Akulturasi Budaya Jawa dengan Islam Melalui Ketupat
Ketupat sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, terlebih lagi pada saat hari raya Idulfitri atau Lebaran. Secara umum masyarakat Indonesia menghidangkan ketupat sebagai kuliner utama di hari raya lebaran. Tradisi menyediakan ketupat saat hari raya Islam tidak terlepas dari proses sejarah masuknya agama Islam ke tanah air.
Terlepas dari hal tersebut, ketupat sudah digunakan oleh masyarakat di nusantara sejak dahulu. Selain sebagai kuliner di masyarakat, ketupat juga kerap dijadikan sebagai simbol klenik masyarakat di Indonesia.
1. Ketupat Sudah Ada sejak masa pra Islam
Tidak diketahui kapan sejak ketupat sudah ada. Namun pada masa kerajaan Hindu dan Buddha di nusantara, ketupat sudah ada. Tradisi menggunakan ketupat dan janur sebagai sesaji sudah ada pada masa itu.
Pohon kelapa sebagai sumber bahan utama ketupat, banyak ditemui di daerah pesisir pantai. Jika benar-benar cara pengolahan dan penyimpanannya, ketupat bisa tahan hingga 1 minggu. Itulah mengapa para pelaut nusantara banyak yang membawa ketupat sebagai bekal melaut. Ketupat juga populer di negara-negara Asia Tenggara, karena dibawa oleh para pelaut nusantara.
Selain sebagai bekal, ketupat saat itu sangat identik dengan animisme karena kerap dibuat sebagai sesaji. Ketupat menjadi perlambang pemujaan kepada Dewi Sri sebagai dewi padi atau kesuburan dalam tradisi jawa kuno. Dalam suatu sesaji, ketupat biasanya ditemani oleh ayam ingkung, air kembang, menyan, dan lain sebagainya.
Sebagai ucapan syukur atas melimpahnya hasil panen, ketupat sering digantung di pepohonan dekat sawah atau di tanduk kerbau ketika akan membajak sawah.
Ketupat juga dibuat sebagai jimat untuk menolak bala, dengan cara menggantungkan ketupat yang kosong diatas.
Baca Juga:
2. Makna dan filosofi ketupat
Bahan utama untuk membuat ketupat yaitu nasi dan janur memiliki makna yang khusus. Nasi dianggap sabagai lambang nafsu, sedangkan janur berarti “jatining nur” (cahaya sejati) dalam bahasa jawa yang artinya hati nurani. Sehingga ketupat digambarkan sebagai simbol nafsu dan hati nurani. Hal itu bisa diartikan, manusia harus bisa menahan nafsu dunia dengan hati nuraninya.
Dalam bahasa Sunda, Ketupat disebut dengan “kupat” yang artinya manusia tidak diizinkan untuk “ngupat” yaitu membicarakan hal yang buruk dengan orang lain. Selain itu ketupat atau kupat diartikan sebagai “Jarwa Ddhosok” , yang juga berarti ngaku lepat. Maknanya seseorang harus meminta maaf ketika melakukan kesalahan.
Rumitnya anyaman ketupat, Mencerminkan beragam kesalahan dan atau dosa umat manusia. Untuk memakan ketupat, kita harus membuka anyamannya terlebih dahulu. Setelah anyaman dibuka, akan terlihat nasi putih yang mencerminkan kebersihan dan kesucian.
Baca Juga:
3. Ketupat identik dengan hari raya umat muslim di Indonesia
Ketupat sebagai simbol hari raya umat Islam terjadi sejak zaman kerajaan Demak pada abad ke 15. Hal ini ditulis oleh HJ de Graaf, dalam bukunya yang berjudul Malay Annal. Kerajaan Demak saat itu dipimpin oleh Raden Fatah. Untuk mengembangkan kekuatan dan menyiarkan agama Islam, Kerajaan Demak mendapat dukungan dari Walisongo.
Untuk menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga kerap menggunakan budaya dan kearifan lokal masyarakat jawa, seperti wayang ataupun ketupat. Hal itu dilakukan karena masyarakat jawa sangat sulit di Islamkan, harus mendapat perlakuan khusus agar mereka mau menerima dan masuk agama islam. Masyarakat jawa saat itu sangat akrab dengan klenik dan kejawen.
Ketupat yang sudah dikenal akrab oleh masyarakat saat itu, mulai disisipkan pesan-pesan islam oleh sunan Kalijaga. Ngaku lepat atau mengaku salah, merupakan singkatan dari ketupat yang sengaja dibuat oleh sunan Kalijaga.
Tradisi bermaaf-maafan pada saat lebaran diperkenalkan oleh Sunan Bonang (Studi Ahmad Sunyoto, Atlas Wali Songo ). Bermaaf-maafan merupakan perbaikan dari pengampunan dosa dari Allah SWT. Sehingga terjadi keseimbangan antara Hablum Minallah dan Hablum Minannas.
Bermaaf-maafan dan ketupat merupakan pasangan serasi pada hari raya Idulfitri. Hingga saat ini ketupat secara tidak resmi dianggap sebagai simbol hari raya umat muslim di Indonesia. Berkat akulturasi budaya yang diperjuangkan oleh Sunan Kalijaga.
Baca Juga: Itikaf, Wujud Kontemplasi Riil dari Tasawuf di akhir Ramadan