Social & Culture

Kisah Cinta Tragis Asli Ponorogo, Bak Romeo dan Juliet

Ketika kita membahas tentang cerita percintaan, kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan cerita Romeo dan Juliet. Ya, kisah cinta tragis tersebut merupakan dongeng turun temurun yang berasal dari negeri Pizza, Italia. Kita pun juga pasti pernah mendengar kisah dalam film Twilight, tentang kisah cinta antara pria vampire dengan gadis manusia bernama Edward dan Bella.

Kisah cinta tragis tidak hanya berasal dari luar negeri saja. Dari daerah tempat kelahiran saya, kabupaten Ponorogo, juga mempunyai kisah yang serupa tetapi tak sama. Bahkan, imbas dari gagalnya kisah cinta mereka masih membawa dampak hingga saat ini. Dampaknya pun tidak main-main, dan masih dipercaya hingga kini.

Sebagai orang Ponorogo, tentunya sudah tidak asing seputar mitos antara Mirah dengan Golan. Konon, hingga saat ini, benda-benda dari kedua tempat tersebut tidak dapat disatukan. Tidak hanya benda, tetapi juga manusianya. Mengapa bisa demikian?

Baca Juga:

Bermula dari kisah cinta tak sampai

Dikisahkan di Desa Golan, hiduplah seorang pemuda yang bernama Joko Lancur. Ia merupakan putra dari Ki Honggolono, seorang yang sangat disegani di kampungnya. Ki Honggolono merupakan seorang Palang (semacam kepala desa saat ini) dengan julukan Ki Bayu Kusuma. Joko Lancur dikenal sebagai pemuda yang gemar mabuk dan menyabung ayam.

Suatu ketika, untuk memuaskan hasratnya dalam menyabung ayam, Joko Lancur pergi ke Desa Mirah (yang saat ini menjadi Dusun di Desa Nambangrejo). Saat bertarung, ayam milik Joko Lancur keluar dari arena. Hal tersebut membuat orang-orang Mirah bersorak kesenangan sedangkan orang Golan hanya melongo, melihat ayam Joko Lancur kalah di medan laga.

Ayam kesayangan Joko Lancur tersebut akhirnya masuk ke dalam dapur rumah milik Ki Ageng Mirah, tetua desa tersebut. Mirah Putri Ayu, putri kesayangan Ki Ageng Mirah yang tengah sibuk membatik terkejut melihat ayam jantan yang masuk ke rumahnya. Gadis kembang desa tersebut berhasil menangkap dan meletakkan ayam tersebut di pangkuannya.

Saat masuk ke dapur, Joko Lancur terkejut melihat ayamnya berada dalam pelukan seorang gadis cantik jelita. Mereka berdua pun saling curi pandang, dan tampak jatuh cinta pada pandangan pertama. Saat tengah mengobrol, Ki Ageng Mirah tiba-tiba masuk dan mengusir Joko Lancur yang dianggap tidak sopan. Putrinya, Mirah Putri Ayu merupakan gadis pingitan yang tidak boleh bergaul dengan sembarangan orang.

Merasa malu, Joko Lancur pun pulang. Sejak saat itu, ia menjadi murung dan suka menyendiri. Bahkan ia tidak mau makan dan minum jika tidak menikah dengan Mirah Putri Ayu. Mengetahui hal tersebut, Ki Honggolono merasa janggal. Sebab, Ki Ageng Mirah adalah orang yang seringkali berseberangan dengan dirinya. Namun, demi anak tercinta, ia mau menuruti keinginan anaknya, lamaran.

Ki Ageng Mirah sebenarnya menolak lamaran tersebut. Ia tidak menyampaikan secara langsung, tetapi dengan membuat persyaratan. Syaratnya antara lain membuat bendungan untuk mengairi sawah di Mirah dan menyerahkan serahan berupa satu lumbung padi yang tidak boleh diantar manusia, alias harus jalan sendiri. Ki Honggolono menyanggupi persyaratan dari Ki Ageng Mirah.

Ki Ageng Mirah mengirimkan makhluk halus untuk menggagalkan usaha pembuatan bendungan dan mencuri padi. Mengetahui hal tersebut, Ki Honggolono memerintahkan buaya yang berjumlah ribuan untuk membantunya membuat bendungan. Ia juga mengganti serahan dengan jerami dan kulit kedelai (dalam bahasa Jawa disebut damen dan titen) yang telah dimantra sehingga tampak seperti padi.

Semua persyaratan sudah dipenuhi. Namun Ki Ageng Mirah bukan orang biasa. Ki Ageng Mirah menyabda lumbung padi tersebut dan berubah wujud seperti sediakala, yaitu damen dan titen. Merasa tidak terima, Ki Honggolono akhirnya bercekcok hingga beradu kesaktian dengan Ki Ageng Mirah.

Mengetahui hal tersebut, Joko Lancur bersama Mirah Putri Ayu melarikan diri dan bunuh diri. Joko Lancur akhirnya dimakamkan bersama dengan ayam jago kesayangannya.

Pasca peristiwa itu, Ki Honggolono mengeluarkan titah kepada penduduk Mirah dan Golan. Di antara ujaran yang ia keluarkan antara lain penduduk dan barang dari kedua tempat tersebut tidak dapat disatukan. Orang Mirah dilarang tidak boleh menanam dan menyimpan kedelai sedangkan orang Golan tidak boleh menyimpan jerami.

Baca Juga:

Dampaknya hingga saat ini

Ucapan Ki Honggolono hingga saat ini berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Hingga saat ini, orang Mirah tidak ada yang berani berbesanan dengan orang Golan dan sebaliknya. Bahkan, pernah ada kejadian dalam resepsi pernikahan yang digelar oleh orang Mirah, air yang dimasak tidak kuncung mendidih. Usut punya usut, ternyata ada orang Golan yang turut hadir di dalam acara tersebut.

Hingga kini, benda yang berasal dari kedua kampung tersebut tidak dapat disatukan. Baik itu kayu, batu, bahkan air. Konon, di perbatasan kedua kampung tersebut, ada sebuah sungai yang airnya tidak mau menyatu. Masyarakat kedua kampung tersebut tidak boleh menikah.

Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa titah dari orang dulu sangatlah sakral. Bahkan dampak dari kisah cinta tragis di Ponorogo tersebut, masih terasa hingga saat ini.

Baca Juga: 8 Hal Menarik Tentang Madura, Dari Karapan Sapi Hingga Clurit dan Carok

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button