Mengenang Kartini, Pahlawan Yang Disingkirkan Belanda Secara Halus
Bulan April ini ada peringatan hari besar nasional yaitu Hari Kartini. Biasanya diadakan perayaan di berbagai instansi dan sekolah untuk mengenang jasa pahlawan wanita ini. Siapa sih yang nggak tahu tanggal 21 April. Tanggal itu diperingati sebagai hari Kartini. Sebab merupakan tanggal lahir beliau.
Berdasarkan beberapa informasi dan data Raden Adjeng Kartini lahir tanggal 21 April 1879 dan meninggal tanggal 17 September 1904. Eh, ternyata tanggal lahir Kartini sama dengan dr. Radjiman Wedyodiningrat, 21 April 1879. Beliau itu pernah menjabat sebagai ketua BPUPKI lho.
Kartini putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Wedana Mayong kemudian menjadi Bupati Jepara, dengan M.A. Ngasirah (putri kyai Haji Madirono dan Nyai Haji Siti Aminah, seorang guru agama di Telukawur, Jepara).
Semua tahu jika Kartini yang bangsawan mendapatkan pendidikan dasar berbahasa Belanda. Namun, tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan lanjut karena waktu itu perempuan Jawa dilarang berpendidikan tinggi. Karena larangan tersebut, Kartini berkorespondensi dengan beberapa orang Eropa, salah satunya Estelle “Stella” Zeehandelaar dan J.H. Abendanon.
Surat-surat Kartini tersebut diterbitkan di majalah Belanda dan terbit menjadi karya yaitu Habis Gelap Terbitlah Terang, Kehidupan Perempuan di Desa dan Surat-Surat Putri Jawa. Karya-karya tersebut berisi ide dan cita-cita Kartini tentang keluhan dan gugatan pada budaya di Jawa saat itu yang dianggap menghambat gerak perempuan untuk maju, ketuhanan, kebijaksanaan, kemanusiaan, nasionalisme dan solidaritas.
Kartini diangkat sebagai Pahlawan Nasional tanggal 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno dengan Keputusan Presiden Nomor 108 tahun 1964 dan tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini.
Karena dianggap melawan, Kartini akhirnya disingkirkan. Namun, caranya dengan halus dan seolah sesuai dengan budaya yang dianut saat itu. Apa saja bentuk pengekangan itu?
Tidak bisa bebas belajar di bangku sekolah
Kita tahu zaman dulu, budaya kita hanya mengizinkan anak laki-laki yang boleh sekolah tinggi. Bahkan Bapak saya pun sama, anak lelaki semuanya minimal SMA. Namun, kakak saya yang perempuan hanya diperbolehkan sekolah SD saja. He he he. Kayak jaman kolonial saja.
Memang anak perempuan diperbolehkan belajar hanya sampai pendidikan dasar saja. Itu dulu. Kebebasan Kartini untuk belajar tinggi terpenggal oleh keadaan budaya. Sebuah kekangan terhadap ide dan cita-cita perempuan. Nah, berbahagialah kaum wanita sekarang. Tak ada lagi kekangan untuk belajar tinggi. Raihlah pendidikan tinggi sesuai cita-cita Kartini, oke?
Dipingit setelah berusia 12 tahun
Dulu, gadis yang sudah menstruasi akan dipingit. Biasanya berusia 12 tahun. Pingitan itu artinya tidak boleh bebas keluar rumah termasuk belajar di bangku sekolah. Kartini juga dipingit waktu itu dan baru bisa bebas setelah menikah. Biasanya gadis yang dipingit itu bisa belajar terutama keterampilan sebagai ibu rumah tangga seperti memasak. Pingitan dilakukan hingga ada lelaki yang melamar untuk dinikahkan.
Beruntung para gadis sekarang, bisa bebas tanpa pingitan. Namun, ya jangan kebablasan. Jaga diri dong. Biar tidak menyesal di kemudian hari.
Baca Juga:
Dijodohkan dengan lelaki yang tak dikenal
Mungkin saat ini masih ada ya? Dijodohkan dengan lelaki yang tidak dikenalnya. Itu dilakukan pada Kartini di zaman dulu. Padahal menikah itu menyatukan dua orang beserta keluarga besarnya. Jadi harusnya mereka yang menikah itu taaruf dulu. Saling mengenal dulu. Jika merasa cocok, okelah. Jika tidak ya selesai, gitu.
Namun, Kartini dijodohkan dengan lelaki yang tak dikenalnya. Alasan budaya dan rasa cintanya pada orang tuanya, kartini akhirnya menanggalkan ego dan menikah dengan duda, Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Harus bersedia dimadu
Memang lelaki berhak menikahi wanita lebih dari satu atau poligami. Namun, bagi wanita dimadu merupakan hal yang tidak mengenakkan. Mengapa? Sebab berbagi suami kadang menimbulkan intrik untuk menjadi yang tersayang bagi suaminya.
Wanita dulu harus bersedia dimadu. Mengapa? Sebab mereka tidak memiliki penghasilan dan akan malu jika menyadang status janda. Status janda rawan godaan oleh lelaki. Sehingga daripada berstatus janda mau tidak mau para wanita zaman dulu harus bersedia dimadu.
Baca Juga:
Kematian yang mendadak
Kartini meninggal pasca melahirkan., tepatnya empat hari setelah melahirkan. Disebutkan oleh Efatino Febriana dalam buku berjudul Kartini Mati Dibunuh dan Siti Soemandari dalam buku Kartini, Sebuah Biografi bahwa Kartini meninggal akibat permainan jahat Belanda. Permainan ini dilakukan agar Kartini tidak lagi menyuarakan pemikiran-pemikirannya yang maju tentang wawasan kebangsaan.
Kartini melahirkan anak pertama, Soesalit Djojoadhiningrat, tanggal 13 September 1904. Ketika melahirkan Kartini dalam kondisi sehat dan ditolong oleh Dr. Van Ravesten. Selama 4 hari pasca melahirkan Kartini baik-baik saja. Empat hari kemudian, Ravesten menengok Kartini dan tidak khawatir dengan keadaannya.
Saat Ravesten akan pulang, keduanya minum anggur sebagai tanda perpisahan. Setelah itu, Kartini sakit dan hilang kesadaran hingga akhirnya wafat. Kematian mendadak ini menimbulkan desas-desus, tetapi pihak keluarga tidak memperdulikannya. Mereka menerima saja sebagai takdir Tuhan.
Sayang ya dulu tidak ada otopsi seperti sekarang. Jika ada, pasti penyebab kematian Kartini yang mendadak bisa diketahui dengan pasti. Bahkan Soetijoso Tjondronegoro, keponakan Kartini pernah mengatakan, Bahwa Ibu Kartini sesudah melahirkan putranya, wafatnya banyak di desas-desuskan, itu mungkin karena intrik dalam kabupaten. Tetapi desas-desus itu tidak dapat dibuktikan. Dari pihak keluarga juga tidak mencari ke arah itu. Melainkan menerima keadaan sebagaimana faktanya dan sudah dikehendaki oleh yang Mahakuasa.
Kematian yang mendadak ini jelas menimbulkan spekulasi. Mengapa pihak petinggi kabupaten dan keluarga ayah Kartini tidak melakukan penyelidikan? Ini mungkin disebabkan intrik dalam kabupaten sendiri. Atau bahkan Belanda menekan untuk tidak dilakukan penyelidikan. Sebab baik keduanya memiliki kepentingan. Belanda ingin Kartini lenyap dengan segala ide dan pemikirannya. Sementara petinggi kabupaten dan keluarga ayah Kartini ingin aman dengan jabatannya dan tidak terlibat masalah dengan penguasa waktu itu. Tidak ada jawaban pasti. Kembali sekarang bahwa hanya Allah yang tahu.
Namun, ada pendapat berbeda dari dokter era sekarang. Mereka berpendapat bahwa Kartini meninggal karena preeklampsia atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil. Namun, ini juga tidak bisa dibuktikan sebab dokumen dan catatan kematian Kartini tidak ditemukan.
Dimakamkan di desa yang jauh dari kota kabupaten
Makam keluarga Bupati Rembang ada di sebelah barat alun-alun Rembang, tepatnya Makam Pangeran Sedolaut. Rembang juga memiliki makam pahlawan tepatnya di Taman Makam Pahlawan Giri Bakti Desa Kabongan Kidul. Semuanya di wilayah kecamatan kota. Sementara makam Kartini ada di wilayah desa Bulu Kecamatan Bulu, dekat jalan raya Rembang-Blora.
Pemakaman Kartini yang ada di desa jauh dari kota kabupaten, sebenarnya menunjukkan bahwa ada inisiatif untuk membungkam Kartini dengan segala pemikirannya. Itu disetujui oleh petinggi kabupaten Rembang, sebab dimungkinkan ada tekanan dari pemerintah kolonial Belanda atau sebab lain berupa intrik dalam kabupaten itu sendiri.
Namun, di kemudian hari, sang suami, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat juga dimakamkan di pemakaman yang sama dengan Kartini.
Kartini meninggalkan seorang putra bernama Soesalit Djojoadhiningrat, yang berdinas dalam ketentaraan dan sudah meninggal tanggal 17 Maret 1962. Pemberian nama Soesalit dimungkinkan akronim dari soesah nalika alit (susah ketika kecil).
Apapun yang terjadi pada Kartini, tetaplah patut dihargai dan diperingati perjuangan Kartini demi kemajuan bangsa dan negara ini. Sebab dengan pemikiran dan ide emansipasi, kaum perempuan memiliki kesamaan dalam pendidikan dan peri kehidupan di masyarakat.
Baca Juga: Kecamuk Hati Nisa, Menjelang Hari Kartini
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.
І pay a quick visit every day a few web sites and sites to read artiсles,
except tһis website offers feature bɑsed writing.
Thank you for reading the articles on this site. Always read the posts here. Good luck for the future.