3 Contoh Toleransi Politik, Sebagai Bagian dari Etika Dalam Berpolitik


Ilustrasi toleransi politik (islami.co)

Menjelang gelaran Pemilu 2024, seluruh elemen masyarakat dihimbau agar dapat menyukseskan jalannya pemilu dengan aman dan lancar sesuai amanat Undang-Undang. Salah satunya dengan menjaga toleransi politik pada pemilu, yang merupakan bagian dari etika politik.

Toleransi politik adalah menerima perbedaan pilihan, pendapat, keyakinan, dan pandangan politik seseorang atau kelompok tanpa menghakimi atau merendahkan pihak manapun. Seorang pemilih yang toleran tidak hanya memahami hak setiap individu untuk memiliki pandangan politiknya sendiri, tetapi juga bersedia mendengarkan dan menghormati perspektif orang lain. Sebab, setiap warga negara, tentunya telah dilindungi haknya oleh UU.

Baca Juga:

Sedangkan etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan berlandaskan kepada etika. Etika sendiri sering disamakan dengan moral. Etika politik merupakan landasan perilaku dalam berpolitik. Hal ini mencakup nilai-nilai moral dan norma-norma yang mengatur interaksi dalam berpolitik.

Sebagai pemilih, memiliki sikap toleransi politik adalah suatu keharusan dalam mewujudkan kehidupan berdemokrasi yang sehat dan harmonis. Mustahil, pesta demokrasi, khususnya pemilihan presiden akan berjalan damai, jika elit politik, para pendukung dan pemilih bersikap arogan dan fanatik buta. Berikut beberapa contoh toleransi politik yang merupakan bagian dari etika berpolitik.

1. Toleransi politik dengan menghindari perilaku dikriminatif

Sebagai pemilih yang toleran, kita perlu menghindari perilaku diskriminatif atau intoleran terhadap kelompok atau individu berdasarkan perbedaan politik. Hal ini melibatkan penolakan terhadap tindakan polarisasi yang dapat memecah belah masyarakat. Dalam proses pemilihan, fokus pada substansi ide dan program politik lebih penting daripada terjebak dalam retorika yang bersifat memecah belah.

Tentunya bangsa Indonesia sudah sangat paham dengan dinamika politik khususnya Pilpres, terutama tahun 2019. Dimana antara cebong dan kampret saling serang, saling bantai, dan akhirnya, rakyat Indonesia terpecah menjadi dua bagian dan itu sangat memprihatinkan. Hal ini dikarenakan elit ikut memanaskan atmosfir, dan para pendukung di akar rumput, karena rendahnya literasi sehingga dengan mudah ikut terprovokasi.

Baca Juga:

2. Toleransi politik dengan membuka pikiran terhadap informasi dari berbagai sumber

Ketika berpartisipasi dalam proses pemilihan, seorang pemilih yang toleran juga harus bersedia membuka pikiran terhadap informasi yang berasal dari berbagai sumber. Ini mencakup pemahaman terhadap perspektif yang berbeda dan mengevaluasi secara kritis berbagai sudut pandang sebelum membuat keputusan. Toleransi dalam hal ini berarti tidak terpengaruh oleh propaganda atau retorika yang bersifat memojokkan. Namun, hal-hal yang bersifat informasi, terkadang masih kita temui, individu-individu tertentu tanpa menyaring, langsung dishare.

Seiring dengan itu, seorang pemilih yang toleran juga memegang prinsip keadilan. Ini berarti memberikan kesempatan yang sama untuk didengar kepada semua kandidat tanpa memandang latar belakang atau afiliasi politik mereka. Toleransi dalam politik seharusnya tidak hanya bersifat pasif, tetapi juga aktif dalam mendukung keadilan dan kesetaraan. Akan tetapi, yang lebih dominan adalah bersikap penghakiman, hanya karena berbeda pilihan dan pandangan politik. Bagaimana mungkin Pemilu bisa berjalan dengan damai.

Baca Juga:

Toleransi politik dengan mengembangkan dialog yang konstruktif

Dalam menghadapi perbedaan pendapat politik, pemilih yang toleran juga perlu membangun dialog yang konstruktif. Ini mencakup kemampuan untuk berdiskusi dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda tanpa merendahkan atau memicu konflik. Dalam proses dialog, pemahaman bersama dan pencarian solusi yang dapat diterima oleh semua pihak menjadi kunci untuk menciptakan atmosfer politik yang harmonis.

Dengan menjadi pemilih yang toleran, kita berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih inklusif dan demokratis. Etika politik yang didasarkan pada toleransi membuka ruang untuk keberagaman ide dan pendapat, menciptakan fondasi yang kokoh untuk proses politik yang sehat dan berkelanjutan. Sebagai pemilih, kesadaran akan etika politik menjadi pondasi penting dalam membentuk masa depan politik yang lebih baik.

Perlu juga untuk diingat bahwa, memberikan dukungan kepada calon manapun adalah bagian dari pilihan politik yang telah dilindungi. Dan dalam proses memberikan dukungan itu sewajarnya saja. Mengapa demikian, karena ketika memberikan dukungan melebihi kadar, ia akan berubah menjadi energi yang negatif. Alhasil, tidak bisa menerima perbedaan itu sendiri. Sedangkan, perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari sebagai makhluk sosial.

Baca Juga: Politik Indonesia 2024: Antara Harapan dan Tantangan

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Senior