Menguasai Teknik Membaca Puisi Yang Menyentuh Hati, Bikin Pendengar Terpukau

Membaca puisi adalah seni yang menggabungkan interpretasi pribadi, pemahaman mendalam, dan teknik vokal. Puisi yang dibaca dengan baik dapat menyentuh hati pendengar, menghidupkan makna, dan menyampaikan emosi yang terkandung di dalamnya
Pembaca memiliki peran yang sangat dominan dalam menghidupkan puisi agar dapat dinikmati pendengar. Maka dari itu, dalam membaca ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti, alat ucap, faktor kebahasaan, dan faktor-faktor non kebahasaan.
Dengan menguasai ketiga faktor tersebut akan memudahkan dalam berdeklamasi.Seperti halnya dalam setiap jenis kesenian, dalam baca puisi pun terdapat teknik dasar yang mesti dipelajari oleh seorang pembaca puisi. Setelah dipelajari dan berlatih, teknik dasar ini nantinya diharapkan bisa menyatu didalam intuisi, menjadi spontanitas. Dengan kata lain. teknik yang telah dipelajari itu tidak lagi menjadi bagian yang terperinci, melainkan sudah menjadi unsur yang padu.
1. Memahami makna
Langkah pertama yang harus dilakukan seorang calon pembaca puisi adalah pemahaman terhadap puisi yang akan dibaca”pemahaman bisa dilakukan dengan cara membaca puisi tersebut secara keseluruhan dan berulang ulang, mencoba menentukan hakikat puisi agar tidak terjadi kekacauan dalam penafsiran.
Apabila seorang calon pembaca puisi telah memahami puisi yang akan dibacakannya dengan tepat maka penafisirannya pun tidak akan meleset. Pemahaman dan penafsiran adalah dua hal yang sejalan. Apabila pemahamannya ngawur akan menghasilkan penafsiran yang ngawur pula.
Baca Juga:
2. Menghayati puisi
Penghayatan sangat erat berkaitan dengan penafsiran. Penafsiran yang meleset terlalu jauh akan menghasilkan penghayatan yang ngawur. Apabila terjadi hal yang demikian, maka akibatnya akan sangat fatal, dan pembacaan puisi dapat dikatakan gagal.
Seorang pembaca puisi bertugas sebagai juru bicara yang harus dapat meyakinkan dan menyentuh hati pendengar. Tanpa penghayatan yang baik dan meyakinkan, tidak mungkin akan dapat menyentuh hati orang lain. Penghayatan yang baik akan menghasilkan emosi yang akan menggetarkan pendengar atau penonton.
Namun mesti di ingat bahwa seorang pembaca puisi, dalam menghayati sebuah puisi bukan hanya untuk dirinya sendiri. Ia menghayati puisi tersebut juga untuk menggugah penghayatan orang lain. Janganlah sampai terjadi seorang pembaca puisi tenggelam atau hanyut oleh keharuan orang yang ada dalam puisi itu, sebab pembaca puisi seperti itu tidak akan dapat lagi menguasai dirinya dengan baik. Karena dorongan emosinya yang berlebihan, dia akan tersedu-sedu, yang akan mengakibatkan kata-kata susah keluar karena tersekat di tenggorokannya.
Bila terjadi hal yang demikian, bukannya simpati yang akan dia peroleh dari penonton, jadi haruslah tetap dijaga jarak antara pembaca puisi dengan puisi itu sendiri. “Takaran emosi” juga perlu diperhatikan oleh seorang pembaca puisi.
Puisi yang satu berbeda takarannya dengan puisi yang lain. Alangkah janggalnya apabila seorang pembaca puisi Chairil Anwar “Senja di Pelabuhan Kecil” dengan tekanan emosi sebesar “Krawang Bekasi.” Seorang pembaca harus bergerak hanya di sekitar ruang yang diizinkan takaran bahannya.
3. Teknik Pengucapan
Bagi seorang pembaca puisi, teknik pengucapan jelas mempunyai tempat yang sangat penting. Dengan teknik pengucapan yang jelas para penonton akan terpukau oleh seorang pembaca puisi. Adapun teknik pengucapan tersebut terdiri dari:
a. Volume
Volume suara adalah takaran perlahan atau kerasnya suara yang dikeluarkan. Seorang pembaca puisi mesti memulai pembacaan puisinya dengan suara yang cukup bisa didengar oleh penonton yang duduk dikursi paling belakang, dan bisa menaikan volume suaranya pada bagian klimaks sebuah puisi tanpa kehilangan kontrol. Daya penyampaian tersebut biasa disebut carying power.
b. Artikulasi
Artikulasi adalah ketepatan dan kejelasan dalam mengucapkan sebuah huruf atau suku kata. Seseorang mempunyai artikulasi yang baik adalah yang bisa mengartikulasikan huruf mati dan huruf hidup dengan sempurna.
Seorang pembaca puisi mesti baik artikulasinya sebab apabila tidak, dia akan banyak menelan suku kata di dalam kalimat yang diucapkannya. Hal tersebut akan mengganggu kenikmatan para pendengar atau penonton.
Bunyi-bunyi yang hilang atau yang tak jelas ucapan itu adalah, waktu mengucapkan kalimat bibir dan lidah malas bergerak, sehingga bunyi-bunyi dihasilkan pada daerah artikulasi yang tidak tepat.
Baca Juga:
c. Intonasi
Intonasi adalah lagu kalimat. Intonasi dalam bahasa puisi tentu saja berbeda dengan pembacaan prosa. Intonasi baca puisi lebih berlagu karena pada dasarnya kata-kata dalam sebuah puisi selalu penuh dengan irama.
Dengan demikian, seorang pembaca puisi dituntut untuk dapat mengungkapkan irama dalam sebuah puisi lewat intonasinya.
d. Nada
Nada adalah tinggi rendahnya suara dalam pengucapan satu kata dalam sebuah kalimat. Bila kita perhatikan benar-benar tekanan nada lebih sering mencerminkan isi perasaan daripada pikiran. “Apa” bila berarti pertanyaan yang bisa juga berarti teguran keras. Demikian pula “bila” bisa berarti makian, tetapi bisa juga berarti pujian. Hal tersebut bergantung kepada nada ucapannya.
e. Dinamika
Dinamika adalah tekanan keras dalam pengucapan. Seorang pembaca puisi mesti menggunakan tekanan dinamik ini untuk sepatah kata yang dianggap penting dalam sebuah baris,untuk baris terpenting dalam sebuah bait, dan untuk bait terpenting dalam keseluruhan puisi yang dibaca. Tekanan dinamik sangat berguna untuk memperjelas penafsiran seorang pembaca puisi terhadap puisi yang dibawakan.
f. Tempo
Tempo adalah lambat atau cepatnya membaca puisi. Puisi–puisi yang berisikan keharuan atau renungan biasanya dibacakan dengan tempo yang lambat. Namun, mesti diingat, apabila sebuah puisi dibaca dengan tempo yang lambat, tanpa memperhatikan dinamika maka pendengar (penonton) akan cepat menjadi bosan.
Adapun puisi-puisi yang bersemangat biasanya dibacakan dengan tempo yang cepat dan semakin cepat pada bagian klimaks. Namun harap dicatat, menaikkan tempo harus dibarengi dengan kecakapan berartikulasi yang bagus.
f. Jeda
Yang dimaksud dengan jeda adalah perhentian sesaat. Jeda yang umum dipergunakan dalam baca pusisi adalah jeda antar bait yang satu dengan bait yang lain. Selain itu, jeda juga dilakukan setelah mengucapkan larik atau bait puisi yang dianggap penting, maksudnya adalah agar bait atau lari tersebut bisa dicamkan oleh pendengar.
Jeda juga berguna untuk menciptakan irama. Namun penggunaannya mesti benar-benar selektif. Apabila terlalu sering menggunakan jeda akan mengakibatkan tempo pembacaan puisi menjadi lambat. Adapun jeda yang terlalu lama akan mengesankan pembacaan puisi putus, tidak ada kesatuan.
g. Irama
Yang dimaksud dengan irama adalah totalitas tinggi rendahnya suara, keras dan lembutnya suara, panjang pendeknya suara, atau cepat dan lambatnya pembacaan sebuah puisi.
Di dalam sebuah puisi, kata yang dipilih sedemikian rupa selalu membentuk irama, dengan demikian, di dalam membaca puisi faktor irama ini sangat penting kedudukannya. Tanpa memperhatikan irama, membaca puisi akan menjadi monoton dan membosankan.
h. Pengembangan/membina puncak
Kita telah mengetahui, untuk keperluan baca puisi, mesti dipilih puisi yang memiliki klimaks yang jelas dan kuat, adapun yang dimaksud dengan klimaks adalah tanjakan besar yang terdiri dari tanjakan-tanjakan kecil sebelumnya.
Klimaks biasanya diikuti oleh sebuah anti klimaks. Dengan demikian, tanjakan kecil dan besar tersebut harus ditemukan dan ditentukan terlebih dahulu.
Apabila tanjakan kecil dan tanjakan besar telah ditentukan, akan memudahkan bagi pembaca puisi untuk menerapkan teknik pengembangan, teknik pengembangan dilakukan agar pembacaan puisi tidak datar dan membosankan.
Teknik pengembangan dapat dicapai dengan menaikkan volume suara, menaikkan tinggi nada suara, menaikkan tempo kecepatan suara, dan selanjutnya dengan menurunkan volume, tinggi nada dan kecepatan tempo suara.
Seorang pembaca puisi mesti memulai pembacaan puisinya dengan volume suara yang cukup. Apabila menemukan tanjakan kecil, maka ia mesti menaikkan volume, tinggi nada, dan kecepatan tempo suaranya, dan menguranginya lagi pada bagian yang bukan merupakan tanjakan.
Pada tanjakan besar atau klimaks dia mesti menaikkan volume tinggi nada dan kecepatan tempo suara semaksimal mungkin, untuk kemudian diturunkan lagi pada bagian anti klimaks.
Apabila seseorang memulai membaca puisi dengan suara yang keras dan tempo yang cepat, maka pada bagian klimaks dia akan kewalahan, dan akhirnya puncaknya tidak jelas, jadi seorang pembaca puisi harus bisa menahan diri sebelum klimaks.
Dengan demikian, karena puncak itu ujung tanjakan, maka tingkatan-tingkatan perkembangan sebelumnya harus lebih rendah. Dengan kata lain, seorang pembaca puisi harus menahan tingkatan-tingkatan-tingkatan perkembangan sebelumnya supaya tidak setinggi klimaks. Teknik menahan itulah yang dimaksud dengan teknik membina puncak.
Baca Juga:
4. Penampilan
Yang dimaksud dengan penampilan disini adalah mimik, sikap tubuh dan gerakan badan ketika seseorang sedang membacakan sebuah puisi. Hal tersebut dilakukan pada dasarnya adalah untuk menekankan makna kata atau kalimat dalam sebuah puisi.
Sering kita melihat pembaca puisi yang sibuk bergerak, badan miring ke kiri dan ke kanan, tangan kadang-kadang terbang ke atas, kaki menyepak-nyepak persis seperti orang-orang yang kesurupan, hal-hal seperti itu mesti dihindari.
Gerak dilakukan pada bagian terpenting di dalam sebuah puisi, atau bisa juga dilakukan pada bagian klimaks. Itupun harus harus mengandung alasan yang jelas, gerak yang tepat dan efektif akan mencerminkan ekspresi yang kuat.
Baca Juga: Perhatikan Ini! 3 Teknik Belajar Anti Lupa


















