PuisiSastra

Warna yang Tak Sama

Kita melihat merah

Tapi yakinkah merah yang sama?

Biru pun berbagai macam

Biru gelap, biru langit, biru laut

 

Itukah sebabnya? Kita selalu berselisih kata

Meributkan hal sederhana

Sesederhana lupa di mana kaca mata

Kala bertengger di atas kepala

Itukah sebabnya? Engkau pergi menjelang senja

Meninggalkanku tanpa lentera

Kala kubilang itu merah darah

Sementara kau menganggap biru laut

 

Tak bisakah kita melihat warna yang sama?

Atau kau mengalah pada merahku,

Sementara aku mengalah pada birumu

Tak bisakah kita bertahan pada atap yang sama,

Dan membiarkan warna-warni lain memperkaya pandangan?

 

Pergimu adalah jawaban

Biar!

Takkan kuseka tangis, kubiarkan peluh tetap jatuh

Karena basahnya menyirami tunas hijau yang sedang tumbuh.

Kendati merah dan biru, tak lagi menyatu

 

Tenggarong, 11 September 2022

 

 

Utari

 

Utari bernyanyi

Sambil duduk di tepi perigi

Mata Utari basah

Sesekali ia mendesah

 

Utari terus bernyanyi

Sambil menyisir rambutnya yang legam

Suaranya memecah sunyi

Terus menyanyi hingga jelang malam

 

Tapi, suara Utari sumbang

Mengisahkan dirinya yang malang

Hanya mampu terus bernyanyi

Sambil duduk di tepi perigi

 

Orang lalu lalang sempat menunjuk

Satu dua tiga semua menunjuk

Menganggap Utari gila

Meski ia sekadar memendam lara

 

Tenggarong, 9 September 2022

 

 

Biar Kupinjam Telingamu

 

Kamu mendengarku? Aku ingin bercerita

Dengarkan aku

Ini tentang aku yang tidak mengerti diriku

Ya, aku tak berani meminta orang lain memahamiku

Karena bahkan aku tidak memahami diriku sendiri

 

Aku memilihmu

Ya, memilihmu sebagai pendengarku

Duduklah di hadapanku

Pandang aku dengan tatapanmu yang lembut itu

 

Tapi jangan berbicara sepatah kata pun

Aku hanya perlu hadirmu

Berada di hadapanku dengan kedua telinga terpusat pada suaraku

Pada kisahku

 

Jangan!

Jangan ucapkan sepatah kata pun

Cukup pandang aku dengan rasa yang kau anggap pantas aku dapatkan

 

Jangan menghela napas

Jangan mengeryit

Duduk diamlah seperti batu

Kau pandai dalam hal itu

Namun, jadilah batu dengan mata lembut

Berilah aku tatapan yang kau anggap layak untukku

 

Tapi jangan mengucapkan sepatah kata pun

Dan saat aku selesai bercerita nanti

Kumohon, peluk aku dengan senyummu

Karena aku tahu, kau memahamiku

 

Tenggarong, 19 Agustus 2022

 

Baca Juga: HUJAN DI PENGHUJUNG SENJA

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button