PuisiSastra

IBU KOTA

Ibu,

Masihkah kau ada di dekatku

Mendekap mesra anakmu ini

Kadang memang engkau marah

Meluapkan air mata kesedihan

Namun, engkau tetap menyediakan

Apapun yang kami butuhkan

Dalam kehidupan ini

 

Ibu,

Aku mendengar dari tetangga

Membicarakan engkau

Mau berpisah dariku

Mengikuti kata saudaraku

Pindah ke tempat yang aman

Tanpa ada gempa dan letusan gunung

Namun ibu, tidakkah kau mendengar

Banjir merajalela

Kebakaran sering melanda

Tidakkah menjadikan dirimu sakit

 

Ibu,

Tidakkah paru-paru ibu bermasalah

Mengapa ibu harus pindah ke daerah

Penuh kebakaran hutan dan lahan gambut

Padahal ibu terkena asma, sesak bernafas

Apakah yang dipikirkan kakakku

Hingga mau memboyongmu ke sana

 

Ibu,

Pikirkanlah

Apakah sudah benar tindakan kakakku

 

Kakak, apa yang kau mimpikan

Mengapa memboyong ibu ke pelosok desa

Mengapa memindahkan pemersatu kita

Sementara engkau masih di kota

Siapa yang merawat

Siapa yang menjaga

Mengapa ibu harus kau perlakukan seperti itu

 

Ibu kota kita mau diapakan?

Ibu kota kita mau dikemanakan?

Ibu kota kita nasibnya bagaimana?

Ibu kota kita tak tahu harus bagaimana

 

Mantingantengah, Jakenan, Pati, 30 Agustus 2019

 

 

CATATAN KECIL SEORANG PENYAIR

 

Entah apa yang terlintas dalam dada

Uang ataukah karya, ketenaran atau ekonomi

Rasanya sesak dada ini untuk memilih

Ekonomi dan perlu untuk keberlangsungan hidup

Ketenaran dan karya penting bagi seorang penyair

Aku masih bimbang untuk mencapai keduanya

 

Nafas-nafas sesak menjadikan hidup susah bergerak

Akankah jari-jemari ini kaku selamanya

Bukankah aku memerlukan jemari ini untuk menulis

Indahnya sajak dan puisi sebagai karya sastra

Igauan seorang penyair kecil

Lantaran susah mencari penghidupan sebagai penyair

 

Ruang berkarya pun tak terbatas; bebas

Urgensi penyair mencipta karya; menuliskan puisi dan syair

Sajak-sajak kehidupan; cinta, asmara, nestapa dan duka lara

Di mana saja ia bisa berekspresi; bisa mempublikasi puisi

Ibarat makan; semua tersedia tinggal memilih media

 

Sayang, beribu sayang karya tak menghasilkan uang

Angan-angan terkenal pun sebatas bayang-bayang

Nestapa seorang penyair kecil belajar menulis

Tak ada uang; tak ada kekayaan; tak ada ketenaran

Ruang-ruang berkarya seolah tertutup: rapat

Inilah duka lara seorang penyair kecil

 

Kekayaan, uang dan ketenaran perlu diusahakan

Andai penyair kecil bisa memperoleh uang dari setiap karya

Jejak-jejak kemelaratan dan kemiskinan akan sirna

Entah sampai kapan penyair kecil menanti

Nestapa sirna dari dada para penyair ini

 

Mantingantengah, Jakenan, Pati, 10 Februari 2022

 

 

AKU INGIN MEMBACA

 

 

Ruang-ruang hati ini ingin sekali diisi

Untaian kata merajut makna penuh hikmah

Sejuta bacaan ingin kulahap dan kumasukkan kepala

Dari huruf A sampai Z dan semua yang ada

Intisari kehidupan dan keteladanan di sana

 

Nama rumah baca purnama ada di hati

Gaung dan gema terus terdengar di telinga

Arsip-arsip, buku-buku, majalah dan surat kabar

Ruang-ruang terpenuhi bacaan demi gelorakan literasi

Pustaka karya para pujangga dan ulama tersedia

Aku ingin membaca semua itu tuk mengisi hati yang gersang

Namun, apa dayaku kemampuanku hanya sebatas itu

 

Selamat pagi, purnama

Ucapan itu yang terlontar dari mulut mungil

Rajinlah membaca wahai anak-anakku

Ya, membacalah seperti perintah Allah pada Muhammad

Akan kau ketahui segala yang tersurat dan tersirat

Pada alam raya terdapat tanda-tanda yang dijelaskan

Alquran bagi umat di seluruh alam semesta

Tak usah kau ragu atau bimbang, purnama

Inilah saatnya kau kuasai segala pengetahuan

 

Dengan membaca kitab suci dan buku-buku untuk memahami

Intisari dan makna hidup di dunia ini

 

Mas purnama, maukah kau membantuku

Aku ingin sekali bisa membaca

Namun, apa daya mulutku terkunci rapat

Tak bisa digerakkan apalagi dibuka

Ingin sekali aku bisa mengeja huruf-huruf

Namun, mata ini sudah terpejam

Gaung literasi terdengar di mana-mana

Aku hanya bisa mendengar saja

Nistakah diriku ini

Tak bisa melihat aksara dan dunia fana

Entah sampai kapan aku ingin membaca

Nestapa aku terus menunggu menanti

Gaung dan gema gerakan literasi

Abadi selamanya di bumi nusantara

Hidupku ingin bermakna dan aku ingin membaca

 

Mantingantengah, Jakenan, Pati, 10 Februari 2022

 

 

SURAT UNTUK MAS PURNAMA

 

Aku ingin bertemu engkau, mas purnama

Ingin aku ceritakan segala keluh dan kesah

Semua cerita bahagia dan duka lara

Yang telah kita jalani bersama

Abadi selamanya hingga akhir hayat

Hidup bersama dalam satu keluarga bahagia

 

Aku ingin bertemu engkau, mas purnama

Raut wajah ini sudah berkerut; keriput

Desir angin sudah berganti dan berubah arah

Hembuskan kabar berita tak tentu kebenarannya

Akankah engkau mendengarkan suara sumbang di luar sana

Namun, aku tetap setia menunggu kedatanganmu

Entah sampai kapan hingga kini aku tak tahu

Sayangku, mas purnama pedoman jiwa

Walaupun kabar berhembus bagai angin lesus

Aku akan tetap setia menanti kehadiranmu

Rasa cinta ini masih hanya untukmu; hidup bersama

Impian kita saat berdua berjanji merajut keluarga

 

Riak-riak kecil dalam pusaran mahligai rumah tangga

Usang dengan lahirnya buah hati kita

Selalu betanya dan bertanya pada siapa saja

Di manakah lelaki yang jadi bapaknya

Ingin aku berteriak, tapi aku tak bisa

 

Raut wajahku kian kusut

Entah mungkin karena beban hidup

Menjawab setiap tanya dan aku harus

Berbohong; berdusta pada putramu itu

Akankah aku harus mengakhiri hidupku

Namun, aku tak mampu; aku tak sanggup

Gelora hatiku masih menunggumu; sampai kapanpun

 

Mantingantengah, Jakenan, Pati, 10 Februari 2022

 

Baca Juga: Penangkapan Diponegoro

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button