun, karir kepelatihannya seakan masih belum lengkap.
Pep selalu mendominasi kompetisi domestik di tim manapun yang ia latih. Tetapi tidak di kancah internasional, khususnya Liga Champions. Sepanjang karirnya, Pep hanya meraih dua gelar Liga Champions, yang kesemuanya ia raih bersama Barcelona.
Bayern Munchen berstatus sebagai klub raksasa super kuat tatkala Pep bergabung. Hasilnya, memang ia mendominasi kancah domestik. Tapi dalam tiga musim berkiprah menukangi The Bavaria, tiada satupun trofi Liga Champions yang mampir.
Demikian halnya dengan Manchester City. Pep menyulap Manchester City menjadi penguasa tanah Inggris selama masa jabatannya. Tetapi dalam enam tahun tersebut, Pep selalu gagal membawa pulang trofi “Si Kuping Lebar”. Trofi ini jelas menjadi kepingan terakhir dalam puzzle Pep.
Baca Juga:
Siap-siap untuk Final Boss
Ibarat sebuah video game, Pep kini dihadapkan pada sebuah level yang layak disebut sebagai final stage. Pep memainkan karakter utama dengan kekuatan mumpuni, yakni Manchester City. Ia tentu tidak ingin gagal lagi menghadapi final stage ini.
Belajar dari pengalaman di final 2021, Pep kini serius mengamati permainan dan taktik Inter yang akan menjadi lawannya. Dua tahun lalu, tim besutan Pep juga menjadi unggulan, dibandingkan Chelsea yang kala itu menjadi salah satu kuda hitam.
Skenario serupa mencuat kembali tahun ini. Dengan skuad bertabur bintang, Pep dan pasukan Manchester City adalah favorit juara. Tapi Inter punya mental petarung, juga taktik yang menurut Pep sendiri sulit dibongkar. Dengan kata lain, Inter adalah Final Boss yang sulit.
Pep dan Manchester City kini dihadapkan pada apa yang disebut final stage. Memang bukan perkara mudah menang di final Liga Champions. Apalagi lawan yang akan dihadapi adalah tim Italia yang sohor dengan mentalitas tak kenal menyerahnya.
Namun, di seberang sana, ada sebuah kepingan kecil yang masih terus menghantui Manchester City dan Pep Guardiola. Sebuah kepingan yang akan melengkapi puzzle perjalanan keduanya. Pasca menaklukkan Istanbul, maka lengkap sudah puzzle yang selama ini dibangun Pep dan The Citizen.
Baca Juga: Inter dan Romansa Comeback ke Final UCL 2023 Setelah Penantian 13 Tahun
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.