Opini

Menyekolahkan Anak Usia Dini, Pilihan Orang Tua Yang Dapat Merampas Golden Age

Saat ini pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Memberikan pendidikan yang layak kepada anak juga merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang tua untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sasaran pendidikan pada dasarnya adalah mengembangkan setiap potensi yang dimiliki oleh anak sehingga potensi yang dimilikinya akan bermanfaat bagi dirinya, agama, dan bangsa.

Namun, semakin hari tak sedikit orang tua yang terburu-buru menyekolahkan anaknya yang masih berusia di bawah 5 tahun. Tindakan tersebut bisa terjadi karena beberapa masalah seperti kesibukan orang tua mencari uang, mengikuti tren, kebiasaan menyerahkan tanggung jawab mendidik anak kepada institusi pendidikan luar, dan lain sebagainya.

Tak heran kalau akhirnya anak lebih banyak memperoleh pendidikan dini dalam institusi formal dibandingkan rumah. Rumah yang seharusnya menjadi sekolah pertama bagi anak usia dini pun kini mulai dipersempit menjadi tempat memenuhi kebutuhan fisik keluarga semata.

Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 tentang pendidikan anak. Dijelaskan bahwa pendidikan wajib dilaksanakan seluruh warga negara Indonesia yang telah berusia tujuh hingga lima belas tahun tanpa terkecuali.

Dari Undang-Undang tersebut, dapat kita jelaskan bahwa anak yang telah berumur tujuh tahun telah siap memasuki sekolah dasar dan telah siap dari segi psikologis dan perkembangan kognitif, sosial emosional, fisik dan motorik serta bahasanya. Namun, bagaimana dengan mereka yang berusia 5 tahun, atau di bawahnya?

Anak yang berusia di bawah 5 tahun masih butuh rangkulan orang tua yang intensif di rumah. Sehingga para orang tua hendaknya fokus mendidik anak di rumah terlebih dahulu, apalagi umur 0 sampai 5 tahun merupakan golden age bagi sang buah hati.

Dengan demikian, orang tua perlu menjadi pendamping utama anak selama masa golden age, sehingga tidak perlu terburu-buru menyerahkan anak ke playgroup, PAUD, dan lembaga pendidikan lain yang sejenis.

Selain masalah golden age, dampak menyekolahkan anak terlalu dini terbukti menimbulkan dampak negatif yang signifikan. dikutip dari buku “The Disappearance of Childhood” karya Neil Postman yakni “Jangan kau cabut anak-anak dari dunianya terlalu cepat, karena kau akan mendapatkan orang dewasa yang kekanakan.”

Jika kita cermati pelan-pelan, kita mudah menjumpai tokoh-tokoh berumur dewasa namun berulah seperti anak kecil, mulai dari artis, komedian, sampai politikus. Mungkin ada yang bertanya, “masa cuma gara-gara menyekolahkan anak terlalu dini masyarakat bisa rusak”? Berikut ini alasannya.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa masa anak-anak dari setiap manusia tidak boleh dicuri supaya kita tidak menemukan orang-orang dewasa yang kekanak-kanakan. Lantas jika orang tua menyekolahkan anak sebelum umur 5 tahun, alokasi waktu yang seharusnya dihabiskan untuk mempererat hubungan batin anak dan orangtua akan berkurang. Ingat, sebagus apapun pendidikan dan fasilitas dalam sekolah, itu tidak bisa menggantikan dunia bermain anak-anak dengan dampingan orang tua.

Baca Juga:

Bagaimana cara melihat anak sudah siap untuk sekolah 

Anak yang sudah siap memasuki sekolah dasar dapat kita lihat dari segi perkembangan kognitifnya yang berada pada tahap operasional konkret di mana anak usia tersebut sudah mampu mengklasifikasikan benda, sudah mampu memahami konsep waktu, memahami konsep ruang, sudah mampu memahami sebab dan akibat dan sudah mampu bercerita dengan baik.

Kesiapan sekolah anak usia dini tentunya berbeda antara satu anak dengan anak yang lain namun kesiapan anak dapat kita lihat dari matangnya aspek perkembangan fisik motoriknya, kognitif, sosial dan emosional yang berbeda-beda yang secara langsung akan membantu anak dalam proses pembelajaran dan penyesuaian dirinya di lingkungan sekolahnya. Dengan hal ini, anak sudah dapat dikatakan siap untuk memulai petualangan barunya di sekolah

Nah, bicara soal syarat mendaftarkan anak di SD Negeri, biasanya orang tua memiliki banyak pertanyaan dan kekhawatiran. Antara lain khawatir apabila anak tidak memiliki ijazah Taman Kanak-kanak (TK). Sebenarnya, bisakah anak yang tidak pernah masuk TK sebelumnya mendaftar menjadi siswa SD Negeri?

Menurut sebuah penelitian menyatakan bahwa pengalaman di taman kanak-kanak (TK) dapat memperkaya unsur motorik, bahasa, perasaan, berpikir, dan berinteraksi dengan teman sebaya, para guru, alat bermain, dan lingkungan manusia serta alam.

Pengalaman di TK atau PAUD sangat mendukung anak untuk memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar. Setelah menyelesaikan pendidikan prasekolah di TK, seorang anak akan bersiap untuk mengikuti pendidikan formal di SD/MI. Anak yang mengikuti pendidikan TK dimungkinkan lebih matang daripada anak yang Non TK.

Kesiapan bersekolah menjadi penting artinya karena anak memperoleh keuntungan dan kemajuan dalam perkembangannya selanjutnya. Sementara itu anak yang belum memiliki kesiapan, justru akan mengalami hambatan-hambatan bila ditempatkan di lingkungan akademis. Anak-anak yang tidak mengenyam pendidikan TK ketika memasuki pendidikan sekolah dasar secara kognitif, fisik dan emosi rata-rata belum siap.

Pendidikan awal anak, dimulai dari keluarga

Bisa dilihat dari studi kasus anak yang mengenyam pendidikan TK dan tidak di mana siswa yang menempuh pendidikan TK sudah mengenal simbol bahasa, menulis, membedakan huruf kecil dan huruf kapital, sedangkan siswa yang tidak menempuh pendidikan di TK rata-rata belum memiliki beragam keterampilan seperti siswa yang menempuh jenjang pendidikan TK.

Di samping itu, anak yang tidak mengenyam pendidikan TK tidak selalu dipandang rendah, ada beberapa pengalaman di mana kebanyakan dari siswa non TK prestasinya sangat menonjol bahkan mereka selalu menduduki peringkat satu. Itu biasa terjadi karena orang tuanya selalu memberikan perhatian yang sangat besar terhadap anaknya dalam pendidikan.

Berdasarkan studi kasus di atas, sebenarnya ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan, salah satu faktor yaitu dukungan keluarga di mana keluarga adalah lembaga pendidikan pertama, pendidikan yang didapat dalam keluarga yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan jenjang sekolah selanjutnya. Namun, terkadang orang tua yang memiliki pendidikan tinggi terlalu disibukan dengan aktivitasnya. Sehingga kurang memperhatikan perkembangan pendidikan siswa.

Sering terjadi juga, di mana orang tua yang memiliki kesibukan lebih memilih membiarkan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan di TK dikarenakan orang tua tersebut khawatir tidak bisa mengajarkan anaknya karena tidak ada waktu luang, berbeda dengan orang tua yang sedikit memiliki kesibukan.

Mereka lebih memilih mengajarkan anak-anaknya sendiri dibandingkan menitipkan anaknya untuk sekolah di TK. Sebenarnya itu kembali lagi pada konsistensi orang tua dan anaknya, mana cara yang dianggap lebih efisien dalam menerapkan pendidikan kepada anaknya dan semuanya akan kembali lagi pada anaknya, bagaimana dia memproses dan menyerap apa yang telah diajarkan baik dari orang tua ataupun dari sekolahnya.

Baca Juga:

Sehingga dapat disimpulkan Taman Kanak-kanak (TK) dan/atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) meneruskan pembinaan sekaligus mengemban amanat orang tua yang dasar-dasarnya telah diletakkan di dalam lingkungan keluarga serta menerima tanggung jawab pendidikan berdasar kepercayaan keluarga.

Anak-anak kelas I SD yang berasal dari sekolah pra (PAUD/TK) akan terdapat perbedaan dengan yang non sekolah pra. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki periode-periode sensitif pertumbuhan tertentu, yaitu antara 0 sampai 5 tahun. Periode ini disebut periode sensitif, disebut juga golden age atau usia emas. Pada usia tersebut seorang anak dapat menyerap segala pelajaran dengan baik dan mudah. Untuk itulah penting sekali memberi pelajaran sejak usia dini pada anak, baik secara formal, informal maupun non formal.

Pendidikan anak di sekolah formal pada dasarnya memang bermanfaat untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki dan menambah teman di luar rumah. Namun menyerahkan anak ke institusi pendidikan dalam waktu usia dini tentu hanya akan mencabut dunia anak-anak dan kebersamaan dengan orang tuanya terlalu cepat.

Rumah pun yang seharusnya menjadi sekolah pertama bagi anak usia dini kini mulai dipersempit menjadi tempat memenuhi kebutuhan fisik keluarga. Alangkah baiknya dalam menentukan waktu memasukkan anak ke sekolah formal sesuai dengan usia yang telah ditentukan dan tidak terlalu dini.

Sebagai orang tua kita juga harus memanfaatkan waktu kebersamaan dengan anak-anak agar jalin kasih tetap erat.

Baca Juga: Rahasia Tumbuh Cerdas, Berikut 5 Tips Memilih Sekolah yang Terbaik untuk Buah Hati

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button