Mengupas Permasalahan Pendidikan: Benarkah Hanya Sekedar Formalitas


Ilustrasi permasalahan pendidikan (pixabay.com/ WOKANDAPIX)

Pendidikan sebagai formalitas? Sepertinya kita perlu memikirkan hal ini, bagaimana pada kenyataannya pendidikan hanya dijadikan sebagai formalitas saja. Anggapan semacam ini tidak hanya muncul pada pelajar saja melainkan para pelaksana pendidikan juga demikian, hal ini dapat dibuktikan di mana para pelajar ketika di sekolah cenderung menganggap pendidikan tidak begitu penting dan tidak begitu berarti untuk hidupnya melainkan hanya sebagai alat pemusnah gengsi semata.

Penilaian tentang pendidikan sebagai formalitas juga muncul dari masyarakat, mereka cenderung menganggap bahwa pendidikan tidak begitu berarti, karena pada intinya yang terpenting dalam pendidikan adalah mendapatkan ijazah agar kelak mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih baik melalui ijazah, terlepas entah skill pekerjaan apa yang mereka peroleh di bangku sekolah. Itu semua tidak penting karena sekali lagi yang terpenting adalah ijazah.

Anggapan miris ini tentu bukan tanpa sebab, karena mereka benar-benar mengalaminya di mana di negeri ini seseorang tidak bisa bekerja pada perusahaan tertentu jika tanpa menggunakan ijazah, bahkan dengan ijazah pun belum tentu juga mereka mendapat pekerjaan. Lalu apakah anggapan tentang pendidikan sebagai formalitas dilatarbelakangi oleh dunia pekerjaan? Mari kita amati.

Seperti yang sudah saya singgung di muka, bahwa pendidikan dijadikan sebagai formalitas tidak hanya siswa atau pelajar saja, melainkan guru-guru juga pun demikian, hal ini dapat kita lihat di dalam sistem pendidikan yang notabene bukan membebaskan melainkan justru membelenggu. Mengapa demikian? Pendidikan yang dipegang oleh tangan yang kurang tepat cenderung tidak dijadikan sebagai sarana pembebasan, melainkan sebagai alat untuk mempertahankan status quo, alhasil siswa atau pelajar seakan dibungkam dan dibisukan.

Baca Juga:

Mari kita beralih ke perguruan tinggi dimana para mahasiswa hanya datang untuk mengisi absen dan di ruang kelas pun mereka hanya diam, main HP, dan mungkin checkout toko online. Ketika mereka diberi tugas membuat makalah mereka hanya full copas dari google dengan tanpa memahami isi makalah yang dibuat hanya satu malam itu, membuat power point pun hanya sekedar memindah seluruh isi makalah dan kemudian dengan gaya presentasi full baca.

Ironisnya para dosen juga sama saja, dimana hanya datang isi absen, memberi tugas pada mahasiswa dan memegang makalah si mahasiswa dengan tanpa mengecek apakah isi dari makalah tersebut sejalan dengan materi yang tengah mereka jelaskan, mereka diam saja. Tentu ini wajar saja karena dosennya juga formalitas dan hanya mementingkan status quo serta tidak menutup kemungkinan kenaikan jabatan dosen hasil dari jokian.

Akibat dari paradigma yang menghantui mereka dan akibat dari pengajar-pengajar formalitas, mereka menjadi tidak memiliki kesadaran dalam pendidikan, hal ini disebabkan dari anggapan bahwa pendidikan tidak begitu penting, karena yang terpenting adalah ijazah, meskipun memiliki ijazah juga masih ambigu. Alhasil mereka lupa bahwa di dalam pendidikan itulah kesempatan emas untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.

Lembaga pendidikan jika hanya digunakan sebagai formalitas atau hanya untuk melanggengkan status quo akan lebih cenderung mengarah ke sistem pendidikan hafalan, sehingga siswa ataupun pelajar diibaratkan sebagai wadah kosong yang perlu diisi. Alhasil pendidikan semacam ini menjadikan para pelajar tidak sadar akan keberadaannya, karena sebuah pendidikan dan pengajaran tidak akan ada artinya jika pelajar atau siswa tidak menyadari pentingnya pendidikan, terlebih mereka juga sudah paham akan realitas, bahwa seberapa lama pun mereka duduk di bangku sekolah setelah lulus pun hidupnya tidak memiliki kejelasan. Dari hal ini, maka jangan salahkan jika ada yang menganggap bahwa pendidikan tak lain halnya hanya scam.

Baca Juga:

Namun, yang perlu ditekankan bahwa esai ini dibuat bukan untuk menciptakan anggapan bahwa pendidikan tidak penting, akan tetapi esai ini dibuat untuk sebagai bahan refleksi, bahwa memang pada kenyataannya masyarakat secara keseluruhan sudah menganggap bahwa pendidikan tak lain hanya hanya untuk menutupi gengsi saja (Formalitas) dan tentu ini perlu diantisipasi dengan meningkatkan skil para pengajar dan para pemangku pendidikan-pendidikan pada umumnya.

Sekali lagi saya pertegas, bahwa anggapan tentang pendidikan sebagai formalitas bukanlah salah mereka (masyarakat/pelajar) melainkan muncul akibat lembaga-lembaga pendidikan formalitas dengan guru-guru formalitas dan perguruan-perguruan tinggi formalitas dengan dosen-dosen yang juga formalitas, sehingga terciptalah lulusan-lulusan yang mungkin juga menjadi pengajar dengan skill seadanya dan dengan pengabdian serta ketulusan yang palsu.

Sebagai akhir dari esai diatas yang mungkin agak nyeleneh, mari kita renungkan lagu dari Tom Paxton yang ditulis oleh Paulo Freire :

Apa yang kau pelajari di sekolah hari ini, anakku? Apa yang kau pelajari di sekolah hari ini, anakku?

Aku diajari bahwa Washington tidak pernah berdusta, Aku diajari bahwa tentara itu tidak gampang mati, Aku diajari bahwa setiap orang punya kebebasan, Begitulah yang diajarkan guruku.

Itulah yang aku pelajari di sekolah hari ini, Itulah yang aku pelajari di sekolah.

Aku diajari bahwa polisi adalah sahabatku, Aku diajari bahwa keadilan tidak akan pernah mati,

Aku diajari bahwa pembunuh itu mati karena kejahatan-kejahatannya sendiri, Meski kadang kita juga membuat kesalahan.

Aku diajari bahwa pemerintah harus kuat, Pemerintah selalu benar dan tak pernah salah, Pemimpin kita adalah orang yang paling bijak, Dan lagi-lagi kita akan memilih mereka.

Aku diajari bahwa perang itu tidak begitu buruk, Aku diajari bahwa ada sebuah perang besar yang pernah terjadi, Kita dulu pernah berperang di Jerman dan di Perancis, Dan mungkin suatu saat aku akan berperang.

Itulah yang aku pelajari di sekolah hari ini, Itulah yang aku pelajari di sekolah.

Baca Juga: Memetik Pelajaran Hidup Yang Berharga Mahal

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Explorer

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *