PuisiSastra

Bersiap Menjadi Dewasa

Akal Tak Serupa Kenyataan

Semua perihal menerima dan merelakan
adalah waktu yang perlahan membungkam impian,
adalah aku yang tidak mempedulikan arus,
melawannya mati-matian.
Sampai terhuyungku meraih pegangan setipis benang.

Semua perihal mengambil hikmah dari segala kejadian.
pada ombak yang terus menggiringku menuju ketepian,
tapi tetap saja aku dijajaki rasa penasaran.
Menelan segala risiko serta kemungkinan-kemungkinan,
gagal.

Apa tidak ada lagi kata yang lebih menarik untuk di dengar?
Sampai kebas kaki dan cemooh orang-orang
takkan pernah ku hiraukan.
Biarlah umur termakan juang
jika bertahan adalah satu hal yang paling masuk akal,
akan tetap ku lajukan kemudiku
yang entah berbuah hasil atau malah menemui ajal.

****

Senja Kala Renta

Tubuh ringkih termakan usia
sedang duduk diatas kursi roda sembari menatap senja.
Katanya;
Aku sudah lama tidak menghirup udara segar di tepi dermaga
pun, suara nyaring dari serangga yang berterbangan.
Rasanya saat ini aku sangat bahagia.
Terbebas dari ruang sesak yang memaksaku berbaring sepanjang masa.
Jika saja;
Raga yang sekarang lemah ini bisa lebih berguna di kala muda,
tidak memperhitungkan kerja keras sampai larut malam,
dan melakukan kesenangan lain dengan orang tersayang
lebih lama.

Ternyata sendiri tidak enak ya,
sambungnya.
Jika suatu saat nanti kamu punya kuasa,
janganlah kamu terlena dan melupakan keluarga.
Karena saat nanti tubuhmu menua,
bukan lagi harta yang membuatmu bahagia
Melainkan;
Kehadiran dari orang-orang tercinta.

****

Masih Bolehkah Aku Mengeluh?

Pada sela-sela waktu sebelum pertemuan-pertemuan yang membuat energiku terkuras.
Ku sematkan selembaran kertas putih pada dinding disebelah cermin.
Kali ini, aku tidak menuliskan rutinitas yang harus aku tempuh.
Melainkan;
Permohonan agar Tuhan selalu memberiku kekuatan untuk bertahan,
sembari tetap mengeluh.

Pada sela-sela pekerjaan
aku meminta pada dunia luar,
menatap ke arah jendala yang membawaku terperangkap pada pemandangan ibu kota.
Ternyata menjadi manusia rumit juga ya,
ditekan peraturan dan lembur sepanjang malam.
Belum lagi, drama yang hadir diantara rekan kerja…
Rasanya aku sangat ingin menepi,
tapi demi sesuap nasi
manusia sepertiku hanya bisa menjadi penurut dan memperbanyak tahu diri.

Jadi, masih bolehkah aku mengeluh?

****

Baca Juga: Wanita Naif

 

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button