4 Sajian Khas Berselera dari Yogyakarta, Tradisional dan ikonik!
Yogyakarta selalu memiliki cerita dan romansa di setiap sudutnya. Mungkin Yogyakarta terbuat dari kepingan rindu, yang selalu membuat kita ingin kembali lagi ke kota pelajar dan budaya ini.
Yogyakarta terkenal memiliki tempat wisata favorit dan unggulan. Yogyakarta juga memiliki budaya khas tradisional yang tak pernah lekang oleh waktu. Selain itu, Yogyakarta memiliki sajian khas berselera, seperti gudeg, mangut lele, tempe brongkos, dan lain sebagainya.
Nah, untuk menambah rasa rindu kamu akan Yogyakarta, berikut disajikan 4 kuliner khas dari Yogyakarta:
1. Gudeg
Belum ke Jogja kalo belum makan gudeg. Proses memasak nangka muda yang lama, dan terus diaduk, atau bahasa jawanya berarti hangudeg atau udek, melahirkan makanan dengan cita rasa yang khas, yaitu gudeg. Terdapat legenda yang mengaitkan asal usul gudeg dengan berdirinya kesultanan Mataram pada akhir abad ke-16. Dikisahkan pada saat itu pejuang yang membuka hutan untuk pembangunan ibu kota negara baru di wilayah Yogyakarta, mereka tidak mendapatkan pasokan makanan yang memadai.
Sementara itu hanya pohon nangka dan kelapa yang tumbuh subur di hutan tersebut. Saat masih muda buah nangka keras, dan tidak dapat dimakan mentah, mereka pun merebus buah nangka muda dalam santan dalam panci logam besar dan mengaduknya dengan papan kayu.
Dalam perkembangannya, penyajian gudeg dilengkapi dengan berbagai macam lauk pelengkap seperti: telur pindang, suwiran daging ayam, sambal goreng krecek, kacang tolo, hingga tahu dan tempe bacem.
Baca Juga:
2. Bakpia Pathuk
Cemilan bulat yang dibalut dengan adonan tepung dan berisi berbagai varian rasa yang lembut dimulut membuat bakpia menjadi satu primadona bagi setiap wisatawan yang pernah berkunjung ke Jogja. Secara historis bakpia adalah makanan “impor” dari negeri Tiongkok yang dibawa oleh para imigran Tionghoa pada dekade awal abad ke-20.
Bakpia ini konon sudah ada sejak tahun 1930. Jadi bakpia adalah kuliner hasil dari akulturasi budaya jawa dengan Cina. Bakpia berasal dari dialek hokkian dengan nama asli tou luk pia, yang berarti kue atau roti yang berisi daging.
Pada awalnya, bakpia terbuat dari isian daging dan minyak dari babi. Namun, agar dapat diterima oleh semua masyarakat Jogja saat itu, bakpia dimodifikasi menjadi kue yang berisikan kacang hijau. Alhasil, modifikasi bakpia tersebut dapat diterima oleh masyarakat Jogja yang mayoritas beragama muslim.
Agar tidak ketinggalan zaman, bakpia terus berevolusi. Saat ini isi dari bakpia, tidak hanya kacang hijau saja. Berbagai varian isian bakpia seperti coklat, kumbu hitam, keju, sampai durian banyak ditemui di toko oleh-oleh di Yogyakarta.
Baca Juga: Tidak Ada di Kota Lain, 5 Kuliner Ini Hanya Bisa Dijumpai di Cirebon
3. Sambal krecek
Tidak hanya masyarakat Yogyakarta, hampir seluruh masyarakat kita sudah sangat mengenal dengan kuliner yang satu ini. Di Jogja, krecek dijadikan menu pelengkap dari gudeg. Rasa gudeg yang manis dan gurih, dicampur dengan krecek yang pedas, kemudian ditambahkan dengan opor ayam, akan membuat sensasi rasa yang semakin mantap
Sambal krecek atau yang akrab disebut sambel krecek ini terbuat dari campuran cabai rawit dan rempah-rempah seperti bawang putih dan bawang merah kemudian dimasak bersama kulit sapi. Meskipun begitu, tidak semua orang Jawa menyukai krecek. Teksturnya yang kenyal dan lembut mungkin terasa aneh di lidah bagi sebagian orang.
Krecek dalam bahasa jawa berarti kulit sapi yang sudah dikeringkan. Krecek dapat dimasak sebagai campuran masakan, atau dijadikan kerupuk.
Baca Juga:
4. Sate Klatak
Berbeda dengan sate pada umumnya, sate klatak memiliki ciri khasnya sendiri mulai dari proses pembuatannya hingga rasa yang akan kamu dapatkan saat mencoba gigitan pertama. Sate klatak ini terbuat dari daging kambing atau sapi yang dibakar hanya dengan taburan garam (tanpa kecap), lalu dipanggang di atas kobaran arang panas.
Uniknya sate klatak adalah penggunaan alat tusuk yang tidak terbuat dari kayu ataupun lidi melainkan dari besi jeruji sepeda. Setelah daging menimbulkan aroma harum, sate kemudian disajikan bersama luluran bumbu gulai. Besi yang digunakan sebagai penusuk sate, juga berfungsi sebagai konduktor panas yang baik. Ini membuat daging sapi yang dibakar, menjadi lebih matang bagian dalamnya
Nama klatak itu sendiri berasal dari bunyi yang dihasilkan saat daging menyentuh bara api. Ketika sate tersebut ditaburi dengan garam akan menimbulkan suara klatak dan menimbulkan percikan api.
Selain itu masih banyak lagi kuliner khas dari Yogyakarta, seperti tiwul, growol, besengek, gatot, dan lain sebagainya yang sampai saat ini masih banyak dijumpai di Yogyakarta. Jika kamu berkunjung ke Yogyakarta, jangan lupa mencicipi berbagai sajian khas berselera khas Jogja ini ya!
Baca Juga: 5 Kuliner Khas Purwakarta, Unik dan Menggugah Selera!