PuisiSastrauncategorized

BERPAYUNG DAUN PISANG

Sore ini, aku kedinginan seorang diri

Berjalan tanpa arah meninggalkan desa

Tempat aku lahir dan menjadi remaja

Meninggalkan bapak, ibu dan adik-adikku

Meninggalkan kenangan kisah masa lalu

Meninggalkan orang-orang terkasih

Tanpa arah terus saja aku berjalan

Kedinginan mendekapkan tangan, bersedekap

 

Sore ini, hujan pun turun

Menghapus jejak-jejak kaki

Bekas tapak kekuasaan, kedewasaan

Menghilangkan bekas-bekas perasaan sayang

Menghancurkan bukit-bukit cinta

Menggugurkan perasaan kasihku pada seseorang

Yang tega mencampakkan jiwa ini

Kubawa pergi meninggalkan desa

Kutinggalkan dia bersama orang yang dipilih

Kutinggalkan desa karena duka

Kutinggalkan dia karena luka

 

Di bawah rintik hujan yang berjatuhan

Aku pun berhenti dekat kebun pisang

Kuambil sepucuk daun pisang

Kugunakan untuk menutup kepala ini

Agar tidak terasa sakit terkena rintik hujan

Tidak menambah sakit hati yang terluka

 

Berpayungkan daun pisang

Aku terus berjalan meninggalkan desa

Menelusuri jalan-jalan kenangan tentang cinta

Mencari sesuatu yang baru, sesuatu yang hilang

Menggerakkan kaki-kaki ini supaya tidak lemas

Tetap kuat berjalan meninggalkan rasa sakit

Menuju kebahagiaan selamanya

 

Berpayung daun pisang

Aku teringat kisah manis masa lalu

Sebuah pertemuan pernah ada

Tercipta senyum manis oleh tatapan mata

Tanpa sengaja saling memandang

Memendam rasa menyampaikan suka

Berakhir dengan duka lara

 

Sepatah kata aku menyapa memecah keheningan yang ada

Berharap hujan berlangsung lama

Agar jejak langkahku tidak bisa diterka

Kemana aku akan pergi meninggalkan dia

Tanpa kusadari kakiku sudah melangkah jauh

Tanpa aku ketahui detak jantung seolah berhenti

Tak semestinya aku berlaku begini

Seolah aku bukan seorang lelaki

Meninggalkan desa hanya karena sakit hati

Berpayung daun pisang terus saja aku berlalu

Mencoba menghilangkan rasa malu

Menghapus kisah hidup yang pilu

 

Musim hujan pun telah lama berlalu

Aku tetap berpayung daun pisang

Berjalan meninggalkan desa kasih tercinta

Selepas engkau memilih dia aku merasa

Hujan tak lagi sama

Aku pun tetap berpayung daun pisang

Walau hujan telah reda

Anak-anak pun meneriaki diriku

Orang gila-orang gila-orang gila

Entahlah,

Aku tak pernah peduli

Karena aku bebas berbuat sesuka diri ini

 

Mantingantengah-Jakenan-Pati, 16 September 2022.

 

DUKA LARA

 

Hujan sebenarnya suatu anugerah

Namun, bagi diriku justru hadirkan duka

Entah mengapa setiap hujan turun

Perasaan ini selalu saja teringat masa lalu

Cintamu luntur terkena titik-titik air hujan

Cintaku hanyut terbawa aliran air mengalir

Meninggalkan diriku yang selalu menunggu

Menghadirkan kisah-kisah sendu pilu sepanjang waktu

 

Hujan bagiku

Sekedar mengingatkan cerita sendu masa lalu

Ada tetes air mata menanggung rindu

Ada wajah-wajah keriput menahan pilu

Ada tangis yang samar-samar terdengar

Seolah bersenandung mengiris hati dengan sembilu

 

Hujan mengguyur bumi bagi jiwa ini

Serasa melodi yang mengiris hati

Menghadirkan kepedihan di masa kini

Mengingat masa lalu yang pilu

Ditinggal kekasih hatiku

Menikahi orang lain kala itu

 

Di sini, di bawah rintik hujan aku meradang

Merindukan kehadiranmu di saat hujan datang

Sama saat pertama kali berjumpa

Sekarang pun berpisah jua

Hari pun berlalu dan terus memaksaku

Untuk melupakanmu bersama kisah-kisah masa lalu

 

Mantingantengah-Jakenan-Pati, 16 September 2022.

 

AKU SELALU MENUNGGUMU

 

Menunggu

Kata yang selalu menyedihkan buatku

Tiada tentu kapan akan berlalu

Mengharap engkau hadir di hadapanku

Walau aku tidak tahu apakah engkau mau

Datang dan hadir dalam prosesi kehidupanku

 

Menunggu

Selalu saja aku lakukan itu

Di depan rumah aku duduk menyendiri

Di bawah rimbunya pohon jambu

Aku memandang jalanan berdebu

Akankah engkau akan datang hari ini

Itulah yang aku tidak pernah tahu

 

Kududuk sambil memainkan harmonika

Menunggu kedatangan orang tercinta

Bercerita dengan lebah dan kupu-kupu

Yang selalu terbang rendah hinggap di bunga-bunga

Apakah engkau sama dengan lebah dan kupu-kupu

Yang selalu hinggap di bunga-bunga

Di taman bunga kehidupan cinta

 

Tak terasa

Kumandang azan magrib bergema

Pertanda waktu aku harus masuk rumah

Meninggalkan orang yang dicinta

Meskipun kehadirannya masih dalam doa

Entah sampai kapan kulakukan ini

Aku selalu menunggumu

 

Mantingantengah-Jakenan-Pati, 16 September 2022.

 

Baca Juga: HUJAN DI PENGHUJUNG SENJA

BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button