CerpenSastra

Olimpiade Matematika

Pelajaran matematika di kelas 11 IPA 1 sudah selesai karena bel jam istirahat berbunyi. “Sekian dari pelajaran saya hari ini. Oh ya, ibu ada informasi kalau 18 Januari mengadakan lomba olimpiade matematika di Universitas Harapan Jaya. Saya akan memilih dua orang di kelas ini untuk mengikuti olimpiade matematika di hari Kamis besok. Paham semuanya?” Ujar Bu Ria.

“Paham, Bu!” Seru siswa – siswi kelas 11 IPA 1.

“Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa.”

“Terima kasih, Bu!”

“Sama – sama!” Bu Ria langsung berjalan keluar kelas 11 IPA 1.

Mereka semua berhamburan keluar kelas untuk pergi ke kantin. Sementara, Dila berbicara dengan teman sebangkunya bernama Mawar. “Gue yakin lo pasti dipilih sama Bu Ira ikut olimpiade matematika. Soalnya gue tahu kalau lo itu berlangganan juara olimpiade.” Kata Dila.

“Hahahaha, iya dong! Bu Ria pasti pilih gue. Ya karena kan dia tahu kalau gue ini pintar matematika.” Mawar sangat percaya diri.

Mawar dari kelas 10 SMA selalu mengikuti lomba olimpiade matematika. Di kelasnya dia memang jago matematika. Dia selalu mendapatkan juara satu lomba olimpiade matematika tingkat nasional dan juga provinsi. Banyak sekali sertifikat, medali, dan juga piala di pajang di lemari kamar tidurnya.

Perut Dila keroncongan, “Eh Mar, gue laper nih! Yuk, ke kantin!”

Mawar ketawa, “Hahaha, ayo! Nanti sekalian temanin gue ke perpustakaan ya.”

“Siap, bos!” Dila mengacungkan jempolnya. Mereka berdua keluar kelas menuju kantin.

***

Setelah dari kantin, Dila menemani Mawar ke perpustakaan di SMA Matahari. Mereka berdua melepaskan sepatu. Mawar menghampiri penjaga perpustakaan bernama Bu Ina. “Selamat pagi, Bu Ina.” Sapa Mawar dan Dila.

“Selamat pagi, juga! Kalian berdua mau cari buku apa?” Bu Ina bertanya dengan senyum ramahnya.

“Ini bu, saya disini mau pinjam buku olimpiade matematika.” Mawar menjawab.

Bu Ina berkata, “Itu ada di rak buku matematika. Kalian cari saja ya.”

“Terima kasih, Bu!”

“Sama – sama.”

Mereka berdua langsung mencari buku di rak yang di katakan oleh Bu Ina. Namun, tiba – tiba dia melihat seorang gadis berambut panjang dengan ikatan rambut setengah sedang membaca buku di dekat buku rak matematika.

“Eh, itu kan Melati! Dia ngapain disitu?” Bisik Dila ke kuping Mawar.

Mawar melihatnya, “Eh iya yah, yuk kita kesana!” Ia bebicara pelan – pelan agar tidak berisik.

“Ehem…ehem…ehem… Lo ngapain disini?” Mawar sengaja berdehem dengan nada sinis.

Melati memasang senyum ramahnya, “Oh, hai Mawar. Aku disini sedang membaca buku olimpiade matematika. Ya siapa tahu, aku bisa ikut olimpiade matematika.”

Mawar mendengarnya langsung tertawa remeh dan Dila ikutan juga. “Hahaha, siswa pendiam seperti lo yang tidak ikut apa – apa di sekolah alias anak nolep ikut olimpiade matematika. Emangnya yakin dengan kemapuan matematika lo?” Kata Mawar dengan nada meremehkan.

“Gue lihat nilai matematika lo jauh lebih tinggi mawar daripada lo.” Dila ikut ngeremehin Melati.

Di dalam hati Melati sangat sedih dengan mereka yang meremehkannya. “Ya aku tahu nilai matematika kamu lebih bagus daripada aku. Siapa tahu Bu Ira nunjuk aku.” Kata Melati percaya dirinya sambil memasang senyum terpaksa.

Mawar terus tertawa sinis, “Aduh, lo itu pede banget sih, hahaha! Gue yakin lo enggak bakal di pilih sama Bu Ira. Gak usah pede deh!”

Dada Melati sesak dengan remehan dari Mawar. Dia langsung membawa buku olimpiade matematika yang ia baca tadi dan pergi dari sini. Melati rasanya sakit sekali dengan sifat Mawar yang suka merendahkan dirinya.

***

Keesokan di hari Kamis, sebelum memasuki materi Bu Ira menyampaikan pengumuman. “Hari ini saya mengumumkan siapa dua orang yang ditunjuk ikut olimpiade matematika di Universitas Harapan Jaya. Yang pertama adalah Mawar Calista.”

Semua kelas bertepuk tangan. “Yey Dila, gue ditunjuk!” Mawar merasa bahagia sekali Bu Ira menunjuknya lagi untuk mengikuti olimpiade Matematika. Dila ikut tersenyum dengan Mawar.

“Dan yang kedua adalah Melati Putri Yena.” Semua kelas bertepuk tangan. Melati tersenyum akhirnya bisa memilih.

Mawar sangat terkejut ternyata Melati terpilih sebagai peserta olimpiade matematika. Melati melihat Mawar dengan tatapan sinis dan tidak senang melihatnya. Melati lebih baik membuang muka.

“Mawar, Melati, nanti setelah pulang sekolah kalian berdua belajar di laboratorium IPA ya, untuk mempersiapkan olimpiade.” Ujar Bu Ira.

“Baik, bu!” Seru Mawar dan Melati.

“Baik anak – anak, sekarang kita lanjutkan materi tentang persamaan dua linear.”

“Baik, Bu!” Bu Ira menulis materi di papan tulis. Mereka mengambil buku tulis untuk mencatat apa yang Bu Ira tulis.

Sepulang sekolah, Melati dan Mawar tiba di laboratorium IPA. Tidak ada hanya mereka berdua, tetapi ada dua orang adik kelas bernama Adit dan Jena merupakan anak kelas 10 IPA 1.

Tibalah Bu Ira datang, “Selamat sore, semuanya!” Sapanya. Dia menaruh tas dan buku di meja.

“Selamat sore, Bu!”

“Wah, kalian datang semua ya! Saya mau kasih informasi bahwa setiap pulang sekolah, kalian wajib mengikuti bimbingan olimpiade matematika. Dua hari sebelum lomba, kalian istirahat dan jangan lupa tetap belajar untuk persiapan olimpiade. Kalian paham?”

“Paham, Bu!”

“Baiklah, kalau begitu keluarkan buku catatan. Saya membahas materi apa yang soalnya keluar di olimpiade matematika.”

“Baik, Bu!” Mereka mengeluarkan catatan di tas.

Selama jam istirahat dan jam kosong, Melati selalu menyibukkan diri untuk belajar persiapan olimpiade matematika. Meskipun Mawar meremehkannya, tetapi Melati tidak peduli. Dia tetap belajar. Bahkan, malam hari pun dia belajar dan mengulangi materi bimbingan apa yang Bu Ira jelaskan.

Sementara Mawar hanya bermalas – malasan diri dan tidak mempersiapkan belajar untuk menghadapi olimpiade matematika. Dia hanya belajar saat bimbingan olimpiade saja di sekolah. Di rumah, dia hanya bermain handphone sambil scrolling sosial media dan chatting dengan Dila. Mawar tidak mengulangi materi dari Bu Ira. Dia merasa dirinya paling pintar matematika. Makanya, dia tidak belajar.

***

Pada tanggal 18 Januari, mereka tiba di Universitas Harapan Jaya. Banyak sekali para peserta dari SMA lain ikut berpartisipasi lomba olimpiade matematika di kampus ini. Mereka berempat berada di tempat duduk sambil menunggu Bu Ira yang sedang pergi ke toilet. “Aduh, rasanya gugup banget ngerjain soal nanti!” Keluh Jena.

“Iya nih, aku juga baru pertama kali di tunjuk ikut lomba ini sama Bu Ira. Padahal waktu semester satu saja, nilai matematika ku biasa saja. Aku takut kalah nih!” Kata Adit.

Melati mendengar percakapan mereka. “Jangan gugup, dek. Masalah menang atau kalah yang penting kalian sudah berusaha. Percaya diri saja mengerjakan soal olimpiade matematika. Jangan lupa berdoa sama Tuhan.” Nasihat dari Melati.

Namun, Mawar langsung menyolot pembicaraan Melati. “Hahaha, baru ikut lomba saja sudah sok nasehatin! Eh, kalian bertiga enggak pantas menang, tapi yang pantas menang itu ya gue! Kan gue sudah berkali – kali dapat juara, ya aku pemenangnya!” Mawar semakin sombong. Dia terlihat ingin bersaing dan dia harus menjadi nomor satu. Mereka hanya diam saja.

Bu Ira kembali setelah dari toilet. “Anak – anak, kata panitianya suruh ke gedung aula  untuk pengarahan.”

“Baik, Bu!” Mereka semuanya langsung ke gedung aula.

***

Setelah selesai pengarahan, semua peserta bubar untuk mencari kelas. Adit dan Jena sekelas di ruang satu, sedangkan Mawar dan Melati berada di ruang dua. Tempat duduk Melati berada di meja depan nomor tiga, sedangkan Mawar duduk paling depan. Pengawas memasuki ruangan dua sambil menenteng amplop cokelat besar. “Selamat pagi, adik – adik!”

“Selamat pagi, kak!”

“Sebelumnya, tas kalian di kumpulkan di depan. Tidak ada buku dan kertas di meja. Hanya ada alat tulis pulpen. Untuk mengerjakan soal durasinya dua jam. Tidak ada yang ribut, kalian mengerti?”

“Mengerti, kak!” Mereka semua berhamburan untuk menaruh tas di depan. Mereka ke tempat duduk masing – masing lagi.

Pengawas membagikan kertas soal dan jawaban satu per satu ke meja peserta. Melati mendapatkan soal. Sebelum mengerjakan soal, Melati berdoa agar dimudahkan mengerjakan soal matematika.

Melati mengerjakan soal yang menurut dia paling mudah. Dia terlihat sangat mudah dan semangat mengerjakan soal olimpiade matematika. “Semua soal yang keluar persis apa yang Bu Ira jelaskan.” Gumam Melati.

Sementara Mawar terlihat sangat sulit mengerjakan soal matematika. Dia semalam tidak belajar karena bermain game di handphone. “Duh, kenapa sih susah banget soalnya! Gue kan tadi pagi belajar!” Keluh Mawar sambil menggaruk kepalanya.

***

Setelah selesai mengerjakan soal olimpiade, mereka sedang berada di aula kampus Universitas Harapan Jaya untuk menunggu pengumuman juara. Mereka makan snack yang di kasih dari panitia. Banyak peserta beserta guru pembimbing ramai sekali di aula tersebut.

“Bagaimana mengerjakan soal olimpiade matematika tadi?” Tanya Bu Ira.

“Ya, lancar bu meskipun ada sebagian nomor yang susah.” Jawab Melati.

“Ada yang sulit Bu di nomor dua. Udah gitu soal ceritanya panjang banget dan hitungannya juga panjang.” Jawab Adit.

 

“Pas dibagian deret matematika panjang sekali hitungnya. Saya mau ngerjain soal cerita eh ternyata waktunya habis.” Jawab Jena.

“Kalau saya ada pas di bagian soal gambar segita sama lingkaran yang sulit Bu.” Jawab Mawar dengan berbohong. Padahal dia mengerjakan dengan asal tadi.

“Wah, kalian hebat mengerjakan dengan sungguh – sungguh! Tidak masalah menang atau kalah yang penting kalian punya pengalaman.” Nasehat dari Bu Ira.

Tibalah pengumuman pemenang di mulai. Para peserta mulai terdiam semua. “Selamat siang semua!” Sambut panitia.

“Selamat siang!”

“Pertama saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran adik – adik yang sudah mengikuti lomba olimpiade matematika di Universitas Harapan Jaya. Saya mengumumkan pemenang olimpiade matematika. Juara tiga atas nama Naufal Akbar dari SMA Islam Terpadu.”

Semuanya bertepuk tangan dengan riuh. Naufal maju ke depan panggung. “Juara dua atas nama Malika Kunna dari SMA Budi Utama.” Malika langsung maju kedepan dengan suara tepukan tangan.

Tinggal juara satu siapa pemenangnya. Mawar berkata dalam hati, “Duh, jantung gue berdetak kencang. Gue yakin pasti gue yang menang!”

“Juara satu adalah Melati Putri Yena dari SMA Matahari.” Semuanya bertepuk tangan makin riuh. Mendengar namanya, Melati sangat bahagia sekali pertama kali mendapatkan juara satu lomba olmpiade matematika.

Sementara Mawar sangat syok sekali mendengar nama Melati dapat juara satu. “Hah, dia juara satu? Kenapa gak gue juara satu!” Dalam hatinya Mawar tidak terima Melati juara satu.

Melati langsung maju ke panggung dengan perasaan bangga. Dia bediri di tengah. Panita memberikan hadiah berupa piala, sertifikat, serta uang tunai kepada pemenang. Setelah itu, mereka berfoto dan turun panggung. Semua para hadirin bertepuk tangan.

Melati duduk kembali. “Selamat ya, Kak Melati!” Adit memberikan selamat kepadanya.

“Wah, selamat ya kakak menang. Nanti ajarin aku matematika setelah lomba.” Ujar Jena.

“Iya kak, ajarin aku juga kak matematika.” Ujar Adit.

Melati tersenyum, “Makasih ya udah ngucapin aku. Iya tentu saja, malah aku senang berbagi ilmu matematika dengan kalian.”

“Melati, selamat ya atas kemenanganmu. Kamu memang hebat sekali! Tetap berbagi ilmu kepada teman – teman mu, ya!” Kata Bu Ira.

“Saya juga berterima kasih sama ibu yang sudah membimbing saya selama dua minggu lebih.” Melati mengucapkan terima kasih kepadanya.

“Sama – sama, Melati.” Adit, Jena, dan Bu Ira memberikan ucapan selamat kepadanya. Sementara, Mawar menatap sinis dengan memasang wajah tidak suka dan marah. Mawar pun langsung pergi di toilet.

Di toilet Mawar mengunci pintu. Kebetulan toiletnya sangat sepi. “Duh, kenapa sih dia menang! Seharusnya gue yang menang! Dia enggak pantas menang!” Mawar marah di depan cermin kaca.

“Aaaaaaahhhhhh, gue benciii!” Teriaknya hingga menangis.

Penyesalan Mawar adalah dia tidak belajar sungguh-sungguh untuk menghadapi olimpiade matematika. Dia hanya bersantai saja. Andaikan Mawar belajar dengan rajin, pasti dia menang. Sayangnya nasi menjadi bubur, semuanya tidak bisa kembali lagi.

Baca Juga: Hilangnya Si Pembawa Kabar Berita

 

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button