Miris, Ini 5 Masalah Sosial Terkait Gender yang Umum Kita Temui di Indonesia
Permasalahan terkait isu gender di sekitar kita sangat banyak terjadi. Sejak dulu masalah gender merupakan salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di Indonesia. Munculnya masalah gender ini sendiri disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya seperti masih banyaknya anggapan kultural terkait perempuan dan laki-laki yang menyebabkan keduanya tertindas. Beberapa masyarakat umumnya masih menganut paham patriarki, di mana laki-laki dianggap lebih tinggi daripada perempuan.
Meskipun saat ini sudah banyak yang menyuarakan terkait isu-isu gender. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masalah sosial yang timbul akibat adanya ketimpangan gender. Lebih lengkap, berikut merupakan beberapa masalah sosial yang sering muncul di sekitar kita terkait isu ketimpangan gender.
1. Laki-laki lebih diistimewakan
Seorang anak lelaki dianggap lebih istimewa daripada anak perempuan. Hal ini dikarenakan adanya stigma kuat di masyarakat jika lelaki adalah pemimpin, lelaki kuat, dan lelaki yang mampu mengangkat derajat orang tuanya. Bukannya perempuan tidak bisa demikian, namun kebanyakan masyarakat kita masih memandang remeh perempuan.
Contoh kecil dalam hal ini seperti ketika ada acara besar kaum lelaki dipersilahkan makan terlebih dahulu. Sedangkan kaum perempuan akan makan setelah mereka para lelaki sudah selesai. Padahal perempuanlah yang memasak dan lelah karena melakukannya. Banyak dari kita yang menganggap ini sebagai hal biasa.
Baca Juga:
2. Pekerjaan rumah adalah tanggung jawab perempuan
Masalah ketimpangan pekerjaan rumah terkait gender juga sangat mencolok sekali. Di masyarakat kita, kebanyakan lelaki tidak mau ikut membantu pekerjaan rumah. Semua pekerjaan rumah seperti dilimpahkan sepenuhnya ke perempuan. Padahal bisa saja istri juga ikut mencari nafkah. Sehingga hal ini memicu adanya beban ganda yang dirasakan perempuan.
Selain berperan di ranah publik, perempuan juga harus tetap dengan kewajiban domestiknya. Sedangkan laki-laki bisa menikmati waktu di rumah dengan bebas selepas bekerja. Ironisnya, hal ini merupakan ketidakadilan yang sudah dianggap biasa oleh sebagian besar masyarakat.
3. Perempuan tidak pantas berpendidikan tinggi
Wanita yang berpendidikan tinggi dianggap tidak berguna karena hanya akan menjadi seorang ibu dan istri. Mirisnya banyak yang berkata demikian adalah juga seorang wanita. Menurut mereka nilai dari seorang wanita adalah saat bisa masak enak dan bisa memiliki banyak anak. Di luar itu semua, jika perempuan melanjutkan sampai ke pendidikan tinggi dianggap percuma dan menghabiskan biaya.
Meskipun banyak yang sudah berpikiran terbuka dan tidak memegang erat prinsip tersebut, namun tak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia anggapan demikian masih ada. Di beberapa keluarga mungkin masih banyak ditemukan bahwa pendidikan anak laki-laki diutamakan dibandingkan perempuan. Laki-laki disiapkan untuk menjadi pencari nafkah utama sehingga memerlukan pendidikan yang layak. Sedangkan perempuan dianggap hanya cukup bergantung pada laki-laki dan mampu mengerjakan pekerjaan domestik saja.
4. Kesempatan kerja perempuan yang terbatas
Angkatan kerja perempuan masih sangat sedikit dibandingkan laki-laki. Pun mereka lebih banyak terdistribusi ke pekerjaan-pekerjaan low skill seperti buruh, petani, pekerja pabrik dan pekerjaan-pekerjaan kasar lainnya yang tidak memiliki jaminan sosial.
Hal ini erat kaitannya dengan stereotip bahwa perempuan tidak wajib mencari nafkah. Mereka dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama, sehingga ketika bekerja mereka ditempatkan ke pekerjaan yang penuh resiko.
Selain itu alasan lain dibalik masih rendahnya kesempatan kerja bagi perempuan adalah karena kondisi biologis mereka. Perempuan dianggap dapat menghambat perusahaan karena membutuhkan banyak cuti seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Laki-laki dianggap lebih menguntungkan karena tidak perlu mengalami hal-hal tersebut.
Baca Juga:
5. Pelecehan seksual adalah salah perempuan
Tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak sekali kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia. Sebagian besar korban diantaranya adalah perempuan. Lebih mirisnya adalah ketika banyak orang yang menyalahkan perempuan sebagai korban. Mereka beranggapan bahwa tidak mungkin ada asap jika tak ada api. Perempuan dianggap yang menyebabkan pelecehan terjadi, padahal mereka sebenarnya adalah korban. Dalam hal seperti ini masyarakat kita masih membela laki-laki sebagai pelaku. Dalam hal ini cara berpikir dan penanggulangan pelecehan seksual di Indonesia benar-benar perlu diperhatikan oleh pemangku kebijakan.
Demikian beberapa masalah sosial terkait gender yang umum kita temui di Indonesia. Menjadi penting bagi kita untuk menerapkan keseteraan gender dalam kehidupan sehari-hari. Mari bersinergi untuk menciptakan masyarakat yang inklusif.
Baca Juga: Memahami 5 Bentuk Kesetaraan dalam Masyarakat Beserta Contohnya
BekelSego adalah media yang menyediakan platform untuk menulis, semua karya tulis sepenuhnya tanggung jawab penulis.