Sarjana Jadi Ibu Rumah Tangga, Memangnya Salah? Berikut 3 Faktanya!
Berbicara mengenai profesi, orang mungkin membayangkan pekerjaan yang terdengar familiar seperti guru, polisi, dokter, manager, karyawan, dan lain sebagainya. Tapi pernah nggak sih sedikit saja terbesit kalau ibu rumah tangga itu juga profesi yang harus diakui?
Nggak jarang pekerjaan ibu mengurus rumah dianggap enteng dan dipandang sebelah mata. Parahnya lagi, perempuan berpendidikan dengan gelar sarjana dianggap salah kalau ‘cuma’ jadi ibu rumah tangga.
Banyak penulis jumpai saat perempuan bergelar sarjana menjadi full-time mom orang-orang sering nyinyir dengan kalimat, ‘rugi ijazahmu kalau nggak kerja.’ atau ‘makanya nggak usah kuliah kalau ujung-ujungnya masuk dapur juga’, bahkan orang terdekatnya pun sama sekali nggak memberi dukungan.
Padahal setiap ibu bebas memilih prioritasnya masing-masing, nggak ada salahnya sarjana jadi ibu rumah tangga.
1. Peran apapun harus ada ilmunya
Kuliah nggak selalu akademik yang dibahas, banyak juga keterampilan lain yang dipelajari dan berguna setelah berkeluarga. Misalnya, saat kuliah pernah menjabat sebagai bendahara di salah satu organisasi kampus, akhirnya setelah berkeluarga sudah paham cara mengelola nafkah suami.
Pendidikan itu penting untuk menghadapi tantangan di masa depan. Kita belajar cara menyelesaikan masalah, mengupgrade diri, dan mengelola waktu.
Keahlian sepele seperti menyiapkan keperluan anak dan suami tiap pagi tetap ada manfaatnya meskipun nggak terlihat secara langsung. Harus ada ilmu agar cakap di berbagai peran, termasuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang bisa diandalkan.
Bayangkan kalau ibu tidak belajar time management dengan baik, tiap pagi pasti kesulitan menyiapkan sarapan, menyiapkan anak berangkat sekolah, dan mengurus keperluan suami.
Singkatnya, pendidikan bukan hanya pelajaran di dalam kelas ataupun pencapaian gelar berderet di belakang nama. Lebih dari itu, pendidikan membentuk cara kita berpikir, mengangkat kebodohan, dan membantu menyelesaikan masalah.
Ibu rumah tangga yang berpendidikan pasti punya bekal dalam membuat keputusan yang tepat, jangan berkecil hati dan tumbuhkan mindset bukan hal yang sia-sia seorang wanita berpendidikan memilih menjadi ibu seutuhnya.
Baca Juga:
2. Mitos produktivitas harus ada cuannya
Pola pikir yang salah seringkali menjebak kita dalam menghargai suatu pekerjaan. Banyak anggapan keliru bahwa produktivitas diukur dengan ada atau tidaknya uang yang dihasilkan. Persepsi ini yang akhirnya mengerdilkan peran ibu rumah tangga, membuat orang berpikir ‘aku nggak produktif kalau dirumah saja’.
Dalam 24 jam Ibu menghabiskan waktunya yang berharga untuk mendidik anak, menyiapkan makan, mengurus rumah, suami, dan semua dilakukan untuk mendukung keluarganya. Mirisnya masih banyak yang mengabaikan kontribusi tak berbayar itu.
Mengubah paradigma yang sudah melekat bertahun-tahun memang sulit, ada yang bilang ‘enak, ya, di rumah nggak ngapa-ngapain’, padahal profesi ibu bekerja ataupun ibu rumah tangga sama saja repotnya.
Dikutip dari laman parent.co, curhatan seorang ibu yang resign dari pekerjaannya dan beralih profesi menjadi ibu rumah tangga mengaku kewalahan. Menurutnya pekerjaan di rumah sama-sama membuatnya stres, bahkan dirinya harus bekerja lebih keras lagi untuk pekerjaan barunya itu.
Seorang ibu rumah tangga adalah contoh utama di mana produktivitasnya tidak diukur dengan benar. Padahal keterlibatan dalam mendidik anak, perawatan rumah tangga, dan mendukung kebutuhan anggota keluarga adalah bentuk investasi masa depan yang tak ternilai.
Baca Juga:
3. Ibarat kata tak ada rotan akar pun jadi
Hidup di era digital menjadi privilege bagi wanita yang ingin berkarir tanpa meninggalkan rumah, sebut saja itu Work From Home (WFH). Kita bisa handle pekerjaan dari mana saja meskipun kelihatannya ‘pengangguran’.
Sayangnya, tak banyak generasi old yang paham dan berujung meremehkan.
Memang benar peribahasa tak ada rotan akar pun jadi, tidak bisa bekerja keluar rumah pun tak masalah. Banyak pekerjaan yang bisa kita dapatkan secara online seperti menulis artikel ini, uneg-uneg di kepala tersampaikan, dapat cuan pula. Kuncinya pandai-pandai saja mengatur waktu dan aktif menjemput bola.
Wahai ibu-ibu yang berjasa, terimalah dirimu dan jangan berkecil hati melihat teman sebaya sibuk di kantornya. Lihatlah ‘mahakaryamu’ di rumah, sejatinya kamu berharga dan istimewa.
Baca Juga: Benarkah Jurusan Filsafat Susah Cari Kerja? Pahami dan Temukan Prospek ke Depannya
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.