CerpenSastra

3 Sekawan: Kedatangan Mainan Bergerak

Siang ini anak-anak akan bermain di rumah Ola, setelah semuanya sudah pulang sekolah. Ola berbaring di atas sofa dirumahnya. Tidak ada orang tua Ola di rumah, Ola hanya sendirian. Tidak lama dari itu ketukan pintu terdengar, Ola membuka matanya, terkejut, lalu membukakan pintu. Itu teman-temannya.

“hai Ola” sapa Uba tersenyum, di sampingnya juga ada Uci tersenyum.

“hai, masuk lah” ucap Ola matanya terlihat mengantuk, lemas, namun senyuman nya tidak pudar.

Uba dan Uci melangkah masuk ke dalam rumah Ola, tampaknya sangat sepi di dalam rumah tidak ada orang selain Ola. Keadaan rumah Ola cukup berantakan, dari mainan yang berserakan di tengah rumah dan piring bekas makan masih tergeletak di sana.

“aku ingin main mainan di sana boleh Ola?” tanya Uba menunjuk ke kotak mainan yang masih bersegel di dalam kotak mainan.

“Uba kenapa kamu ga main mainan yang sudah ada di bawah?” tanya Uci yang sudah lebih dulu main, mainan yang sudah tergeletak berantakan dilantai bawah.

Ola tidak peduli dengan temannya mau main mainan yang mana, dia tergeletak tidur di atas sofa. Di pertengahan perdebatan, terdengar suara ketukan pintu. Uba dan Uci saling tatap, wajahnya terlihat ketakutan. Ola membuka matanya.

“Ola bangun, siapa itu” bisik Uci tidak bergerak dari berdirinya.

Ola membuka matanya, menguap, bergerak turun dari sofa nya, dia menguap sudah beberapa kali sejak tadi, membuka pintu, terkejut, matanya terbuka lebar, rasa ngantuk tadi hilang seketika.

“lihat ada mainan di sana” seru Ola menunjuk tanpa melirik ke arah temannya.

Uci dan Uba segera datang mendekat, mereka sama terkejut, tidak percaya ada mainan yang edisi terbaru tersedia di depan rumahnya. Hening seketika mereka mematung menatap mainan itu.

“hai” sapa mainan itu.

“HAH!” seru Ola, Uba dan Uci terkejut, mundur.

“kalian senang kan aku datang kemari” ucapnya mulai melangkah masuk ke dalam rumah. Ola, Uci dan Uba bergerak mundur ketakutan.

“UAA!!” Uba berlari secepat mungkin naik ke atas sofa.

“kenapa dia bisa bergerak dan berbicara!!!” seru Ola juga berlari.

Uci masih terpaku melihat mainan itu bergerak dan berbicara. Melewati Uci yang masih saja mematung didaun pintu. Mainan itu terkejut melihat mainan berserakan di tengah ruangan. Melirik ke arah Uci.

Uci menggeleng, bermaksud itu bukan mainannya.

“kalian tidak sayang mainan kalian? AAA!!!” mainan itu berlari ke arah Uci.

“AAA!!! Itu bukan mainan akuuu” seru Uci berlari menuju sofa mendekat ke Uba dan Ola.

“jangan ke sini!!” seru Ola menahan dari atas sofa.

Uci berlari berbelok, “AAA!!” Uci kejar-kejaran dengan mainan itu mengelilingi ruangan. Uba dan Ola hanya berdiri di atas sofa, melihat Uci terus dikejar-kejar. Saat sudah beberapa putaran diruang tengah, akhirnya Uci berhenti tepat di samping sofa.

“berhenti!” seru Uci membalikkan badan setelah mereka berlari beberapa putaran, “karena kita sayang sama mainannya makannya kita mainin” lanjut Uci.

Mainan itu diam, berpikir “dimainkan apakah harus sampai berantakan begitu?”

“itu bukan mainan ku dan yang main bukan aku, tapi Ola” seru Uci menunjuk ke Ola yang berdiri diatas sofa.

Mainan itu melirik, menatap bergantian ke arah Ola dan Uba.

Ola menekuk kan alisnya, menyimpan kedua tangannya di punggungnya, “itukan mainan aku, terserah aku mau apakan” serunya.

Mainan bergerak itu, menekuk kan alisnya, berseru marah, “tapi dimainkan harus dengan baik, tidak di berantakan dan berserakan seperti itu!” seru mainan itu berlari mengejar lagi ke arah Ola dan Uba.

“AAA!!!” seru Ola dan Uba loncat turun ke bawah, Uci juga ikut kembali berlari.

Kali ini mereka bertiga dikejar-kejar oleh mainan itu. Sudah beberapa putaran berlari, akhirnya Uba mengambil tindakan.

Uba melirik mainan berbentuk tongkat, dia mengambil mainan itu, segera berlari secepat mungkin, dia seolah-olah seperti petarung hebat membawa tongkat kayu itu. Berbalik berlari berlawanan arah, Bug! Uba Berhasil memukul mainan itu hingga terbanting, mengenai bingkai foto, Bug! Terjatuh bersama bingkainya.

“ayo sini teman-teman” seru Uba, Ola dan Uci mendekat, Ola dan Uci berdiri di belakang Ola, yang siap dengan tongkatnya.

Mainan itu berdiri, wajahnya masih terlihat kesal, “aku tidak mau bertarung”

“lalu kamu mau apa ke sini” seru Uba.

“ternyata mainan ini yang tampak imut di televisi, tidak sama dengan aslinya ya” bisik Ola masih sedikit ketakutan.

“aku mendeteksi ada mainan yang berantakan di rumah ini, jadi aku ke sini” ucap mainan itu dengan tegas.

“kalau aku tidak mau, apa yang akan kamu lakukan?!” seru Ola dari belakang Uba.

“aku akan mengumpulkan mainan itu dan aku akan berikan kepada anak yang menyayangi mainannya” jawab mainan itu.

“tapi kan itu mainan aku, kalau kamu mengambil dan memberikan mainannya kepada orang lain, berarti kamu mencuri” ucap Uci masih mengerutkan alisnya.

Ola di sampingnya mengangguk setuju.

“tapi kalau mainan ini tidak di jaga dengan baik, mereka sedih” lirih mainan itu, menundukkan kepalanya.

Uba, Uci dan Ola mematung kebingungan melihat reaksi mainan yang sedang bersedih itu.

“ayo bereskan mainan itu, atau aku akan mengejar kalian bertiga lagi” ucap mainan itu.

“aku ga mau” seru Ola berdiri di belakang Uba.

Mainan itu kembali menekuk kan alisnya, kemudian berlari lagi, “AAA!!!” seru mainan itu mengejar kembali.

“AAA!!!” seru 3 sekawan berbalik lalu kembali berlari berusaha menghindar.

Setelah mereka beberapa kali kejar-kejaran, Uci akhirnya membalikan badan dan memberhentikan mainan itu untuk mengejar, “berhenti! Apa kalau kita membereskan mainan itu kamu akan pergi dari sini?”

“itu tentu, tapi bukan hanya itu, aku akan memberikan hadiah untuk kalian” ucap mainan itu tanpa berpikir.

“HAH!” seru kompak 3 anak itu.

“ayo teman-teman kita bereskan, kita akan mendapatkan mainan baru” bisik Uci kepada 2 temannya, sekarang dia antusias.

“tapi. kita kan masih ingin main” ucap Ola tidak setuju, melupakan hadiah tadi.

“pilih lah mainan yang kalian ingin mainkan” ucap mainan itu mendengar percakapan 3 sekawan itu.

Ola kesal, “baik lah aku akan membereskannya, tapi kamu diam depan pintu”

Mainan itu segera menuju ke depan pintu, berdiri memperhatikan Uba, Uci dan Ola. Mereka segera membereskan mainan yang berserakan di tengah ruangan, memasukan mainan ke dalam kotanya masing-masing.

“kami sudah membereskan mainannya” ucap Ola masih menekuk kan bibirnya.

“kalian tau, kami sebagai mainan selalu sedih jika pemilik mainan tidak merawat atau bermain dengan baik mainannya, kami selalu kesakitan dan sedih saat pemilik kami membanting, melempar, menendang kami, aku harap kalian bertiga setelah mendengar cerita ini, kalian bisa menyayangi mainan dan menjaga mainan kalian dengan baik” lirih mainan itu menundukan pandangannya, wajahnya terlihat sangat sedih.

“apakah aku boleh memeluk mu?” tanya Uci sembari melangkah.

Saat mainan itu mengangguk, Uci berlari kecil lalu saat dekat dengan mainan itu, Uci segera memeluk dengan erat. Uba dan Ola juga perlahan berjalan mendekati mainan dan Uci, kemudian perlahan ikut memeluk.

“maafkan aku, aku selalu memberantakkan mainan dan juga melempar mainan” lirih Ola masih memeluk mainan itu.

“aku juga” ucap Uci.

“ya aku pun, aku selalu malas untuk membereskan mainan” ucap Uba.

Mainan itu masih belum berucap apa pun, masih menikmati pelukan dari Uba, Uci dan Ola.

“apakah kamu masih sedih mainan?” Tanya Uci melepaskan pelukannya.

“sudah tidak apa-apa, terima kasih, kalian sudah mengikuti permintaan aku” ucap mainan itu masih menundukan pandangannya.

3 anak itu mengangguk tersenyum.

“kalian masih ingin hadiahnya?” tanya mainan itu tersenyum, raut kesediahannya pudar begitu saja.

“mau!” seru tiga anak itu dengan kompak.

“kalian berdiri di depan sofa dan tutup mata kalian” ucap mainan itu.

Tiga anak itu segera mengikuti perintahnya tanpa disuruh dua kali.

“1..”

“2..”

“3!” seru mainan itu.

Tiga anak itu membuka matanya, menata ke mainan itu, mainan itu sudah tidak berdiri melainkan tergeletak begitu saja dan didepannya terdapat 3 permen. Tiga anak itu segera menghampiri dan mengambil masing-masing permennya.

Tidak lama orang tua Ola masuk ke dalam rumah

“hai ibu” sapa Ola masih berdiri menggenggam permennya.

“hai nak, oh! kalian rajin sekali membereskan semuanya?” Tanya ibu tampak terkejut sekaligus senang.

3 sekawan itu saling pandang, lalu mengangguk bersama.

 

Selesai!

Baca Juga: Seorang Pria Putus Asa

 

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button