CerpenSastra

Hilangnya Si Pembawa Kabar Berita

Seorang pemuda tampak sedang menyeruput kopi hitamnya. Dilanjutkan dengan mengisap sebatang rokok yang sedari tadi ia gapit di jari tangan kirinya. Nikmat betul. Asap putih mengepul diembuskannya hingga melayang-layang di udara. Sebelum pada akhirnya asap putih itu benar-benar lenyap tak terlihat.
“Aku membawa berita penting hari ini,” ucap pemuda itu di tengah-tengah aktivitas mengisap rokoknya.

Katanya ia punya sebuah berita. Begitulah kehidupan sehari-harinya. Menyampaikan berita atas fenonema-fenomena yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Setiap pagi, siang, sore, hingga malam hari, ia hanya akan menyampaikan berita. Sembari duduk menyeruput kopi hitam favoritnya dan mengisap beberapa batang rokok kereteknya. Ia hanya akan kembali ke rumah jika malam sudah benar-benar mencapai titik puncaknya.

Sebagian besar orang percaya bahwa Tuhan itu Maha Mengetahui segalanya. Namun bagi warga desa setempat, pemuda itulah yang mereka yakini sebagai Sang Maha Tahu. Dia adalah Sam. Namanya memang hanya Sam. Tak ada embel-embel nama lain setelahnya. Warga desa telah sepakat menganggap Sam sebagai mata Tuhan.
Tak ada yang tahu persis dari mana asal-usul pemuda itu. Yang mereka tahu, Sam sudah ada di desa itu sejak mereka ada. Warga desa juga tidak tahu siapa keluarga Sam, siapa orang tuanya, dan siapa saudara-saudaranya. Karena selama ini, Sam hanya terlihat tinggal seorang diri di rumah kecilnya yang berada di bagian paling ujung desa itu. Benar-benar seorang diri.

“Berita kali ini memprihatinkan,” Sam melanjutkan perkataannya tadi.

Orang-orang yang biasa menyantap kopi setiap pagi bersama Sam, terlihat khusyuk memperhatikan gerak-gerik dan perkataan Sam. Juga ibu pemilik warung kopi itu tampak mendekat untuk ikutan nimbrung, atau sekadar menguping sedikit pembicaraan para pelanggannya. Semua orang menatap Sam dengan lekat.

“Berita apa Sam?” Tanya salah seorang warga.

“Pemerintah kota tengah berencana menaikkan harga kebutuhan pokok. Tampaknya, ini adalah sebuah strategi mereka untuk menyusahkan rakyat kecil seperti kita.”

Seperti biasanya, semua orang yang sedang berkumpul mempercayai perkataan Sam. Beberapa hari kemudian, apa yang dikatakan Sam benar-benar terjadi. Berbagai jenis kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga. Keadaan di kota tampak kisruh, karena masyarakat menggelar aksi demonstrasi di sepanjang jalan-jalan besar. Semua orang kompak meneriakkan tuntutan mereka kepada pemerintah.

“Turunkan harga minyak!”

“Turunkan harga telur!”

“Turunkan harga gula!”

“Turunkan harga beras!”

***

“Turunkan hamba ke bumi! Ada hal yang ingin hamba lakukan,” pinta salah seorang penghuni langit kepada Tuhan.

Namun Tuhan tidak langsung mengabulkan permintaannya. Tuhan takkan membiarkan penghuni langit itu meninggalkan tempat asalnya begitu saja. Di bumi sudah ada banyak manusia, untuk apa ia ingin ke sana? Tuhan memang Maha Tahu, namun Tuhan ingin mendengar pernyataan langsung dari mulut penghuni langit itu.

“Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Tuhan.

“Bukankah Engkau Maha Mengetahui, wahai Tuhanku? Hamba yakin Tuhanku telah mengetahui isi hati hamba. Engkau tahu benar apa yang hamba inginkan, wahai Tuhanku.”

Mendengar penjelasan penghuni langit itu, Tuhan pun tersenyum. Tuhan juga sudah tahu apa yang akan dikatakan penghuni langit itu. Karena Tuhan Maha Mengetahui. Bahkan jauh sebelum sesuatu hal itu akan terjadi. Tuhan hanya ingin memastikan, apakah penghuni langit itu bersungguh-sungguh atas keputusannya. Sekalipun Tuhan telah mengetahui bagaimana akhirnya.

“Baiklah,” jawab Tuhan.

Merasa tak ada yang aneh atas permintaan hamba-Nya, akhirnya Tuhan pun mengabulkan permintaan penghuni langit itu. Keesokannya, saat hari masih pagi-pagi betul, Tuhan mengantarkan penghuni langit itu turun ke bumi. Dari langit, bumi itu terlihat sangat kecil. Seperti sebuah titik yang melayang di udara. Mungkin karena memang jarak antara langit dan bumi sangat jauh. Atau mungkin karena ukuran bumi jauh tak bisa menandingi luasnya langit? Hanya Sang Maha Mengetahui yang tahu.

“Hamba mohon undur diri, wahai Tuhanku. Setelah urusan hamba selesai, hamba berjanji akan segera kembali.”

Sebelum benar-benar turun ke bumi, penghuni langit itu bersujud kepada Tuhan, memohon restu. Dan Tuhan pun memberikan restu-Nya. Bagaikan sebuah kilatan cahaya yang melintasi angkasa, penghuni langit itu menjatuhkan diri menuju bumi untuk menjalankan sebuah misi.

***

“Dia menjatuhkan diri ke sungai. Jasadnya ditemukan dalam kondisi tak lagi utuh. Sepertinya habis dicabik-cabik buaya.”

Sam melakukan aktivitas kesehariannya. Hari ini ia mengabarkan sebuah berita yang membuat para warga yang mendengar, bergidik ngeri. Pasalnya, berita itu tentang seorang pemuda yang bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke sungai. Dan jasadnya baru ditemukan beberapa hari setelahnya dengan kondisi yang cukup mengenaskan. Para warga yang mendengar berita Sam barusan merasa prihatin kepada pemuda yang bunuh diri itu. Sebagian warga perempuan jadi merasa takut untuk melakukan aktivitas mereka di sungai.

Keesokan harinya, Sam menyampaikan berita ini. Esok harinya lagi, Sam menyampaikan berita itu. Begitu seterusnya hingga hari-hari esok yang datang dan pergi silih berganti. Berita yang disampaikan begitu beragam. Ada berita tragis, menyenangkan, menyedihkan, menakutkan, mengharukan, mencengangkan, dan berbagai jenis berita lainnya. Berita-berita itu mengundang respon yang beragam pula dari warga desa setempat.

Terkadang berita itu membuat orang senang, terkadang juga bisa membuat orang bersedih, hingga berlarut-larut kesedihannya. Tak jarang pula berita yang disampaikan Sam setiap harinya itu, mengundang kebencian dan rasa saling mencurigai antarwarga. Yang jelas, warga setempat selalu menantikan berita dari Sam. Namun setelahnya, mereka selalu saja diselimuti perasaan campur aduk. Mereka juga bisa merasa ketakutan, ketika mendapat berita yang mengerikan.

Banyak warga yang heran, dari mana Sam mengetahui semua berita itu? Namun, bukankah warga setempat telah sepakat menjuluki Sam sebagai mata Tuhan? Mengapa kini mereka jadi meragukannya? Ya, julukan mata Tuhan dianggap cocok disematkan pada diri seorang Sam, setelah berbagai berita yang disampaikan Sam terbukti menjadi kenyataan. Para warga yang sempat meragukannya, mencoba menyingkirkan pertanyaan-pertanyaan itu dari benak mereka. Mereka meyakinkan diri kembali. Ya, Sam memang mata Tuhan.

***

Tuhan berniat mengirimkan mata-mata untuk mengawasi gerak-gerik penghuni langit yang sedang turun ke bumi. Bukan karena Tuhan tak bisa melihat setiap perbuatan yang dilakukan penghuni langit itu. Hanya saja, Tuhan ingin mengirimkan sebuah peringatan kepada penghuni langit yang menjelma penghuni bumi itu, jika sewaktu-waktu ia melakukan perbuatan yang melanggar aturan.

Di langit, tempat yang begitu luas itu tidak ada aturan-aturan khusus yang mengikat para penghuninya. Karena di sana semua patuh pada Tuhan. Kehidupan di langit amat sangat damai. Suasananya juga nyaman dan sejuk. Awan-awan putih yang menggantung terasa begitu lembut. Angin berembus pelan, membelai setiap anggota tubuh para penghuni langit dengan mesra. Sungguh tiada yang bisa menandingi kedamaian kehidupan di langit.

Berbeda dengan kehidupan di bumi. Bumi, tempat para makhluk Tuhan bernama manusia dan berbagai makhluk lainnya tinggal, penuh dengan problematika. Banyak aturan ini itu yang dibuat, ditetapkan, dan dilanggar untuk sesekali. Kehidupan di bumi itu rumit. Banyak bencana, banyak musibah, banyak kejahatan, dan masih banyak hal buruk lainnya.

Di bumi, banyak juga manusia  yang saling caci, saling benci, bahkan saling membunuh. Sedangkan aturan-aturan yang sudah manusia buat itu sama sekali tidak menjamin kedamaian hidup makhluk di bumi.

Itulah mengapa Tuhan mengirimkan seorang mata-mata untuk mengawasi penghuni langit yang saat ini menjelma sebagai penghuni bumi. Agar peringatan yang Tuhan sampaikan melalui perantara mata-mata itu dapat ia terima. Agar penghuni langit itu tidak bertindak gegabah sehingga akan memicunya melanggar aturan yang dibuat oleh para manusia di bumi. Tuhan tidak ingin penghuni langit itu menerima konsekuensi yang akan disesalinya kelak jika melakukan perbuatan yang bisa menghancurkan hidupnya selama ia berada di bumi.

***

Sam pernah berkata bahwa bumi ini akan hancur dan lenyap. Itu artinya desa ini juga akan hancur berkeping-keping. Tak ada seorang pun yang akan selamat. Deretan perbukitan yang mengelilingi desa itu akan runtuh. Sungai yang mengalirkan air bening untuk kebutuhan sehari-hari itu akan berubah keruh dan meluap membanjiri seisi desa.

Rumah-rumah akan tenggelam. Pohon-pohon besar dan para manusia juga akan tenggelam. Tak ada yang tersisa. Semua akan rata. Sebelum pada akhirnya bumi ini akan benar-benar meledak mejadi partikel debu yang melayang-layang di luar angkasa.

“Ya, semua orang akan mati,” ujar Sam.

“Berita macam apa itu Sam?” tanya salah seorang warga yang menyangkal perkataan Sam kali ini.

“Omong kosong!” sambung warga lainnya.

“Kau pembual, Sam!”

Namun Sam hanya diam. Ia tak lagi merespon tanggapan para waga. Sam mendadak bungkam. Tak lagi menjelaskan berita tentang kehancuran bumi yang baru saja disampaikan. Tiba-tiba Sam beranjak dari tempat duduknya. Kopi hitam yang baru diminumnya setengah itu, ditinggalkan begitu saja. Bahkan rokok keretek yang baru dinyalakan, ia buang tanpa iba di depan warung. Warga desa dan ibu pemilik warung menyaksikan kepergian Sam yang tidak seperti biasanya itu dengan perasaan kesal.

Mereka tidak terima mendengar berita yang telah disampaikan Sam kali ini.
Berita kehancuran bumi telah terdengar oleh seluruh warga desa. Sebagian besar dari mereka merasa ketakutan. Bagaimana jika bumi benar-benar akan hancur? Bagaimana nasib anak cucu mereka? Di mana mereka akan berlindung? Beberapa dari mereka yang ketakutan, bahkan ada yang menjadi gila. Karena pikiran mereka dipenuhi oleh rasa takut yang berlebihan. Mereka berlari ke sana kemari sambil berteriak-teriak mencari pertolongan dan perlindungan. Semua itu akibat ulah Sam.

Sejak saat itu, Sam tak lagi terlihat di warung kopi langganannya. Biasanya, pagi-pagi sekali ia sudah siap dengan secangkir kopi hitam dan sebatang rokok kereteknya.

Namun pada hari itu, tak seorang pun melihat keberadaan Sam hingga menjelang malam. Bahkan hingga keesokan harinya, Sam tidak juga muncul di hadapan warga untuk memberikan kabar berita yang selama ini biasa dilakukannya setiap pagi, siang, sore, hingga malam hari tiba. Tampaknya, berita kehancuran bumi adalah berita terakhir yang Sam sampaikan. Karena setelah itu, Sam benar-benar dinyatakan telah menghilang.

Ke mana sebenarnya Sam pergi? Semua orang bertanya-tanya tentang keberadaan Sam. Di rumahnya pun juga tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan Sam. Rumah yang Sam tempati selama ini seperti rumah mati. Kosong, tak ada satu pun perkakas atau perabotan di dalamnya. Rumah itu hanya bangunan berdinding yang tak ada isinya.

Berita hilangnya Sam telah disetujui semua warga untuk dianggap sebagai berita. Ini merupakan berita pertama yang warga ketahui tidak dari mulut Sam. Jika sebelumnya orang-orang hanya memperoleh kabar berita dari Sam, namun kali ini kabar berita itu diperoleh warga dari kejadian hilangnya si pembawa kabar berita. Meski awalnya sedikit canggung karena belum pernah saling memberi kabar, namun para warga tampak bisa menyesuaikan diri. Hingga akhirnya seluruh warga desa itu tahu berita hilangnya Sam.

“Benarkah Sam telah menghilang?” tanya salah seorang warga.

“Ya,” jawab warga lainnya.

“Ke mana ia pergi?”

“Entahlah, tak ada yang tahu.”

Hari demi hari berlalu begitu cepat. Belum ada tanda-tanda munculnya Sam di desa tempat tinggalnya itu. Hingga sampai detik ini pun, benar-benar tak ada orang yang tahu di mana Sam berada. Kabar tentang Sam juga sudah tak lagi ramai dibicarakan. Semua orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, bercocok tanam di ladang dan melakukan aktivitas sehari-hari di sungai. Lambat laun Sam kian dilupakan. Para warga tak lagi membicarakan berita pemuda itu. Kehidupan masyarakat desa itu pun mulai tenang.

***

Di suatu senja yang hangat, semburat warna jingga menghiasi langit biru yang mulai gelap. Beberapa gumpalan awan putih turut menambah keindahan angkasa sore itu. Matahari perlahan menyembunyikan sinarnya di balik bukit. Burung-burung terbang dengan lekas menuju sarangnya masing-masing. Serangga-serangga kecil bergegas sembunyi. Dedaunan mulai renyap. Angin berembus pelan menerpa dedaunan yang terlelap itu. Bunyi gesekannya pelan terdengar bagaikan syair melodi yang menenangkan.

Di tengah kehidupan desa yang tenang, beberapa warga tampak berjalan beriringan seusai berladang. Hari ini, mereka memanen beberapa hasil ladang yang telah mereka tanam untuk kebutuhan sehari-hari. Di tengah perjalanan, mereka melihat seseorang yang sedang diam berdiri di ujung jalan masuk desa. Mereka pun bertanya-tanya, siapakah orang itu? Para warga itu pun memutuskan untuk mendekati orang itu. Sepertinya ia sedang membutuhkan bantuan.

Setelah jarak mereka sudah cukup dekat, para warga itu pun terkejut bukan main. Orang yang berdiri di ujung jalan masuk desa itu ternyata adalah Sam. Benarkah itu Sam? Para warga hanya saling pandang. Mereka heran, bukankah Sam sudah lama menghilang? Sudah hampir satu tahun Sam meninggalkan desa itu tanpa kabar. Salah satu warga mencoba memastikan bahwa orang itu benar-benar Sam. Ia melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan orang itu dan memperhatikan wajahnya lekat-lekat.

“Sam?”

“Aku membawa berita yang sangat penting kali ini,” ucap Sam.

“Berita apa?”

“Sam sudah mati.”

Baca Juga: Mimpi dalam Mimpi

 

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button