6 Bentuk Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi, Banyak Terjadi Pada Warga Kampus!

Lingkungan kampus seharusnya menjadi tempat yang aman dan kondusif untuk belajar dan berkembang. Namun, kenyataannya, berbagai bentuk kekerasan masih kerap terjadi.
Tidak hanya kepada mahasiswa, kekerasan dalam lingkungan kampus juga berpotensi terjadi pada dosen, dan staf kampus.
Mengenali bentuk-bentuk kekerasan ini adalah langkah awal yang krusial untuk mencegah dan menanganinya secara lebih efektif. Berikut beberapa bentuk kekerasan di lingkungan perguruan tinggi yang kerap terjadi.
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah bentuk kekerasan yang paling mudah dikenali, melibatkan kontak fisik yang menyebabkan rasa sakit, cedera, atau kerusakan fisik lainnya. Contohnya meliputi pemukulan, penendangan, penamparan, pengeroyokan, atau penggunaan senjata.
Di perguruan tinggi, kekerasan fisik bisa terjadi dalam berbagai konteks, mulai dari perkelahian antarmahasiswa hingga tindakan represif oleh oknum yang memiliki kekuasaan.
Baca Juga:
2. Kekerasan psikis
Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kekerasan psikis dapat menimbulkan dampak emosional dan mental yang serius. Bentuk-bentuknya meliputi intimidasi, perundungan verbal (ejekan, ancaman, penghinaan), pengucilan sosial, gosip yang merusak reputasi, atau manipulasi emosional.
Di lingkungan kampus, kekerasan psikis bisa berupa pelecehan verbal oleh dosen, perundungan siber (cyberbullying) oleh sesama mahasiswa, atau tekanan psikologis dari senior dalam kegiatan kemahasiswaan.
3. Perundungan (bullying)
Perundungan atau bullying dapat didefinisikan sebagai perilaku agresif yang disengaja dan berulang yang dilakukan oleh satu individu atau kelompok terhadap individu lain yang dirasakan lebih lemah, dengan tujuan untuk menyebabkan kerugian atau ketidaknyamanan.
4. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat pada penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu fungsi reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dan/atau pekerjaan dengan aman dan optimal.
Kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan yang paling merusak dan seringkali kompleks penanganannya. Secara eksplisit berbagai tindakan yang diakui sebagai kekerasan seksual seperti
- Ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual;
- Perbuatan menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau membuat korban merasa tidak nyaman
- Pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban
- Perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Penyebaran informasi terkait tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi
- Perbuatan membujuk, menjanjikan, atau menawarkan sesuatu kepada Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui Korban
- Pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
- Perbuatan menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau
menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban - Perbuatan membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban
- Pemaksaan terhadap korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
- Praktik budaya komunitas warga Kampus yang bernuansa Kekerasan seksual
- Percobaan pemerkosaan dan pemerkosaan
- Pemaksaan korban untuk melakukan aborsi, untuk hamil, ataupun sterilisasi
- Penyiksaan, Eksploitasi, dan Perbudakan seksual
- Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual
- Pembiaran terjadinya Kekerasan seksual dengan sengaja
5. Diskriminasi dan intoleransi
Perilaku yang membedakan, membatasi, atau merendahkan seseorang berdasarkan suku, agama, ras, golongan, gender, orientasi seksual, disabilitas, atau latar belakang sosial ekonomi. Di perguruan tinggi, diskriminasi bisa terwujud dalam bentuk kesulitan akses terhadap pendidikan atau fasilitas, penilaian yang tidak adil, atau perlakuan tidak setara dalam kesempatan akademik maupun non-akademik. Intoleransi juga dapat muncul dalam bentuk ujaran kebencian atau tindakan yang membatasi hak-hak individu berdasarkan identitas mereka.
Baca Juga:
6. Kebijakan yang mengandung Kekerasan
Kekerasan tidak hanya terbatas pada tindakan individu, tetapi juga bisa bersumber dari kebijakan atau peraturan yang diterapkan oleh institusi itu sendiri.
Kebijakan yang mengandung kekerasan adalah peraturan, norma, atau praktik yang secara sistematis dan terstruktur dapat menyebabkan, memfasilitasi, atau membiarkan terjadinya berbagai bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual, diskriminasi, atau intoleransi.
Kebijakan yang berpotensi atau menimbulkan terjadinya kekerasan bisa dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Kebijakan tertulis seperti surat keputusan, surat edaran, nota dinas,
pedoman, dan/atau bentuk kebijakan tertulis lainnya. Sedangkan Kebijakan tidak tertulis seperti imbauan ataupun instruksi.
Itulah 6 bentuk kekerasan di lingkungan perguruan tinggi yang kerap terjadi pada mahasiswa, dosen, maupun staf dari kampus. Semoga bermanfaat
Sumber:
Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT)
Baca Juga: Tubuhku Adalah Otoritasku, Pentingnya Memberikan Pendidikan Seksual Kepada Anak Sejak Dini


















