Diorama Perjalanan Bangsa Indonesia Tahun 1879-1945, Dari Masa Pergerakan Nasional Hingga Proklamasi Kemerdekaan


Diorama perjalanan bangsa Indonesia

Perjalanan bangsa Indonesia dari Masa Pergerakan Nasional hingga akhirnya berhasil memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, adalah suatu perjalanan yang penuh dengan semangat juang dan perjuangan.

Dalam rentang waktu tersebut, terjadi berbagai peristiwa yang melibatkan tokoh-tokoh penting dan organisasi pergerakan nasional yang berkontribusi dalam merebut kemerdekaan. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang direkam dalam bentuk Diorama di Monumen Nasional  Jakarta, dari tahun 1879-1945.

Kartini, 1879 – 1904

Merupakan gerakan mengejar kemampuan pada akhir abad ke-19 terbukti dari kebutuhan akan pendidikan. Kartini tampil sebagai pendekar kaumnya ketika pandangan umum masih dihinggapi konservatisme yang kuat bagi anak perempuan. Buah pikiran Kartini untuk membebaskan kaumnya dari keterbelakanangan tercermin dalam surat-surat yang dikirim kepada sahabat-sahabat karibnya di negeri Belanda, yang kemudian dihimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Baca Juga:

STOVIA (Sekolah Dokter Pribumi Putera), 1898 – 1926

Gagasan yang didengungkan dari Gedung STOVIA, tempat lahir Boedi Oetomo untuk mempertinggi derajat bangsa mendapatkan dukungan di berbagai kota. Konsolidasi segera diadakan, yait dengan menyelenggarakan Kongres pada tanggal 4 – 5 Oktober 1908 di Yogyakarta. Dalam perkembangan selanjutnya Boedi Oetomo tumbuh menjadi perhimpunan nasional yang umum dan besar, sehingga apa yang telah dilakukan mahasiswa STOVIA dalam rapat tanggal 9 Mei 1908 dianggap sebagai lahirnya pergerakan nasional Indonesia.

Kebangkitan Nasional, 20 Mei 1908

Politik kolonial Belanda tidak menghendaki rakyat Indonesia menjadi cerdas, karena hal itu akan membahayakan kedudukan Belanda. Akhirnya pendidikan modern terpaksa diberikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga terdidik dan untuk meningkatkan masyarakat Indonesia sebagai pasar bagi industri Belanda. Kebangkitan kaum terpelajar Indonesia menimbulkan kesadaran nasional untuk merdeka. Cita-cita dr. Wahidin untuk menghimpun tokoh-tokoh pergerakan nasional diwujudkan oleh dr. Sutomo dan kawan-kawan dengan membentuk Boedi Oetomo.

Muhammadiyah, 18 Nopember 1912

Keadaan masyarakat Islam pada abad XIX pada permulaan XX sangat menyedihkan. Agama Islam telah banyak bercampur dengan berbagai ajaran yang bukan berasal dari Al-Qur’an dan Hadis. Bertolak dari keadaan tersebut, Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan tujuan pokok mengadakan pembaharuan kehidupan agama Islam. Kegiatannya meliputi bidang-bidang keagamaan, pendidikan dan kemasyarakatan.

Perhimpunan Indonesia, 1922

Perjuangan mencapai Indonesia Merdeka di luar negeri dipelopori oleh mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda. Pada bulan Februari 1927 Perhimpunan Indonesia berjuang di forum internasional dengan mengambil bagian dalam Kongres Liga Anti Kolonialisme di Brussel.

Selanjutnya propaganda Perhimpunan Indonesia semakin berani dan tajam, sehingga pemerintah Belanda mengadakan penangkapan terhadap 4 orang pimpinannya, yaitu Moh. Hatta, Abdul Madjid, Ali Sastromidjojo, dan Nasir Datuk Pamuntjak, tetapi oleh pengadilan mereka dinyatakan tidak bersalah.

Taman Siswa, 3 Juli 1922

Politik pendidikan pada zaman penjajahan tidak dapat dipisahkan dari kepentingan kolonial. Sebagai reaksi, Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta yang kemudian berkembang dengan pesat, sehingga mengkhawatirkan Belanda. Semangat nasionalisme sangat menjiwai kehidupan Taman Siswa pada tahun 1935 berlangsung kongres Pendidikan Nasional yang pertama dengan tujuan hendak menggalang persatuan dan mencari perumusan tentang pendidikan yang bersifat nasional.

Digul, 1927

Pergerakan untuk membebaskan bangsa dari penjajahan menyebar ke seluruh Indonesia. Pada tahun-tahun 1926 dan 1927 timbul pemberontakan terhadap Belanda di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatra Barat, akan tetapi dapat ditumpas dengan kejam. 13.000 orang ditangkap, diantaranya 1.300 orang dibuang ke Tanah Merah, Digul.

Dalam perkembangan selanjutnya Digul menjadi tempat pengasingan bagi tokoh-tokoh pergerakan nasional antara lain: Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir.

Baca Juga:

Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928

Dalam lingkungan pergerakan nasional Indonesia, para pemuda telah melahirkan berbagai ragam organisasi pemuda yang pada umumnya masih bersifat kedaerahan dan satu dengan yang lain tidak mempunyai hubungan.

Iklim persatuan Indonesia mempengaruhi dan mendorong untuk membina satu pergerakan pemuda yang berjiwa nasional kesatuan. Usaha ke arah itu dilakukan dalam serangkaian kongres pemuda. Pada Kongres Pemuda yang kedua dicetuskan Sumpah Pemuda dan dikumandangkan untuk pertama kali lagu Indonesia Raya.

Kegiatan Gereja Protestan, 1930

Gereja Protestan dengan zendingnya giat mengadakan propaganda terutama di daerah-daerah yang keadaannya masih terbelakang. Pada tahun 1930 berdiri Perserikatan Kaum Christen dan Partai Kaum Masehi Indonesia. Keduanya merupakan bagian gerakan nasional. Selain bergerak dalam bidang agama, juga giat dalam bidang pendidikan dan sosial, hingga secara langsung membantu menyatukan bangsa Indonesia yang sedang mengalammi proses penyatuan bangsa.

Kegiatan Katolik Roma dalam Proses Penyatuan Bangsa, 1936

Gereja Katolik Roma melalui misinya mengumpulkan pemuda-pemuda dari pelbagai suku dan daerah, sehingga terbentuk suatu masyarakat Katolik Roma yang didalamnya bersemi semangat nasionalisme. Kegiatannya dalam bidang pendidikan dan sosial secara langsung membantu bangsa Indonesia yang sedang mengalami proses penyatuan. terhadap cita-cita Indonesia Merdeka, Perhimpunan Politik Katolik Indonesia ikut menandatangani petisi Soetardjo 1936 yang menuntut pemerintah kolonial untuk memerdekakan bangsa Indonesia.

Romusha, 1942 – 1945

Pada tanggal 8 Maret 1942 belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang. Untuk memenangkan perang, Jepang kemudian secara paksa mengerahkan seluruh tenaga dan kekayaan bumi Indonesia. Rakyat dikerahkan untuk melaksanakan kerja paksa pada objek vital dan sarana militer. Mereka mengalami siksaan dan tidak mendapat makanan yang cukup dan akibatnya berpulu-puluh ribu Romusha menemukan ajal di tempat-tempat mereka bekerja.

Pemberontakan Tentara PETA di Blitar, 14 Februari 1945

Pada bulan Oktober 1943, pemerintah pendudukan Jepang membentuk Tentara Pembela Tanah Air (PETA) untuk membela tanah Jawa yang mendapat sambutan dari para pemuda. Perasaan benci terhadap Jepang semakin mendalam ketika mereka bertugas membangun kubu-kubu pertahanan bersama para Romusha. Menyaksikan penderitaan rakyat, serta aspirasi untuk merdeka, Supriadi memimpin bataliyon PETA di Blitar mengadakan pemberontakan dengan menyerbu markas militer Jepang.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945

Mengetahui bahwa Jepang kalah perng, rakyat Indonesia baik para pemuda maupun para pemimpin pergerakan kebangsaan berpacu dengan waktu untuk mewujudkan cita-cita perjuangan, yakni mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia selekas mungkin.

Dalam pertemuan rahasia pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945 di Jalan Imam Bonjol I Jakarta, naskah proklamasi dirumuskan, ditandatangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Soekarno didampingi Moh. Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Pengesahan Pancasila dan Undang-undang 1945, 18 Agustus 1945

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, para pemimpin bangsa dengan segera menyusun tatanan kehidupan negara. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan rapat di Pejambon, Jakarta. Rapat menghasilkan keputusan yang sangat penting mengenai ketatanegaraan Republik Indonesia, mensahkan Pancasila sebagai Landasan Falsafah Negara dan Undang-Undang Dasar 1945. Rapat juga memilih Soekarno dan Moh. Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Peristiwa-peristiwa dalam Diorama Perjalanan Bangsa menggambarkan semangat perjuangan dan nilai-nilai hidup yang penting dalam pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Keinginan Kartini untuk membebaskan kaumnya dari keterbelakangan, upaya STOVIA dalam meningkatkan derajat bangsa, serta perjuangan Muhammadiyah untuk pembaharuan kehidupan agama Islam, semuanya mewakili semangat perjuangan dan keberanian.

Selain itu, keberadaan Perhimpunan Indonesia yang berjuang di forum internasional, pentingnya pendidikan nasional yang disuarakan oleh Taman Siswa, dan pengorbanan tokoh-tokoh pergerakan yang dibuang ke Digul juga menggambarkan semangat persatuan, kesadaran nasional, dan perjuangan untuk membebaskan bangsa Indonesia.

Baca Juga:

Sumpah Pemuda menjadi tonggak penting dalam menyatukan pergerakan pemuda yang berjiwa nasional, sedangkan kegiatan gereja Protestan dan Katolik Roma memberikan kontribusi dalam bidang agama, pendidikan, dan sosial, yang pada akhirnya membantu menyatukan bangsa Indonesia.

Romusha dan pemberontakan Tentara PETA di Blitar menunjukkan keteguhan dan semangat perjuangan rakyat dalam menghadapi penjajahan. Dan akhirnya, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diikuti dengan pengesahan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi tonggak penting dalam meneguhkan kemerdekaan Indonesia serta menetapkan landasan falsafah negara yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, persatuan, dan kemanusiaan.

Dari diorama peristiwa-peristiwa ini, kita dapat mengambil hikmah dan nilai-nilai hidup berupa semangat perjuangan, persatuan, keberanian, keadilan, dan nasionalisme sebagai inspirasi dalam membangun dan menjaga bangsa Indonesia yang maju, berkeadilan, dan bermartabat.

Baca Juga: Apa Makna Proklamasi Kemerdekaan Bagi Generasi Muda? Ini Jawabannya


Emperor