Padang kurusetra itu masih sepi. Pandawa dan Kurawa masih menyusun pasukan. Kereta perang dan anak panah sedang dipersiapkan. Arjuna dan Kama pun sama-sama siap tempur.
Itu di Hastinapura, tertulis indah di sepanjang zaman. Dari ujung pena canggih laksana dewa dengan tubuh bagai kan bersinar. Dan menampak mata telanjang, Kurawa Pandawa tampil hitam putih. Kresna adalah Wisnu, prajurit dan rakyat hanyalah pengikut setia.
Nyatanya, di bumi Pertiwi dalam reformasi nasional ini : mentari bersinar cerah kemenangan Idul Fitri 1424 H. : mendung tipis menggayut di langit malam tahun baru 2004. Telah terkirimkan petunjuk suratan Ilahi kepada Sang Pertiwi.
Sebab Nusantara 2004 bagaikan padang kurusetra. Padahal Mars si dewa perang mulai pergi menjauh. Kini ganti Saturnus datang bertamu tak kalah gagah. Esok, dewi Venus akan mampir sejenak menebar pesona.
Dan segalanya disiapkan dalam rencana bharatayudha 2004. Begitupun, rakyat dan satria piningit aktif bekerja seperti biasa. Di hatinya selalu ada kesetiaan untuk sosok pribadi panutannya. Di Jakarta, abadi wujud penghormatan kepada tatanan dasar nasional.
Bagaimana persisnya bharatayudha itu bagi rakyat Nusantara? Politik yang nampak jantan, dan tanah air pun kan hancur berdarah-darah. Persimpangan jalan macet total, dan agama bahkan tahayul pun ingin berkuasa. Mentalitas korup dunia ketiga ngambang di dalam kolam budaya politik yang keruh.
Masih berlari cepat melintasi padang kurusetra yang masih sepi. Dia, atom kosmis generalis-lapangan gembel atau gemar belajar. Siapa sebagai Karna? Kresna dan Wisnu khusuk dalam semedi. Ya, Arjuna dan Kama dalam bharatayudha adalah saudara serahim.
Dan diam-diam melintasi kurusetra yang tetap sunyi itu. Mengikuti arus besar hijrah penuntasan reformasi nasional. Ada debat anak bangsa: siapa terlatih teruji sebagai panglima? Pandawa bangkit bebas dari masalah, Kurawa melingkar pada masalah. Komitmen dan integritas genggaman kata, sekaligus sejukkan dunia baru: mendayung NKRI paripurna di antara banyak kapal besar kecil berseliweran.
Hendra Otakan Indersyah
(Jkt, 1 Jan. 2004)
Baca Juga: